Sabtu, 31 Januari 2015

PENDAKIAN ABSURD DI SINDORO

Pendakian absurd di SINDORO



            Sebuah dongeng catper petualangan yang mungkin sudah usang, yeah sudah cukup lama memang tapi tak ada salahnya jika kuceritakan supaya tidak melupakannya. Disela kesibukanku yang menggila akibat mengerjakan proposal skripsiku, aku dipaksa untuk ikut berpetualang mendaki Gn. Sindoro. Bukannya aku malas karena sudah pernah mendaki kesana, tapi aku memang benar-benar sibuk. Entahlah, mengapa aku dipaksa untuk ikut, padahal aku sudah menolaknya. Tapi aku sedikit mengerti bahwa kehadiranku sangat dibutuhkan. Yeah, apa boleh buat. Jum’at malam, 17 Oktober 2014, aku sendiri berangkat dari Semarang menuju tempat kediaman Mul temanku di Jogja. Yeah, personil tim pendakian kali ini semua berdomisili di Jogja kecuali aku. Sampai disana aku disambut Joko, temannya Mul yang akan ikut mendaki juga. Selang sebentar Mul juga datang. Seperti biasa kami pun bercakap-cakap tentang persiapan dan jalannya pendakian ter-absurd esok hari yang diikuti 9 orang yang 6 diantaranya adalah kaum hawa, yaitu Jay, Uci, Gita, Uut, Ana dan Tiara. Yeah, baru kali ini timku kebanyakan kaum hawa dan newbie dalam dunia pendakian, bayangkan saja bagaimana rempongnya kami hahaha.
            Sabtu siang, 18 Oktober 2014, setelah persiapan bekal dan alat-alat, kami berangkat dari Jogja menuju Basecamp pendakian Gn. Sindoro di Kledung, Temanggung. Sampai di basecamp sekitar pukul 14.00. setelah sholat Ashar, berdo’a, dan registrasi kami memulai pendakian. Setelah menelurusi jalan desa, kami dihadapkan dengan track makadam di tengah ladang tembakau sejauh 2 km sampai post 1. Yeah, tidak terlalu terjal tapi jalur ini membuatku malas berjalan karena beban dipundakku lebih berat dari biasanya :p. Sebenarnya untuk mencapai post 1 dapat menggunakan jasa ojek dan itupun dilakukan oleh Gita secara gratis oleh tukang ojek yang baik hati *mungkin naksir :p. Tapi menurutku perjalanan dengan awalan mengojek itu mengurangi esensi sebuah pendakian hahaha. Kami sampai di post 1 sekitar pukul 16.30. setelah beristirahat sebentar kami memulai pendakian lagi. Setelah post 1, kami menelusuri rimbunnya hutan Gn. Sindoro dengan track tanah yang sedikit berkerikil. Sepanjang perjalanan masih ditemui banyak bonus berupa turunan tajam dan beberapa kali menyeberangi selokan dengan jembatan kayu dan beton. Kami sampai di post 2 pukul 18.00 atau saat adzan maghrib tiba. Kami beristirahat dan ngemil di post 2 cukup lama sambil menunggu adzan maghrib yang masih di telinga hilang. Semua canda tawa, senyum tulus membungkus rasa capek kami. Tak ada halangan yang berarti untuk mencapai post 2, semua masih berjalan lancar sebagaimana mestinya.
         Malam menjelang, langitpun menghitam, kami lanjut mendaki dengan cahaya senter membelah gelapnya hutan. Setelah post 2 track semakin terjal, terkadang kami harus melangkahi atau merunduk karena batang pohon menghalangi jalur. Setelah track berubah didominasi batu-batu langkah semakin berat. Kami harus sering-sering istirahat mengatur nafas dan minum secukupnya karena fisik yang kelelahan dan semakin lemah. Saat itu Uci menjerit sejadi-jadinya seperti kesurupan, aku pun kaget mendengarnya. Langsung saja ku banting carrier dan menghampirinya. Ternyata kakinya mengalami keram hebat. Kami beristirahat lama sambil mengobati dengan mengurut kakinya dan menenangkan agar tidak menjerit seperti itu karena akan membuat panik teman-teman yang lain. Setelah mendingan, kami lanjut mendaki lagi dengan santai. Vegetasi sudah mulai terbuka, terlihat juga pemandangan lampu kota yang indah, yeah berarti sebentar lagi kami akan sampai di post 3. Angin terasa semakin kencang dan kabut tipis sesekali muncul. Ku lihat di atas seperti turun hujan karena beberapa kali terlihat kilatan petir. Saat itu aku membawa 2 tenda maka aku harus berjalan dahulu meninggalkan mereka supaya sampai di post 3 tenda sudah jadi jika hujan turun.
            Aku berjalan sendiri meninggalkan mereka. Terdengar suara ramai sekali di post 3 dan senter-senter yang memberi tanda. Aku sampai di post 3. Aku membangun tenda dibantu oleh pendaki-pendaki asal Magelang. Kata mereka, sebelum aku sampai di post 3 ini, ada 3 babi hutan lewat dan mengganggu tenda mereka. Ternyata suara ramai itu akibat ulah babi hutan hahaha. Alhasil terjadilah perkampungan tenda pendaki karena saling berdempetan di post 3 ini. Tenda kami sudah berdiri, tak lupa aku berterima kasih pada mereka. Teman-temanku sampai di post 3. Langsung saja kami bongkar-bongkar carrier untuk memasak. Yeah, kami sudah sangat lapar. Setelah selesai makan, kami masuk tenda. Uci kembali menjerit lagi, kedua kakinya mengalami keram. Kami mengobatinya lagi dan dibantu oleh pendaki Magelang tadi, sedangkan kaum hawa yang lain kusuruh masuk tenda lagi agar tidak kedinginan. Yeah, mungkin ini adalah pelajaran bahwa mendaki itu butuh persiapan fisik dan stamina seperti renang atau jogging min H-2 pendakian. Jangan min H-1 pendakian karena fisik yang lelah kurang istirahat akan semakin lelah dibuat mendaki. Disamping itu sangat disaran disarankan menggunakan celana yang longgar / bukan jeans. Setelah keram Uci sembuh, kami mencoba untuk tidur. Sedangkan yang lain sudah tidur di tenda satunya. Yeah, mungkin karena kebiasaan tidurku yang sangat larut malam maka aku tak bisa tidur. Aku pun membuat kopi. Tak hanya aku yang tidak bisa tidur, Mul, Joko, Jay, Uci juga tak bisa tidur. Maka terciptalah beberapa gelas kopi curhat :p. Pendaki asal magelang itu sesekali nimbrung juga. Malam semakin larut dan dingin, kami masuk tenda lagi dan tidur. Rencana esok pagi pukul 03.00 melanjutkan pendakian ke puncak bersama pendaki Magelang.
           Minggu, 19 Oktober 2014, pukul 03.00 kami sudah bangun untuk melanjutkan perjalanan ke puncak. Namun beberapa temanku ada yang sakit karena kedinginan, salah satunya Mul. Dia mengalami muntah-muntah. Sedikit terjadi percek-cokan juga antara aku yang membatalkan pendakian menunggu semuanya fit dengan Mul yang mau nekat naik dengan kondisi yang akan membahayakan keselamatan dan jiwanya -_-. Akhirnya kami pun tidur lagi sampai sunrise hampir menyinari bumi. Yeah, kami bangun pada saat momen yang tepat. Akan tetapi sunrise yang ditunggu-tunggu tak menampakan jati dirinya karena terhalang kabut hahaha. Alhasil kami pun masak untuk menambah tenaga untuk ke puncak. Menu kali ini berbeda dari biasanya karena Jay membuatkan kami bubur kacang ijo. Entah enak atau tidak, bubur pun habis dimangsa :p. Setelah bongkar tenda kami pun siap melanjutkan perjalanan tepat pukul 08.00. Cuaca pagi itu sangat panas dan terik membuat langkah kaki semakin lemah untuk menanjak tanjakan-tanjakan terjal. Beban bawaanku yang berat membuatku memilih berjalan paling belakang saja menuntun teman-temanku sampai puncak. Jay juga menemaniku berjalan di belakang. Yeah, semakin lama berjalan membuatku semakin kepayahan. Jelas saja badanku yang cungkring seperti ini membawa beban 2 tenda dan beberapa botol 1,5 liter membuat badanku semakin menulang saja hahaha. Maka belajar dari pengalaman sebelumnya, aku pun mencoba mencari tempat aman untuk menyembunyikan carrierku :p. Setelah mendapat tempat aman, aku dan Jay menyembunyikan carrier, diikuti juga oleh pendaki Semarang, Mas Ari cs yang baru saja kami temui. Setelah carrier aman, kami bersama-sama menuju puncak dengan bekal air minum. Di kejauhan terlihat kaum hawa yang lain sudah jauh meninggalkan kami. Namun di tengah perjalanan kami bertemu dengan Mul, Joko dan Uci yang kembali mengalami keram. Karena harus ada yang mendampingi kaum hawa di depan maka Mul dan Joko kupersilahkan untuk menghampiri mereka. Aku dan Jay menemani Uci dan menyemangatinya agar mau melanjutkan perjalanan ke puncak, dibantu oleh Mas Ari cs dengan terapinya supaya tidak keram lagi. Yeah, setelah sembuh keramnya akhirnya kami melanjutkan perjalanan lagi ke puncak.
            Tanjakan-tanjakan tanpa henti kami lahap dengan langkah keong. Sampailah kami di post 4 / watu tatah. Disini kami bertemu dengan tim pendakianku, Mul, Joko, Gita, Uut, Ana dan Tiara. Setelah beristirahat lama tim pendakianku terpecah. Yeah, Gita dan Uut memilih turun ke basecamp karena ada sesuatu hal. Sedangkan aku dan sisa-sisa timku melanjutkan perjalanan ke puncak. Track yang kami lewati sebagian besar berupa setapak tanah terjal di tengah sabana yang dikelilingi oleh pohon lamtoro gunung dan padang edelweiss namun tak ada bunga edelweiss bermekaran karena sudah bukan musimnya :/. Tinggal beberapa langkah saja kami sampai puncak sudah tercium aroma belerang yang sangat menyengat dan terdengar juga suara kawah yang menunjukkan aktivitasnya. Yeah kami sampai di puncak pukul 13.00. Cuaca saat kami sampai di puncak begitu berkabut tipis namun kawah Gn. Sindoro yang eksotis masih dapat terlihat. Terdapat asap belerang menyembur cukup pekat, tebing-tebing kawah yang memutih, air kawah yang hijau, dan pohon-pohon yang mati teracuni belerang. Yeah, kami semua minus Uut dan Gita bahagia telah mencapai puncak. Bagi Uci, ini adalah puncak pertama di pendakian pertamanya sehingga dia langsung sujud syukur ketika sampai di puncak. Kami tak lama-lama bersantai-santai di puncak karena bau belerang yang sudah sangat pekat. Yeah, dari basecamp kemarin sudah disarankan oleh penjaganya untuk tidak berada di sekitar kawah lewat pukul 13.00. Mungkin karena matahari tepat berada di atas kawah maka asap belerang pun mudah menguap di udara sehingga kadar belerang menjadi pekat.
            Setelah berfoto-foto dan mengabadikan moment di puncak, kami pun langsung turun gunung. Mul berjalan lebih dahulu menyusul Uut dan Gita untuk memastikan bahwa mereka tidak kenapa-kenapa. Sedangkan Mas Ari cs beristirahat untuk makan. Aku, Joko, Jay, Uci, Ana dan Tiara menyusul Mul yang sudah berada jauh di depan. Saat turun, kami bertemu pendaki yang baru akan summit. Mereka adalah Mas Hendra cs. Yeah, terjadilah percakapan-percakapan yang biasanya dilakukan saat bertemu dengan pendaki lain. Tahu sendiri kan? Hehe. Kami terlalu asyik turun dengan cara berlari dan Tiara pun salah ambil langkah kemudian jatuh, jungkir balik dan salto. Kakinya pun keseleo. Aku yang berada jauh di belakang saat itu hanya melihat saja, kalah tanggap dengan Joko yang membantunya memapah untuk berjalan. Yeah, ku harap ia masih mampu berjalan sampai basecamp meskipun dipapah :). Setelah kami sampai di kawasan post 4 / watu tatah, aku menyuruh teman-temanku berjalan turun lebih dahulu karena isi perutku mau keluar :p. Yeah, aku pun mencari tempat yang sepi tersembunyi di semak-semak kemudian menggali lubang dan ku keluarkan isi perutku :p. Yeah, lega sekali rasanya :D. Semua beban diujung saluran ekskresiku sudah sirna :D. Semoga saja hasil ekskresiku mampu menjadi pupuk untuk kesuburan sang bunga abadi *edelweiss :). Setelah urusan pribadi ini selesai, aku buru-buru menutup hasil galianku. Kemudian beranjak menghampiri teman-temanku yang sudah nampak jauh. 
            Akhirnya aku sampai juga pada teman-temanku dengan cara berlari hahaha. Kulihat Tiara masih berjalan dipapah oleh si Joko. Kasihan sekali dia. Dalam pikirku kenapa bukan aku saja yang memapahnya. Ah sudahlah, mungkin aku cemburu. Tapi untuk apa? Aku juga baru kenal kemarin. Aku juga nggak bicara banyak dengannya. Dia juga terlalu misterius dengan balutan maskernya. Seperti dongeng-dongengku sebelumnya, aku terlalu sinis pada sesosok wanita yang memakai masker. Tapi tak pungkiri dia begitu manis dan aku tetap stay cool, calm, dan cuek.
            Kami berhenti di tempat persembunyian carrier. Setelah carrier ditemukan, kami sepakat untuk menunggu Mas Ari cs yang masih berada di atas. Lama sekali kami menunggunya. Jay dan Tiara terlihat kurang sehat, mukanya pucat karena kedinginan. Kemudian terdengar langkah kaki yang memburu dari atas. Yeah, mereka adalah Mas Hendra cs yang baru saja turun dari puncak. Karena Jay, Uci dan Tiara yang sudah tidak sehat maka kutitipkan saja mereka untuk turun bersama Mas Hendra cs. Aku, Joko dan Ana masih stay menunggu Mas Ari cs. Waktu sudah hampir maghrib, Mas Ari cs tak kunjung tiba di tkp. Tubuh kami sudah mulai menggigil kedinginan dan kami mulai lapar. Dengan terpaksa kami memakan mie mentah hahaha. Yeah, untuk mengefisienkan waktu turun dan tetap sehat. Kami bertiga pun turun saja menyusul Mas Hendra cs.
            Kami bertemu mereka lengkap dengan Jay, Uci dan Tiara di post 3. Kami beristirahat menunggu adzan maghrib yang masih mengumandang di telinga hingga hilang tersapu oleh gelapnya langit. Kami melanjutkan perjalanan turun lagi dituntun oleh cahaya senter. Yeah, perjalanan turun ini terasa sangat berat karena sudah sangat lelah. Disamping itu isi perutku mulai memberontak ingin keluar lagi. Yeah, sepertinya aku diare lagi -_-. Tak mungkin aku mengeluarkannya seperti sebelumnya karena saat ini aku sudah berada di dalam hutan, saat gelap malam pula. Tak mau ambil resiko isi perutku keluar sendiri saat berjalan ataupun nekat mengeluarkannya di hutan kemudian diseduruk babi hutan atau dipatok ular, aku pun pamit untuk berjalan sendirian duluan. Kutitipkan teman-temanku yang tersisa pada Mas Hendra cs. Yeah, kuharap mereka memaklumiku yang sudah kebelet diare -_-. Aku berjalan sendiri meninggalkan mereka. Iya aku berjalan sendiri. Bagiku itu sudah biasa. Aku berjalan cepat setengah berlari. Aku tak peduli jika ada makhluk dari dunia lain menggangguku. Sepanjang kesendirianku, memang aku merasakan hal-hal yang aneh seperti semak-semak yang bergesekan sendiri padahal tidak ada angin, bunyi-bunyi ranting kayu yang patah, mendengar suara orang mengobrol padahal hanya ada aku sendiri, bahkan jembatan yang kulalui seperti melebihi dari jumlah yang sewajarnya. Ah sudahlah, aku gak mau tahu. Aku sih cuek hahaha. Aku pun terus berjalan cepat saja. Aku harus cepat sampai ke post 1 kemudian ngojek ke basecamp karena aku tak tahan menahan diare -_-.
            Yeah, akhirnya setelah perjalanan sendiri yang melelahkan aku sampai juga di post 1. Sang tukang ojek langsung menawarkan jasanya dan aku langsung mengiyakannya dengan fee 15rb. Pukul 20.30 Aku sampai di basecamp dengan jasa tukang ojek. Kulihat Mul yang sedang tidur di depan basecamp. Agak kesal juga aku melihatnya karena sepanjang pendakian dia yang paling susah diatur alias ngeyel, padahal niatku baik untuk keselamatannya. Tak kulihat juga wujud Gita dan Uut disana, karena kabarnya mereka sudah pulang. Setelah kuletakkan carrierku, aku berlari menuju WC masjid untuk membuang hajadku yang sudah memuncak. Setelah buang hajad, aku ke basecamp lagi untuk mengambil motor lalu cari makan di warung. Saat makan di warung, perasaanku juga sangat tak nyaman. Terpikirkan olehku bahwa teman-temanku yang masih diatas mengalami kesulitan. Yeah, kali ini aku benar-benar tidak bisa berbuat apa-apa untuk membantunya. Kenapa juga aku harus mengalami diare -_-. Maafkan aku yang payah ini teman-teman :(.
            Setelah makan, aku menuju basecamp. disana terlihat ramai namun teman-temanku belum juga terlihat. Ternyata Mul sudah bangun dari tidurnya. Dia tampak panik dan seperti orang kebingungan. Orang-orang basecamp kemudian mengintrogasi Aku dan Mul perihal teman-teman yang masih di atas. Orang-orang basecamp dapat kabar kalo teman kami yang masih di atas harus diditandu karena ada yang sakit. Aku jelaskan jika memang ada yang sakit karena sebagian besar sudah pucat hampir hipotermia dan Tiara mengalami cedera akibat saltonya. Aku pun menjelaskan alasanku mengapa turun lebih dulu karena beberapa kali diare -_-.
            Orang-orang basecamp kemudian menjemput teman-temanku di post 1. Yeah, sekali lagi aku merasa sangat bersalah, aku payah dan tak bisa berbuat apa-apa kali ini. Aku pun sempat beradu mulut dengan Mul karena saling menyalahkan. Akhirnya kami bertengkar hebat dan tak ada yang memisahkan pertengkaran kami. Di tengah pertengkaran itu aku mengalah tak bergerak dan siap menerima pukulannya. Ku pikir buat apa aku bertengkar disaat teman-temanku yang di atas mengalami kesulitan. Pukul saja diriku yang payah ini dan aku cukup tahu saja tentangmu sobat. Entah kenapa aku tak juga dipukul. Pertengkaran hebat kami selesai dengan kata-katanya rasis yang mengagungkan orang-orang perantau dari timur. Setelah pertengkaran itu aku pun lebih baik diam, tak perlu banyak cakap menghindari pertengakaran yang lebih lanjut. Kupikir ah sudahlah jika persahabatanku yang berawal dari sama-sama mendaki gunung ini putus gara-gara mendaki gunung juga. Dan menurutku itu sangat konyol sekali hahaha. Kubiarkan saja dia dan lebih baik aku stay cool, calm dan cuek. Entah sampai kapan.
            Aku beranjak pindah ke dalam basecamp, pura-pura tidur sambil menunggu teman-teman yang lain datang. Lama sekali aku menunggu mereka sampai aku sempat tertidur juga. Aku terbangun ketika basecamp menjadi ramai. Yeah, ternyata teman-temanku sudah sampai. Kulihat raut wajah meraka yang penuh peluh kesah, terlebih Tiara yang kelihatan sangat lemas kemudian dikasih obat p3k. Aku tak tahu proses bagaimana perjuangan mereka menghadapi kesulitan itu. Namun mereka bersedia menceritakan semuanya. Aku pun hanya bisa minta maaf karena tak bisa banyak membantu. Meskipun begitu aku tahu pandangan sinis mengarah padaku, terlebih pula pada Mul yang sudah meninggalkan kami lebih dahulu. Aku juga tak lupa berterimakasih pada Mas Hendra cs dan Mas Ari cs yang sudah banyak membantu teman-temanku. Setelah makan lagi bersama-sama kami pun istirahat tidur dan akan pulang besok pagi.
            Senin, 20 Oktober 2014, pukul 06.00 aku dan teman-temanku bangun tidur. Mul, Joko, Ana dan Tiara pamit pulang ke Jogja, sedangkan aku dan Mas Ari mencari makan. Setelah makan, aku pulang ke Semarang bersama Mas Ari cs. Kami berpisah dengan Jay dan Uci di Temanggung karena pulangnya ke Jogja. Jam kuliahku bahasa inggris hari itu pukul 07.30. Terpaksa aku bolos kuliah karena waktunya tak terkejar. Sampai di Semarang aku pun langsung hibernasi sepuasnya di kost :D.
            Yeah, pendakian Gn. Sindoro kali ini sangat absurd dengan berbagai permasalahannya. Dimana tim pendakianku terlalu banyak kaum hawa, banyak yang sakit hingga pertengkaranku dengan sahabatku. Saat kutuliskan dongeng ini, aku sudah baikan dengan sahabatku. Namun dengan absurdnya pendakian ini, karena menghasilkan sebuah cinta seperti jadiannya si Jay dan Mas Hendra H+7 pendakian absurd itu hingga saat kutuliskan dongeng ini :D. dan saat ini aku lebih mengenal Tiara daripada sebelumnya. Yeah, karena dia adalah kekasihku saat kutulis dongeng ini :). Terimakasih pendakian Gn. Sindoro ku yang absurd :D.

Salam Jun_krikers

Tidak ada komentar:

Posting Komentar