Gunung Ungaran, Sang Menara yang Tertabrak Awan
Hari-hari menjelang wisuda gelar
sarjana, bersama sahabatku, Ferri dan Yulianto menyempatkan diri untuk mendaki
Gunung Ungaran yang berketinggian 2050 mpdl. Tak banyak persiapan yang
merepotkan karena kami hanya berniat hunting sunrise di atas Gunung ini yang
terkenal dengan sunrisenya yang indah. Berangkat malam Jumat 14 Januari 2016
dari domisili kami di Tembalang menggunakan motor pribadi. Pukul 00.00 kami
sampai di basecamp mawar, sidomukti, ungaran. Cukup ramai yang melakukan
camping di camp mawar ini untuk ukuran malam jumat hehe. Setelah registrasi
pendakian, pemanasan kecil dan berdo’a, kami melakukan pendakian Gunung
Ungaran. Track awal yang licin sehabis hujan tak menyurutkan langkah kami
mendaki malam hari itu. Sebentar saja kami sampai di post 1 dan beristirahat.
Kabut sudah turun kami melanjutkan pendakian lagi. Memasuki hutan, beberapa kali
senter kami harus teliti mengawasi track yang tergenang, becek dan licin karena
salah langkah saja bisa masuk jurang :(. Setengah perjalanan kami melewati tikungan yang harus menyeberangi sungai
kecil. Tapi cukup aneh karena debitnya tak begitu deras meskipun musim hujan. Apakah
mata air mulai mengering? Nanti kalau beta jauh mencari air gimana? :p. Bisa
jadi terlalu dieksploitasi secara berlebihan, melihat munculnya berbagai villa
baru di Sidomukti ini. Entahlah, aku hanya berpikir kritis terhadap lingkungan
sekitar. Tanjakan demi tanjakan sudah dilewati diakhiri dengan istirahat
sebentar di post 2. Lanjut ngetrack lagi sampai di penampungan air perkebunan
kopi. Disini kami mengambil air untuk bekal minum nanti. Airnya sangat jernih
dan segar. Secara dari mata air pegunungan asli binggo *,*.
Rasa kantuk mulai melanda.
Kondisi badanku yang kurang fit membuatku kedinginan. Ditambah ingus yang
selalu bercucuran. Kedua sahabatku mulai kelelahan. Yeah kami harus
beristirahat tidur di perkebunan teh. Pemandangan di kebun teh ini cukup
terbuka. Lampu-lampu kota Semarang masih terlihat dalam remang kami. Good
sleep, yeah. Serasa mirip gelandangan di gunung, langit sebagai atap rumahnya,
bumi sebagai lantainya :P *jangan ditiru ya, etc. Berpengalaman :D.
Menjelang pagi, jalur pendakian
mulai ramai dengan para pemburu sunrise. Kami pun tergugah untuk melanjutkan
pendakian lagi. Kamipun dengan segera sampai di hutan dengan kondisi track yang
licin, terjal dan terkadang mengkangkangi batu berlumut wkwkwk. Cabe rawitlah,
joss untuk Gunung ini. Tak terasa kami hampir sampai di puncak. Rasanya malas
sekali ke puncak karena sudah mulai rame. Kami stop di dataran sebelum puncak. Menurutku
dataran ini adalah salah satu spot terbaik untuk hunting sunrise selain
tempatnya yang terbuka dengan padang ilalangnya ya karena di puncak sudah rame
dan agak tertutup. Menunggu sunrise sambil ngopi-ngopi dan makan bekal, tak
lupa subuhan. Pagi itu alhamdulillah kondisi cuaca cerah. Sesekali kabut awan
menerpa tubuh kami. Pada akhirnya sang surya menampakkan jati dirinya dari
timur. Diatas awan, puncak Gunung Merbabu dan Merapi menyapa kami dari
kejauhan. Cukup menjengkelkan ketika kabut awan tiba-tiba datang lagi.
Pandangan sunrise pun tertutup. Kemudian terbuka lagi. Lalu tertutup. Terbuka.
Tertutup lagi. Lalu terbuka. Entah berapa kali. Mungkin memang karakter puncak
Gunung Ungaran seperti itu. Bagai menara yang selalu ditabrak awan. Puas
menikmati sunrise, kami pulang. Alhamdulillah, kami masih dikasih kesempatan
untuk menghayati keindahan Tuhan yang tak bisa didustakan dengan selamat :).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar