Pendakian Argopuro 3088 mdpl , Track Terpanjang Se-Pulau Jawa #3
15 April 2017
Pagi hari menjelang mentari bersinar, kami sudah bangun dan
menunaikan kewajiban. Kemudian kami mengambil air, masak lauk untuk sarapan dan
ngopi-ngopi dulu. Pukul 07.15 selesai membongkar tenda dan packing, kami
melanjutkan pendakian meninggalkan gubuk Cisentor yang horror. Track yang kami
lalui lebih banyak terjalnya dibandingkan hari-hari sebelumnya. Pohon-pohon
tumbang banyak menutupi jalur yang berputar-putar mengelilingi bukit dengan
vegetasi pohon pinus dan lembah savana-savana kecil. Di tengah track menuju
rawa embik terdapat kuburan batu dan beberapa dupa hehe :D. Pukul 08.15, kami
tiba di Rawa Embik. Di Rawa Embik ini ada sumber air sehingga cocok untuk
tempat camp. Disini kami bertemu dengan rombongan pendaki yang sharecost
angkutan ke Baderan dan 4 pendaki kelompok sendok melamin. Wah ada teman buat
muncak juga nih hehe. Setelah cukup beristirahat, kami melanjutkan pendakian. Track
hampir sama dengan sebelumnya. Namun terdapat percabangan yang membuat kami
bingung beberapa saat. Di jalur kanan terdapat setapak namun disilang dengan
kayu. Sedangkan jalur kiri setapak kurang jelas dan menuruni bukit. Kami
memilih ke kiri dan ternyata itu jalur yang benar. Setelah melewati sungai
kecil yang kering, track menanjak tajam. Menjelang savana loncengan tracknya
mulai datar.
Pukul 09.45 kami tiba di Savana Lonceng. Cukup lama kami
beristirahat. Pendaki yang kami temui di Rawa Embik tiba disini. Tas carrier
kami tinggal disini dan dititipkan pada mereka. Kami melanjutkan perjalanan ke
Puncak Rengganis hanya berbekal air minum saja. 30 menit berjalan dari Savana
Lonceng, kami tiba di Puncak Rengganis. Pemandangannya terbuka. Ada bekas kawah
mati, reruntuhan candi, puncak Argopuro-Hyang di seberang. Setelah puas
berlama-lama di puncak Rengganis, kami turun kembali ke Savana Lonceng dan kres
dengan pendaki tadi.
Di Savana Lonceng, hanya menyisakan Om Bob yang menunggu tas
carrier kami sambil bikin kopi susu. Setelah temannya Om Bob turun dari Puncak
Rengganis, kami menuju Puncak Argopuro bebarengan. Track ke Puncak Argopuro
sangat menguras tenaga karena terjalnya medan. Satu jam kemudian, Alhamdulillah
kami sampai di Puncak Argopuro 3088 mdpl. Puncak Argopuro ini berada dalam
vegetasi hutan pinus dengan tumpukan bebatuan sebagai triangulasi puncaknya.
Puncak tertinggi yang sangat istimewa karena kita harus menempuh jarak yang
sangat panjang #TabahSampaiAkhir :D. Kami ber-12 orang (@masjun_krik, Bang
Agus, Bang Ujang, Om Bob, Om Pet, Bang Rambo, Mas Rendy, Cik Magda, Mas Bison,
Mas Gusman, Mas Yuyung dan Mas Fajar) menjadi saksi istimewanya Puncak Argopuro
di hari itu. Kami disini beristirahat lama, makan makanan kemenangan dan ngopi.
Aku, Bang Agus dan Bang Ujang, pamit duluan menuju puncak
Hyang yang hanya selemparan batu saja dari Puncak Argopuro. Di Puncak Hyang
viewnya cukup terbuka dan tampak Danau Taman Hidup dari kejauhan. Tampakya
perjalanan masih panjang karena danau taman hidup target kami wkwkwk -_-.
Setelah rombongan lain tiba di Puncak Hyang, kami pamit untuk turun duluan. Di
turun dari Puncak Hyang kami nyasar kehilangan jalur, malah hampir masuk jurang
wkwkwk. Bang Ujang yang di belakang segera mencari jalur yang benar. Setelah
ketemu, aku dan Bang Agus melipir bukit menuju jalur yang sebenarnya. Sampai di
jalur yang benar kami pun harus rela bebarengan dengan rombongan tadi. Yeah, jodoh
mah ngga kemana wkwkwk.
Jalur turun dari Puncak Hyang hingga Cemoro Limo sangat
terjal. Tidak terbayang beratnya jika kita memulai pendakian dari jalur Bremi
yang minim sumber air. Menjelang hutan lumut tracknya cukup datar, berbatu
namun harus hati-hati karena sisi kanan adalah jurang. Kami masuk hutan lumut
pada saat kondisi hampir gelap dan pastinya kami akan kemalaman sampai di Danau
Taman Hidup :D. Kami harus berjalan cepat supaya cepat sampai. Saat waktunya
maghrib kami bertemu dengan Bang Rambo, Mas Fajar dan Mas Rendy yang
beristirahat. Bermodalkan cahaya senter, kami pun bareng menuju Taman Hidup
dalam kondisi gelap. Hawanya dingin-dingin mencekam. Banyak sepasang mata yang
seakan mengintai kami. Tracknya banyak datar. Namun basah dan lembab, banyak
kubangan lumpur, pohon tumbang dan semak belukar merintangi jalur. Sebelum
pertigaan Danau Taman Hidup terdapat sungai mengalir. Di pertigaan, kami
mengambil arah kiri untuk ke Danau Taman Hidup. Sedangkan arah kanan menuju
Jalur Bremi.
Pukul 18.30, kami sampai di Danau Taman Hidup. Kami tidak
bisa camp di pinggir tepian danau karena sedang becek parah. Akhirnya kami camp
di dalam hutan pinggir danau. Aku, Bang Rambo dan Mas Fajar bertugas mengambil
air di sungai sebelum pertigaan tadi sambil memastikan anggota kami yang masih
di belakang belum sampai. Rasa was-was berkecamuk ketika akan mengambil air di
sungai. Jalur sudah tidak terlihat jelas karena gelap. Tapi kami harus tetap
mengambil air karena sisa bekal minum sudah habis. Ketika tiba di sungai, kami
bertemu dengan teman-teman yang masih di belakang. Mereka lanjut ke tempat camp
Danau Taman Hidup. Setelah mengambil air, kami segera menyusul.
Malam terakhir di Gunung Argopuro, kami habiskan dengan
bersantai ria, ngobrol ngalor ngidul, masak-masak dan ngopi di Danau Taman
Hidup. Tiba-tiba kami menjadi hening seketika saat terdengar suara kucing hutan
yang mengeong. Suaranya sangat menyeramkan. Mirip tertawanya tante K -_-. Ranting-ranting
pohon yang sering jatuh di atas tenda juga cukup mengagetkan :D. Malam semakin
pekat, kami pun istirahat dari perjalanan yang melelahkan. Beruntung,
rombonganku bertemu dengan rombongan lain yang salah satu anggotanya pernah
mendaki Gunung Argopuro hehe.
16 April 2017
Pagi hari sebelum matahari terbit, aku terbangun. Menyusul
pula Bang Agus dan Bang Ujang beserta rombongan lainnya. Kami pun siap-siap
masak untuk sarapan. Sebelum masakan matang, aku dan Bang Agus memilih
jalan-jalan menikmati suasana Danau Taman Hidup yang hening, sunyi menyimpan
misteri. Kabut tipis dingin yang terkadang menebal menyelimuti Danau Taman
Hidup sembari menyibakkan keindahannya. Pagi yang sungguh eksotis. Aku pun
terbius dengan keindahannya. Di pinggir Danau Taman Hidup ini terdapat gubuk
yang sangat iconic dan instagramable :D. Untuk menuju gubuk itu perlu sedikit
perjuangan karena sangat becek dan lumpurnya sangat dalam. Aku pun sempat
terjebak :D.
Ketika mentari mulai meninggi, kabut pun hilang. Kami menuju
ke camp untuk sarapan, kemudian beres-beres dan packing. Pukul 10.00 kami mulai
bergerak turun ke Basecamp Jalur Pendakian Bremi. Dari pertigan semalam, kami
hanya lurus saja. Jika ke kanan akan mengarah ke Puncak Argopuro. Track yang
kami lewati mulanya datar-datar saja melewati hutan yang rapat dan berlumut.
Kemudian berubah menjadi turunan curam. Mulai dari sini kami harus berhati-hati
karena banyak percabangan. Aku memilih jalur setapak yang paling lebar saja
daripada nerobos-nerobos tidak jelas :D. Kami pun terpisah-pisah. Aku yang
turun setengah berlari ternyata terpaut jauh dengan teman-teman di belakang. Bang
Ujang dan Bang Rambo sudah di depan tak kelihatan rimbanya. Akhirnya aku
sendirian :D. Saat ngetrack turun itu sering terdapat suara krasak krusuk di
semak-semak kanan kiri jalur. Entahlah apa itu. Ku perbesar saja volume musik
box ku agar mengalihkan perhatian dan menemaniku bersenandung. Ku kebut pula
langkahku agar cepat bertemu dengan Bang Ujang dan Bang Rambo. Sampai di Hutan
Damar, aku sudah tenang karena sinar mentari mampu menembus kegelapan hutan.
Aku beristrahat sebentar kemudian kulanjutkan lagi perjalanan turun. Satu jam
kemudian, aku sampai di batas Hutan Damar dengan ladang penduduk. Disini ada
gubuk. Para petani juga ada yang beristirahat disini. Akhirnya aku menemukan
kehidupan yang sebenarnya :D.
