Selasa, 04 Juli 2017

Camping Ceria di Gunung Lawu :p

Camping Ceria di Gunung Lawu :p


21-24 April 2017

Sedikit sisa camping ceria di Gunung lawu kemarin :p. Bersama Kekasihku, Joko kawan pendakian sindoro 3 tahun lalu dan 3 kawan yang baru ku kenal. Rasanya aku masih dongkol dengan 3 kawan baru ku itu. Tapi sudahlah aku tidak mau membahasnya karena akan membuatku semakin dongkol. Semoga aku nggak pernah ketemu mereka lagi atau orang semacam mereka. Memang, menemukan teman seperjalanan yang sepaham akan mengasyikkan. Begitu pula sebaliknya.

Yeah, dengan adanya kekasihku dan besarnya rasa solidaritas Joko bisa mengobati. Secara tidak sengaja kami menemukan sisi lain Gunung Lawu yang tak banyak orang tahu :D.

     



Salam Jun_krikers J

Pendakian Argopuro 3088 mdpl , Track Terpanjang Se-Pulau Jawa #3

Pendakian Argopuro 3088 mdpl , Track Terpanjang Se-Pulau Jawa #3


15 April 2017

Pagi hari menjelang mentari bersinar, kami sudah bangun dan menunaikan kewajiban. Kemudian kami mengambil air, masak lauk untuk sarapan dan ngopi-ngopi dulu. Pukul 07.15 selesai membongkar tenda dan packing, kami melanjutkan pendakian meninggalkan gubuk Cisentor yang horror. Track yang kami lalui lebih banyak terjalnya dibandingkan hari-hari sebelumnya. Pohon-pohon tumbang banyak menutupi jalur yang berputar-putar mengelilingi bukit dengan vegetasi pohon pinus dan lembah savana-savana kecil. Di tengah track menuju rawa embik terdapat kuburan batu dan beberapa dupa hehe :D. Pukul 08.15, kami tiba di Rawa Embik. Di Rawa Embik ini ada sumber air sehingga cocok untuk tempat camp. Disini kami bertemu dengan rombongan pendaki yang sharecost angkutan ke Baderan dan 4 pendaki kelompok sendok melamin. Wah ada teman buat muncak juga nih hehe. Setelah cukup beristirahat, kami melanjutkan pendakian. Track hampir sama dengan sebelumnya. Namun terdapat percabangan yang membuat kami bingung beberapa saat. Di jalur kanan terdapat setapak namun disilang dengan kayu. Sedangkan jalur kiri setapak kurang jelas dan menuruni bukit. Kami memilih ke kiri dan ternyata itu jalur yang benar. Setelah melewati sungai kecil yang kering, track menanjak tajam. Menjelang savana loncengan tracknya mulai datar.





 


Pukul 09.45 kami tiba di Savana Lonceng. Cukup lama kami beristirahat. Pendaki yang kami temui di Rawa Embik tiba disini. Tas carrier kami tinggal disini dan dititipkan pada mereka. Kami melanjutkan perjalanan ke Puncak Rengganis hanya berbekal air minum saja. 30 menit berjalan dari Savana Lonceng, kami tiba di Puncak Rengganis. Pemandangannya terbuka. Ada bekas kawah mati, reruntuhan candi, puncak Argopuro-Hyang di seberang. Setelah puas berlama-lama di puncak Rengganis, kami turun kembali ke Savana Lonceng dan kres dengan pendaki tadi.








Di Savana Lonceng, hanya menyisakan Om Bob yang menunggu tas carrier kami sambil bikin kopi susu. Setelah temannya Om Bob turun dari Puncak Rengganis, kami menuju Puncak Argopuro bebarengan. Track ke Puncak Argopuro sangat menguras tenaga karena terjalnya medan. Satu jam kemudian, Alhamdulillah kami sampai di Puncak Argopuro 3088 mdpl. Puncak Argopuro ini berada dalam vegetasi hutan pinus dengan tumpukan bebatuan sebagai triangulasi puncaknya. Puncak tertinggi yang sangat istimewa karena kita harus menempuh jarak yang sangat panjang #TabahSampaiAkhir :D. Kami ber-12 orang (@masjun_krik, Bang Agus, Bang Ujang, Om Bob, Om Pet, Bang Rambo, Mas Rendy, Cik Magda, Mas Bison, Mas Gusman, Mas Yuyung dan Mas Fajar) menjadi saksi istimewanya Puncak Argopuro di hari itu. Kami disini beristirahat lama, makan makanan kemenangan dan ngopi.




Aku, Bang Agus dan Bang Ujang, pamit duluan menuju puncak Hyang yang hanya selemparan batu saja dari Puncak Argopuro. Di Puncak Hyang viewnya cukup terbuka dan tampak Danau Taman Hidup dari kejauhan. Tampakya perjalanan masih panjang karena danau taman hidup target kami wkwkwk -_-. Setelah rombongan lain tiba di Puncak Hyang, kami pamit untuk turun duluan. Di turun dari Puncak Hyang kami nyasar kehilangan jalur, malah hampir masuk jurang wkwkwk. Bang Ujang yang di belakang segera mencari jalur yang benar. Setelah ketemu, aku dan Bang Agus melipir bukit menuju jalur yang sebenarnya. Sampai di jalur yang benar kami pun harus rela bebarengan dengan rombongan tadi. Yeah, jodoh mah ngga kemana wkwkwk.



Jalur turun dari Puncak Hyang hingga Cemoro Limo sangat terjal. Tidak terbayang beratnya jika kita memulai pendakian dari jalur Bremi yang minim sumber air. Menjelang hutan lumut tracknya cukup datar, berbatu namun harus hati-hati karena sisi kanan adalah jurang. Kami masuk hutan lumut pada saat kondisi hampir gelap dan pastinya kami akan kemalaman sampai di Danau Taman Hidup :D. Kami harus berjalan cepat supaya cepat sampai. Saat waktunya maghrib kami bertemu dengan Bang Rambo, Mas Fajar dan Mas Rendy yang beristirahat. Bermodalkan cahaya senter, kami pun bareng menuju Taman Hidup dalam kondisi gelap. Hawanya dingin-dingin mencekam. Banyak sepasang mata yang seakan mengintai kami. Tracknya banyak datar. Namun basah dan lembab, banyak kubangan lumpur, pohon tumbang dan semak belukar merintangi jalur. Sebelum pertigaan Danau Taman Hidup terdapat sungai mengalir. Di pertigaan, kami mengambil arah kiri untuk ke Danau Taman Hidup. Sedangkan arah kanan menuju Jalur Bremi.


Pukul 18.30, kami sampai di Danau Taman Hidup. Kami tidak bisa camp di pinggir tepian danau karena sedang becek parah. Akhirnya kami camp di dalam hutan pinggir danau. Aku, Bang Rambo dan Mas Fajar bertugas mengambil air di sungai sebelum pertigaan tadi sambil memastikan anggota kami yang masih di belakang belum sampai. Rasa was-was berkecamuk ketika akan mengambil air di sungai. Jalur sudah tidak terlihat jelas karena gelap. Tapi kami harus tetap mengambil air karena sisa bekal minum sudah habis. Ketika tiba di sungai, kami bertemu dengan teman-teman yang masih di belakang. Mereka lanjut ke tempat camp Danau Taman Hidup. Setelah mengambil air, kami segera menyusul.

Malam terakhir di Gunung Argopuro, kami habiskan dengan bersantai ria, ngobrol ngalor ngidul, masak-masak dan ngopi di Danau Taman Hidup. Tiba-tiba kami menjadi hening seketika saat terdengar suara kucing hutan yang mengeong. Suaranya sangat menyeramkan. Mirip tertawanya tante K -_-. Ranting-ranting pohon yang sering jatuh di atas tenda juga cukup mengagetkan :D. Malam semakin pekat, kami pun istirahat dari perjalanan yang melelahkan. Beruntung, rombonganku bertemu dengan rombongan lain yang salah satu anggotanya pernah mendaki Gunung Argopuro hehe.

16 April 2017

Pagi hari sebelum matahari terbit, aku terbangun. Menyusul pula Bang Agus dan Bang Ujang beserta rombongan lainnya. Kami pun siap-siap masak untuk sarapan. Sebelum masakan matang, aku dan Bang Agus memilih jalan-jalan menikmati suasana Danau Taman Hidup yang hening, sunyi menyimpan misteri. Kabut tipis dingin yang terkadang menebal menyelimuti Danau Taman Hidup sembari menyibakkan keindahannya. Pagi yang sungguh eksotis. Aku pun terbius dengan keindahannya. Di pinggir Danau Taman Hidup ini terdapat gubuk yang sangat iconic dan instagramable :D. Untuk menuju gubuk itu perlu sedikit perjuangan karena sangat becek dan lumpurnya sangat dalam. Aku pun sempat terjebak :D.






Ketika mentari mulai meninggi, kabut pun hilang. Kami menuju ke camp untuk sarapan, kemudian beres-beres dan packing. Pukul 10.00 kami mulai bergerak turun ke Basecamp Jalur Pendakian Bremi. Dari pertigan semalam, kami hanya lurus saja. Jika ke kanan akan mengarah ke Puncak Argopuro. Track yang kami lewati mulanya datar-datar saja melewati hutan yang rapat dan berlumut. Kemudian berubah menjadi turunan curam. Mulai dari sini kami harus berhati-hati karena banyak percabangan. Aku memilih jalur setapak yang paling lebar saja daripada nerobos-nerobos tidak jelas :D. Kami pun terpisah-pisah. Aku yang turun setengah berlari ternyata terpaut jauh dengan teman-teman di belakang. Bang Ujang dan Bang Rambo sudah di depan tak kelihatan rimbanya. Akhirnya aku sendirian :D. Saat ngetrack turun itu sering terdapat suara krasak krusuk di semak-semak kanan kiri jalur. Entahlah apa itu. Ku perbesar saja volume musik box ku agar mengalihkan perhatian dan menemaniku bersenandung. Ku kebut pula langkahku agar cepat bertemu dengan Bang Ujang dan Bang Rambo. Sampai di Hutan Damar, aku sudah tenang karena sinar mentari mampu menembus kegelapan hutan. Aku beristrahat sebentar kemudian kulanjutkan lagi perjalanan turun. Satu jam kemudian, aku sampai di batas Hutan Damar dengan ladang penduduk. Disini ada gubuk. Para petani juga ada yang beristirahat disini. Akhirnya aku menemukan kehidupan yang sebenarnya :D.





Aku menunggu teman-teman di gubuk itu. Berbaur dengan para petani yang kepo-kepo sedikit tentang pendakian kami. Setelah Bob dan Bang Agus sampai di gubuk, aku melanjutkan perjalanan turun ke Basecamp Bremi yang ternyata masih jauh. Kami harus melewati ladang penduduk. Panas terik matahari sedikit melumpuhkan semangat. Pukul 13.00, aku, Bang Agus dan Om Bob sampai di Basecamp Bremi. Tetapi kami terkaget-kaget karena Bang Ujang dan Bang Rambo belum sampai basecamp. Padahal mereka berjalan turun duluan dan terpaut jauh di depan. Kok bisa belum sampai? Pemikiran negatif menghantui kami. Nyasarkah? Apakah mereka hilang? Kami beristirahat di basecamp sambil menunggu teman lainnya.




Satu jam kemudian, teman-teman kami sampai di Basecamp. Begitu pula Bang Ujang dan Bang Rambo yang dikhawatirkan tersesat hilang. Rupanya mereka sempat tersesat dan salah milih jalur percabangan. Yeah, memang untuk jalur turun dari Danau Taman Hidup hingga Batas Hutan banyak percabangan. Jadi perlu kehati-hatian yang ekstra J. Alhamdulillah deh, semua sudah lengkap sampai di Basecamp Bremi.

Pukul 15.30, bus mini jurusan Bremi-Probolinggo melintas di depan Basecamp. Kami pun menyetopnya. Yeah, kami naik bus tersebut untuk perjalanan kembali pulang karena tidak ada angkutan lain dari Bremi. Tarifnya Rp. 17.000,-/orang. Di tengah perjalanan, bus kami mampir di Omah Susu. Aku pun membeli oleh-oleh susu segar dan kopi arabika-robusta :D. Pukul 18.30, kami sampai kota Probolinggo. Bus yang kami tumpangi hanya sampai terminal angkutan kecil. Kami harus oper angkot menuju Terminal Bus. Tarif angkot dipatok Rp. 7.000,-/orang. Di terminal Probolinggo kami berpisah dengan Mas Rendy yang pulang ke Banyuwangi. Dari Terminal Bus Bayuangga, Probolinggo, kami menumpang bus patas Akas menuju Surabaya dengan tarif Rp. 30.000,-/orang. Di Surabaya, kami berpisah dengan Om Bob, Om Pet, Bang Rambo dan Cik Magda. Aku, Bang Agus dan Bang Ujang pulang ke Jakarta via Jogja. Kami ke Jogja bareng Mas Bison, Mas Fajar, Mas Gusman dan Mas Yuyung. Sampai di jogja, kami berpisah dengan mereka. Di Jogja, aku bahagia karena kekasihku menemaniku di Terminal Giwangan Jogja, menunggu bus yang mengantarku ke Depok. Makasih ya sudah jadi obat rindu dan tempatku pulang :*.

Pengeluaran pribadi :
Kereta Gaya Baru Malam Selatan (senen-wonokromo)                           : 104.000
Angkot Wonokromo-Terminal Bungurasih, sby                                       :   5.000
Kena calo terminal -_-                                                                         :  75.000
Bus Surabaya-Besuki                                                                            :  50.000
Carter elf Besuki-Baderan                                                                    :  37.000
Simaksi pendakian (1 hari kerja = 20.000, 3 hari libur = 90.000)            : 110.000
Bus Bremi-Probolinggo                                                                         :  17.000
Angkot ke terminal Probolinggo                                                            :   7.000
Bus Probolinggo-Surabaya (Patas)                                                         :  30.000
Bus Surabaya-Jogja (AC Tarif Biasa)                                                      :  57.000
Bus Jogja-Depok (Sinar Jaya)                                                                : 100.000
Makan di perjalanan dan logistik pendakian                                          : 300.000
Total                                                                                                  Rp. 892.000,-

Salam Jun_krikers J