Jumat, 18 Maret 2016

Gunung Ungaran, Sang Menara yang Tertabrak Awan


Gunung Ungaran, Sang Menara yang Tertabrak Awan

Hari-hari menjelang wisuda gelar sarjana, bersama sahabatku, Ferri dan Yulianto menyempatkan diri untuk mendaki Gunung Ungaran yang berketinggian 2050 mpdl. Tak banyak persiapan yang merepotkan karena kami hanya berniat hunting sunrise di atas Gunung ini yang terkenal dengan sunrisenya yang indah. Berangkat malam Jumat 14 Januari 2016 dari domisili kami di Tembalang menggunakan motor pribadi. Pukul 00.00 kami sampai di basecamp mawar, sidomukti, ungaran. Cukup ramai yang melakukan camping di camp mawar ini untuk ukuran malam jumat hehe. Setelah registrasi pendakian, pemanasan kecil dan berdo’a, kami melakukan pendakian Gunung Ungaran. Track awal yang licin sehabis hujan tak menyurutkan langkah kami mendaki malam hari itu. Sebentar saja kami sampai di post 1 dan beristirahat. Kabut sudah turun kami melanjutkan pendakian lagi. Memasuki hutan, beberapa kali senter kami harus teliti mengawasi track yang tergenang, becek dan licin karena salah langkah saja bisa masuk jurang :(. Setengah perjalanan kami melewati tikungan yang harus menyeberangi sungai kecil. Tapi cukup aneh karena debitnya tak begitu deras meskipun musim hujan. Apakah mata air mulai mengering? Nanti kalau beta jauh mencari air gimana? :p. Bisa jadi terlalu dieksploitasi secara berlebihan, melihat munculnya berbagai villa baru di Sidomukti ini. Entahlah, aku hanya berpikir kritis terhadap lingkungan sekitar. Tanjakan demi tanjakan sudah dilewati diakhiri dengan istirahat sebentar di post 2. Lanjut ngetrack lagi sampai di penampungan air perkebunan kopi. Disini kami mengambil air untuk bekal minum nanti. Airnya sangat jernih dan segar. Secara dari mata air pegunungan asli binggo *,*.
Rasa kantuk mulai melanda. Kondisi badanku yang kurang fit membuatku kedinginan. Ditambah ingus yang selalu bercucuran. Kedua sahabatku mulai kelelahan. Yeah kami harus beristirahat tidur di perkebunan teh. Pemandangan di kebun teh ini cukup terbuka. Lampu-lampu kota Semarang masih terlihat dalam remang kami. Good sleep, yeah. Serasa mirip gelandangan di gunung, langit sebagai atap rumahnya, bumi sebagai lantainya :P *jangan ditiru ya, etc. Berpengalaman :D.
Menjelang pagi, jalur pendakian mulai ramai dengan para pemburu sunrise. Kami pun tergugah untuk melanjutkan pendakian lagi. Kamipun dengan segera sampai di hutan dengan kondisi track yang licin, terjal dan terkadang mengkangkangi batu berlumut wkwkwk. Cabe rawitlah, joss untuk Gunung ini. Tak terasa kami hampir sampai di puncak. Rasanya malas sekali ke puncak karena sudah mulai rame. Kami stop di dataran sebelum puncak. Menurutku dataran ini adalah salah satu spot terbaik untuk hunting sunrise selain tempatnya yang terbuka dengan padang ilalangnya ya karena di puncak sudah rame dan agak tertutup. Menunggu sunrise sambil ngopi-ngopi dan makan bekal, tak lupa subuhan. Pagi itu alhamdulillah kondisi cuaca cerah. Sesekali kabut awan menerpa tubuh kami. Pada akhirnya sang surya menampakkan jati dirinya dari timur. Diatas awan, puncak Gunung Merbabu dan Merapi menyapa kami dari kejauhan. Cukup menjengkelkan ketika kabut awan tiba-tiba datang lagi. Pandangan sunrise pun tertutup. Kemudian terbuka lagi. Lalu tertutup. Terbuka. Tertutup lagi. Lalu terbuka. Entah berapa kali. Mungkin memang karakter puncak Gunung Ungaran seperti itu. Bagai menara yang selalu ditabrak awan. Puas menikmati sunrise, kami pulang. Alhamdulillah, kami masih dikasih kesempatan untuk menghayati keindahan Tuhan yang tak bisa didustakan dengan selamat :).
Salam Jun-krikers :).


                               

                                                    


Tidak ada komentar:

Posting Komentar