Aku menunggu teman-teman di gubuk itu. Berbaur dengan para
petani yang kepo-kepo sedikit tentang pendakian kami. Setelah Bob dan Bang Agus
sampai di gubuk, aku melanjutkan perjalanan turun ke Basecamp Bremi yang
ternyata masih jauh. Kami harus melewati ladang penduduk. Panas terik matahari
sedikit melumpuhkan semangat. Pukul 13.00, aku, Bang Agus dan Om Bob sampai di
Basecamp Bremi. Tetapi kami terkaget-kaget karena Bang Ujang dan Bang Rambo
belum sampai basecamp. Padahal mereka berjalan turun duluan dan terpaut jauh di
depan. Kok bisa belum sampai? Pemikiran negatif menghantui kami. Nyasarkah? Apakah
mereka hilang? Kami beristirahat di basecamp sambil menunggu teman lainnya.
Satu jam kemudian, teman-teman kami sampai di Basecamp.
Begitu pula Bang Ujang dan Bang Rambo yang dikhawatirkan tersesat hilang.
Rupanya mereka sempat tersesat dan salah milih jalur percabangan. Yeah, memang
untuk jalur turun dari Danau Taman Hidup hingga Batas Hutan banyak percabangan.
Jadi perlu kehati-hatian yang ekstra J. Alhamdulillah deh, semua sudah
lengkap sampai di Basecamp Bremi.
Pukul 15.30, bus mini jurusan Bremi-Probolinggo melintas di
depan Basecamp. Kami pun menyetopnya. Yeah, kami naik bus tersebut untuk
perjalanan kembali pulang karena tidak ada angkutan lain dari Bremi. Tarifnya
Rp. 17.000,-/orang. Di tengah perjalanan, bus kami mampir di Omah Susu. Aku pun
membeli oleh-oleh susu segar dan kopi arabika-robusta :D. Pukul 18.30, kami
sampai kota Probolinggo. Bus yang kami tumpangi hanya sampai terminal angkutan
kecil. Kami harus oper angkot menuju Terminal Bus. Tarif angkot dipatok Rp.
7.000,-/orang. Di terminal Probolinggo kami berpisah dengan Mas Rendy yang
pulang ke Banyuwangi. Dari Terminal Bus Bayuangga, Probolinggo, kami menumpang
bus patas Akas menuju Surabaya dengan tarif Rp. 30.000,-/orang. Di Surabaya,
kami berpisah dengan Om Bob, Om Pet, Bang Rambo dan Cik Magda. Aku, Bang Agus
dan Bang Ujang pulang ke Jakarta via Jogja. Kami ke Jogja bareng Mas Bison, Mas
Fajar, Mas Gusman dan Mas Yuyung. Sampai di jogja, kami berpisah dengan mereka.
Di Jogja, aku bahagia karena kekasihku menemaniku di Terminal Giwangan Jogja,
menunggu bus yang mengantarku ke Depok. Makasih ya sudah jadi obat rindu dan
tempatku pulang :*.
Pengeluaran pribadi :
Kereta Gaya Baru Malam Selatan (senen-wonokromo) : 104.000
Angkot Wonokromo-Terminal Bungurasih, sby : 5.000
Kena calo terminal -_- : 75.000
Bus Surabaya-Besuki : 50.000
Carter elf Besuki-Baderan : 37.000
Simaksi pendakian (1 hari kerja = 20.000, 3 hari libur = 90.000) : 110.000
Bus Bremi-Probolinggo : 17.000
Angkot ke terminal Probolinggo : 7.000
Bus Probolinggo-Surabaya (Patas) : 30.000
Bus Surabaya-Jogja (AC Tarif Biasa) : 57.000
Bus Jogja-Depok (Sinar Jaya) : 100.000
Makan di perjalanan dan logistik pendakian : 300.000
Total Rp. 892.000,-
Kereta Gaya Baru Malam Selatan (senen-wonokromo) : 104.000
Angkot Wonokromo-Terminal Bungurasih, sby : 5.000
Kena calo terminal -_- : 75.000
Bus Surabaya-Besuki : 50.000
Carter elf Besuki-Baderan : 37.000
Simaksi pendakian (1 hari kerja = 20.000, 3 hari libur = 90.000) : 110.000
Bus Bremi-Probolinggo : 17.000
Angkot ke terminal Probolinggo : 7.000
Bus Probolinggo-Surabaya (Patas) : 30.000
Bus Surabaya-Jogja (AC Tarif Biasa) : 57.000
Bus Jogja-Depok (Sinar Jaya) : 100.000
Makan di perjalanan dan logistik pendakian : 300.000
Total Rp. 892.000,-
Salam Jun_krikers J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar