Pendakian absurd di SINDORO
Sebuah dongeng catper petualangan
yang mungkin sudah usang, yeah sudah cukup lama memang tapi tak ada salahnya
jika kuceritakan supaya tidak melupakannya. Disela kesibukanku yang menggila
akibat mengerjakan proposal skripsiku, aku dipaksa untuk ikut berpetualang
mendaki Gn. Sindoro. Bukannya aku malas karena sudah pernah mendaki kesana,
tapi aku memang benar-benar sibuk. Entahlah, mengapa aku dipaksa untuk ikut,
padahal aku sudah menolaknya. Tapi aku sedikit mengerti bahwa kehadiranku
sangat dibutuhkan. Yeah, apa boleh buat. Jum’at malam, 17 Oktober 2014, aku
sendiri berangkat dari Semarang menuju tempat kediaman Mul temanku di Jogja.
Yeah, personil tim pendakian kali ini semua berdomisili di Jogja kecuali aku. Sampai
disana aku disambut Joko, temannya Mul yang akan ikut mendaki juga. Selang
sebentar Mul juga datang. Seperti biasa kami pun bercakap-cakap tentang
persiapan dan jalannya pendakian ter-absurd esok hari yang diikuti 9 orang yang
6 diantaranya adalah kaum hawa, yaitu Jay, Uci, Gita, Uut, Ana dan Tiara. Yeah,
baru kali ini timku kebanyakan kaum hawa dan newbie dalam dunia pendakian, bayangkan
saja bagaimana rempongnya kami hahaha.
Sabtu siang, 18 Oktober 2014,
setelah persiapan bekal dan alat-alat, kami berangkat dari Jogja menuju
Basecamp pendakian Gn. Sindoro di Kledung, Temanggung. Sampai di basecamp
sekitar pukul 14.00. setelah sholat Ashar, berdo’a, dan registrasi kami memulai
pendakian. Setelah menelurusi jalan desa, kami dihadapkan dengan track makadam
di tengah ladang tembakau sejauh 2 km sampai post 1. Yeah, tidak terlalu terjal
tapi jalur ini membuatku malas berjalan karena beban dipundakku lebih berat
dari biasanya :p. Sebenarnya untuk mencapai post 1 dapat menggunakan jasa ojek dan
itupun dilakukan oleh Gita secara gratis oleh tukang ojek yang baik hati
*mungkin naksir :p. Tapi menurutku perjalanan dengan awalan mengojek itu
mengurangi esensi sebuah pendakian hahaha. Kami sampai di post 1 sekitar pukul
16.30. setelah beristirahat sebentar kami memulai pendakian lagi. Setelah post
1, kami menelusuri rimbunnya hutan Gn. Sindoro dengan track tanah yang sedikit
berkerikil. Sepanjang perjalanan masih ditemui banyak bonus berupa turunan
tajam dan beberapa kali menyeberangi selokan dengan jembatan kayu dan beton.
Kami sampai di post 2 pukul 18.00 atau saat adzan maghrib tiba. Kami
beristirahat dan ngemil di post 2 cukup lama sambil menunggu adzan maghrib yang
masih di telinga hilang. Semua canda tawa, senyum tulus membungkus rasa capek
kami. Tak ada halangan yang berarti untuk mencapai post 2, semua masih berjalan
lancar sebagaimana mestinya.
Malam menjelang, langitpun
menghitam, kami lanjut mendaki dengan cahaya senter membelah gelapnya hutan.
Setelah post 2 track semakin terjal, terkadang kami harus melangkahi atau
merunduk karena batang pohon menghalangi jalur. Setelah track berubah
didominasi batu-batu langkah semakin berat. Kami harus sering-sering istirahat
mengatur nafas dan minum secukupnya karena fisik yang kelelahan dan semakin
lemah. Saat itu Uci menjerit sejadi-jadinya seperti kesurupan, aku pun kaget
mendengarnya. Langsung saja ku banting carrier dan menghampirinya. Ternyata
kakinya mengalami keram hebat. Kami beristirahat lama sambil mengobati dengan
mengurut kakinya dan menenangkan agar tidak menjerit seperti itu karena akan
membuat panik teman-teman yang lain. Setelah mendingan, kami lanjut mendaki
lagi dengan santai. Vegetasi sudah mulai terbuka, terlihat juga pemandangan
lampu kota yang indah, yeah berarti sebentar lagi kami akan sampai di post 3.
Angin terasa semakin kencang dan kabut tipis sesekali muncul. Ku lihat di atas
seperti turun hujan karena beberapa kali terlihat kilatan petir. Saat itu aku membawa
2 tenda maka aku harus berjalan dahulu meninggalkan mereka supaya sampai di
post 3 tenda sudah jadi jika hujan turun.
Aku berjalan sendiri meninggalkan
mereka. Terdengar suara ramai sekali di post 3 dan senter-senter yang memberi
tanda. Aku sampai di post 3. Aku membangun tenda dibantu oleh pendaki-pendaki
asal Magelang. Kata mereka, sebelum aku sampai di post 3 ini, ada 3 babi hutan
lewat dan mengganggu tenda mereka. Ternyata suara ramai itu akibat ulah babi
hutan hahaha. Alhasil terjadilah perkampungan tenda pendaki karena saling
berdempetan di post 3 ini. Tenda kami sudah berdiri, tak lupa aku berterima
kasih pada mereka. Teman-temanku sampai di post 3. Langsung saja kami
bongkar-bongkar carrier untuk memasak. Yeah, kami sudah sangat lapar. Setelah
selesai makan, kami masuk tenda. Uci kembali menjerit lagi, kedua kakinya
mengalami keram. Kami mengobatinya lagi dan dibantu oleh pendaki Magelang tadi,
sedangkan kaum hawa yang lain kusuruh masuk tenda lagi agar tidak kedinginan. Yeah,
mungkin ini adalah pelajaran bahwa mendaki itu butuh persiapan fisik dan stamina
seperti renang atau jogging min H-2 pendakian. Jangan min H-1 pendakian karena
fisik yang lelah kurang istirahat akan semakin lelah dibuat mendaki. Disamping
itu sangat disaran disarankan menggunakan celana yang longgar / bukan jeans. Setelah
keram Uci sembuh, kami mencoba untuk tidur. Sedangkan yang lain sudah tidur di
tenda satunya. Yeah, mungkin karena kebiasaan tidurku yang sangat larut malam
maka aku tak bisa tidur. Aku pun membuat kopi. Tak hanya aku yang tidak bisa
tidur, Mul, Joko, Jay, Uci juga tak bisa tidur. Maka terciptalah beberapa gelas
kopi curhat :p. Pendaki asal magelang itu sesekali nimbrung juga. Malam semakin
larut dan dingin, kami masuk tenda lagi dan tidur. Rencana esok pagi pukul
03.00 melanjutkan pendakian ke puncak bersama pendaki Magelang.
Minggu, 19 Oktober 2014, pukul 03.00
kami sudah bangun untuk melanjutkan perjalanan ke puncak. Namun beberapa
temanku ada yang sakit karena kedinginan, salah satunya Mul. Dia mengalami
muntah-muntah. Sedikit terjadi percek-cokan juga antara aku yang membatalkan
pendakian menunggu semuanya fit dengan Mul yang mau nekat naik dengan kondisi
yang akan membahayakan keselamatan dan jiwanya -_-. Akhirnya kami pun tidur
lagi sampai sunrise hampir menyinari bumi. Yeah, kami bangun pada saat momen
yang tepat. Akan tetapi sunrise yang ditunggu-tunggu tak menampakan jati
dirinya karena terhalang kabut hahaha. Alhasil kami pun masak untuk menambah
tenaga untuk ke puncak. Menu kali ini berbeda dari biasanya karena Jay membuatkan
kami bubur kacang ijo. Entah enak atau tidak, bubur pun habis dimangsa :p. Setelah
bongkar tenda kami pun siap melanjutkan perjalanan tepat pukul 08.00. Cuaca
pagi itu sangat panas dan terik membuat langkah kaki semakin lemah untuk
menanjak tanjakan-tanjakan terjal. Beban bawaanku yang berat membuatku memilih
berjalan paling belakang saja menuntun teman-temanku sampai puncak. Jay juga
menemaniku berjalan di belakang. Yeah, semakin lama berjalan membuatku semakin
kepayahan. Jelas saja badanku yang cungkring seperti ini membawa beban 2 tenda
dan beberapa botol 1,5 liter membuat badanku semakin menulang saja hahaha. Maka
belajar dari pengalaman sebelumnya, aku pun mencoba mencari tempat aman untuk
menyembunyikan carrierku :p. Setelah mendapat tempat aman, aku dan Jay
menyembunyikan carrier, diikuti juga oleh pendaki Semarang, Mas Ari cs yang
baru saja kami temui. Setelah carrier aman, kami bersama-sama menuju puncak
dengan bekal air minum. Di kejauhan terlihat kaum hawa yang lain sudah jauh
meninggalkan kami. Namun di tengah perjalanan kami bertemu dengan Mul, Joko dan
Uci yang kembali mengalami keram. Karena harus ada yang mendampingi kaum hawa
di depan maka Mul dan Joko kupersilahkan untuk menghampiri mereka. Aku dan Jay
menemani Uci dan menyemangatinya agar mau melanjutkan perjalanan ke puncak,
dibantu oleh Mas Ari cs dengan terapinya supaya tidak keram lagi. Yeah, setelah
sembuh keramnya akhirnya kami melanjutkan perjalanan lagi ke puncak.
Tanjakan-tanjakan tanpa henti kami
lahap dengan langkah keong. Sampailah kami di post 4 / watu tatah. Disini kami
bertemu dengan tim pendakianku, Mul, Joko, Gita, Uut, Ana dan Tiara. Setelah
beristirahat lama tim pendakianku terpecah. Yeah, Gita dan Uut memilih turun ke
basecamp karena ada sesuatu hal. Sedangkan aku dan sisa-sisa timku melanjutkan
perjalanan ke puncak. Track yang kami lewati sebagian besar berupa setapak
tanah terjal di tengah sabana yang dikelilingi oleh pohon lamtoro gunung dan
padang edelweiss namun tak ada bunga edelweiss bermekaran karena sudah bukan
musimnya :/. Tinggal beberapa langkah saja kami sampai puncak sudah tercium
aroma belerang yang sangat menyengat dan terdengar juga suara kawah yang
menunjukkan aktivitasnya. Yeah kami sampai di puncak pukul 13.00. Cuaca saat
kami sampai di puncak begitu berkabut tipis namun kawah Gn. Sindoro yang
eksotis masih dapat terlihat. Terdapat asap belerang menyembur cukup pekat,
tebing-tebing kawah yang memutih, air kawah yang hijau, dan pohon-pohon yang
mati teracuni belerang. Yeah, kami semua minus Uut dan Gita bahagia telah
mencapai puncak. Bagi Uci, ini adalah puncak pertama di pendakian pertamanya
sehingga dia langsung sujud syukur ketika sampai di puncak. Kami tak lama-lama
bersantai-santai di puncak karena bau belerang yang sudah sangat pekat. Yeah,
dari basecamp kemarin sudah disarankan oleh penjaganya untuk tidak berada di
sekitar kawah lewat pukul 13.00. Mungkin karena matahari tepat berada di atas
kawah maka asap belerang pun mudah menguap di udara sehingga kadar belerang
menjadi pekat.
Setelah berfoto-foto dan
mengabadikan moment di puncak, kami pun langsung turun gunung. Mul berjalan
lebih dahulu menyusul Uut dan Gita untuk memastikan bahwa mereka tidak
kenapa-kenapa. Sedangkan Mas Ari cs beristirahat untuk makan. Aku, Joko, Jay,
Uci, Ana dan Tiara menyusul Mul yang sudah berada jauh di depan. Saat turun, kami
bertemu pendaki yang baru akan summit. Mereka adalah Mas Hendra cs. Yeah,
terjadilah percakapan-percakapan yang biasanya dilakukan saat bertemu dengan pendaki
lain. Tahu sendiri kan? Hehe. Kami terlalu asyik turun dengan cara berlari dan
Tiara pun salah ambil langkah kemudian jatuh, jungkir balik dan salto. Kakinya
pun keseleo. Aku yang berada jauh di belakang saat itu hanya melihat saja,
kalah tanggap dengan Joko yang membantunya memapah untuk berjalan. Yeah, ku
harap ia masih mampu berjalan sampai basecamp meskipun dipapah :). Setelah kami sampai di kawasan post 4 / watu
tatah, aku menyuruh teman-temanku berjalan turun lebih dahulu karena isi
perutku mau keluar :p. Yeah, aku pun mencari tempat yang sepi tersembunyi di
semak-semak kemudian menggali lubang dan ku keluarkan isi perutku :p. Yeah,
lega sekali rasanya :D. Semua beban diujung saluran ekskresiku sudah sirna :D. Semoga
saja hasil ekskresiku mampu menjadi pupuk untuk kesuburan sang bunga abadi *edelweiss :). Setelah urusan pribadi ini selesai, aku buru-buru
menutup hasil galianku. Kemudian beranjak menghampiri teman-temanku yang sudah
nampak jauh.
Akhirnya aku sampai juga pada
teman-temanku dengan cara berlari hahaha. Kulihat Tiara masih berjalan dipapah
oleh si Joko. Kasihan sekali dia. Dalam pikirku kenapa bukan aku saja yang
memapahnya. Ah sudahlah, mungkin aku cemburu. Tapi untuk apa? Aku juga baru
kenal kemarin. Aku juga nggak bicara banyak dengannya. Dia juga terlalu
misterius dengan balutan maskernya. Seperti dongeng-dongengku sebelumnya, aku
terlalu sinis pada sesosok wanita yang memakai masker. Tapi tak pungkiri dia
begitu manis dan aku tetap stay cool, calm, dan cuek.
Kami berhenti di tempat
persembunyian carrier. Setelah carrier ditemukan, kami sepakat untuk menunggu
Mas Ari cs yang masih berada di atas. Lama sekali kami menunggunya. Jay dan
Tiara terlihat kurang sehat, mukanya pucat karena kedinginan. Kemudian
terdengar langkah kaki yang memburu dari atas. Yeah, mereka adalah Mas Hendra
cs yang baru saja turun dari puncak. Karena Jay, Uci dan Tiara yang sudah tidak
sehat maka kutitipkan saja mereka untuk turun bersama Mas Hendra cs. Aku, Joko
dan Ana masih stay menunggu Mas Ari cs. Waktu sudah hampir maghrib, Mas Ari cs
tak kunjung tiba di tkp. Tubuh kami sudah mulai menggigil kedinginan dan kami
mulai lapar. Dengan terpaksa kami memakan mie mentah hahaha. Yeah, untuk
mengefisienkan waktu turun dan tetap sehat. Kami bertiga pun turun saja
menyusul Mas Hendra cs.
Kami bertemu mereka lengkap dengan
Jay, Uci dan Tiara di post 3. Kami beristirahat menunggu adzan maghrib yang
masih mengumandang di telinga hingga hilang tersapu oleh gelapnya langit. Kami
melanjutkan perjalanan turun lagi dituntun oleh cahaya senter. Yeah, perjalanan
turun ini terasa sangat berat karena sudah sangat lelah. Disamping itu isi
perutku mulai memberontak ingin keluar lagi. Yeah, sepertinya aku diare lagi
-_-. Tak mungkin aku mengeluarkannya seperti sebelumnya karena saat ini aku
sudah berada di dalam hutan, saat gelap malam pula. Tak mau ambil resiko isi
perutku keluar sendiri saat berjalan ataupun nekat mengeluarkannya di hutan
kemudian diseduruk babi hutan atau dipatok ular, aku pun pamit untuk berjalan sendirian
duluan. Kutitipkan teman-temanku yang tersisa pada Mas Hendra cs. Yeah, kuharap
mereka memaklumiku yang sudah kebelet diare -_-. Aku berjalan sendiri
meninggalkan mereka. Iya aku berjalan sendiri. Bagiku itu sudah biasa. Aku berjalan
cepat setengah berlari. Aku tak peduli jika ada makhluk dari dunia lain
menggangguku. Sepanjang kesendirianku, memang aku merasakan hal-hal yang aneh
seperti semak-semak yang bergesekan sendiri padahal tidak ada angin,
bunyi-bunyi ranting kayu yang patah, mendengar suara orang mengobrol padahal
hanya ada aku sendiri, bahkan jembatan yang kulalui seperti melebihi dari jumlah
yang sewajarnya. Ah sudahlah, aku gak mau tahu. Aku sih cuek hahaha. Aku pun
terus berjalan cepat saja. Aku harus cepat sampai ke post 1 kemudian ngojek ke
basecamp karena aku tak tahan menahan diare -_-.
Yeah, akhirnya setelah perjalanan
sendiri yang melelahkan aku sampai juga di post 1. Sang tukang ojek langsung
menawarkan jasanya dan aku langsung mengiyakannya dengan fee 15rb. Pukul 20.30
Aku sampai di basecamp dengan jasa tukang ojek. Kulihat Mul yang sedang tidur
di depan basecamp. Agak kesal juga aku melihatnya karena sepanjang pendakian dia
yang paling susah diatur alias ngeyel, padahal niatku baik untuk keselamatannya.
Tak kulihat juga wujud Gita dan Uut disana, karena kabarnya mereka sudah pulang.
Setelah kuletakkan carrierku, aku berlari menuju WC masjid untuk membuang
hajadku yang sudah memuncak. Setelah buang hajad, aku ke basecamp lagi untuk
mengambil motor lalu cari makan di warung. Saat makan di warung, perasaanku
juga sangat tak nyaman. Terpikirkan olehku bahwa teman-temanku yang masih
diatas mengalami kesulitan. Yeah, kali ini aku benar-benar tidak bisa berbuat
apa-apa untuk membantunya. Kenapa juga aku harus mengalami diare -_-. Maafkan aku
yang payah ini teman-teman :(.
Setelah makan, aku menuju basecamp.
disana terlihat ramai namun teman-temanku belum juga terlihat. Ternyata Mul
sudah bangun dari tidurnya. Dia tampak panik dan seperti orang kebingungan. Orang-orang
basecamp kemudian mengintrogasi Aku dan Mul perihal teman-teman yang masih di
atas. Orang-orang basecamp dapat kabar kalo teman kami yang masih di atas harus
diditandu karena ada yang sakit. Aku jelaskan jika memang ada yang sakit karena
sebagian besar sudah pucat hampir hipotermia dan Tiara mengalami cedera akibat
saltonya. Aku pun menjelaskan alasanku mengapa turun lebih dulu karena beberapa
kali diare -_-.
Orang-orang basecamp kemudian
menjemput teman-temanku di post 1. Yeah, sekali lagi aku merasa sangat
bersalah, aku payah dan tak bisa berbuat apa-apa kali ini. Aku pun sempat
beradu mulut dengan Mul karena saling menyalahkan. Akhirnya kami bertengkar
hebat dan tak ada yang memisahkan pertengkaran kami. Di tengah pertengkaran itu
aku mengalah tak bergerak dan siap menerima pukulannya. Ku pikir buat apa aku bertengkar
disaat teman-temanku yang di atas mengalami kesulitan. Pukul saja diriku yang
payah ini dan aku cukup tahu saja tentangmu sobat. Entah kenapa aku tak juga
dipukul. Pertengkaran hebat kami selesai dengan kata-katanya rasis yang
mengagungkan orang-orang perantau dari timur. Setelah pertengkaran itu aku pun
lebih baik diam, tak perlu banyak cakap menghindari pertengakaran yang lebih
lanjut. Kupikir ah sudahlah jika persahabatanku yang berawal dari sama-sama
mendaki gunung ini putus gara-gara mendaki gunung juga. Dan menurutku itu
sangat konyol sekali hahaha. Kubiarkan saja dia dan lebih baik aku stay cool,
calm dan cuek. Entah sampai kapan.
Aku beranjak pindah ke dalam
basecamp, pura-pura tidur sambil menunggu teman-teman yang lain datang. Lama sekali
aku menunggu mereka sampai aku sempat tertidur juga. Aku terbangun ketika
basecamp menjadi ramai. Yeah, ternyata teman-temanku sudah sampai. Kulihat raut
wajah meraka yang penuh peluh kesah, terlebih Tiara yang kelihatan sangat lemas
kemudian dikasih obat p3k. Aku tak tahu proses bagaimana perjuangan mereka
menghadapi kesulitan itu. Namun mereka bersedia menceritakan semuanya. Aku pun
hanya bisa minta maaf karena tak bisa banyak membantu. Meskipun begitu aku tahu
pandangan sinis mengarah padaku, terlebih pula pada Mul yang sudah meninggalkan
kami lebih dahulu. Aku juga tak lupa berterimakasih pada Mas Hendra cs dan Mas
Ari cs yang sudah banyak membantu teman-temanku. Setelah makan lagi
bersama-sama kami pun istirahat tidur dan akan pulang besok pagi.
Senin, 20 Oktober 2014, pukul 06.00
aku dan teman-temanku bangun tidur. Mul, Joko, Ana dan Tiara pamit pulang ke
Jogja, sedangkan aku dan Mas Ari mencari makan. Setelah makan, aku pulang ke
Semarang bersama Mas Ari cs. Kami berpisah dengan Jay dan Uci di Temanggung
karena pulangnya ke Jogja. Jam kuliahku bahasa inggris hari itu pukul 07.30. Terpaksa
aku bolos kuliah karena waktunya tak terkejar. Sampai di Semarang aku pun
langsung hibernasi sepuasnya di kost :D.
Yeah, pendakian Gn. Sindoro kali ini
sangat absurd dengan berbagai permasalahannya. Dimana tim pendakianku terlalu
banyak kaum hawa, banyak yang sakit hingga pertengkaranku dengan sahabatku. Saat
kutuliskan dongeng ini, aku sudah baikan dengan sahabatku. Namun dengan
absurdnya pendakian ini, karena menghasilkan sebuah cinta seperti jadiannya si
Jay dan Mas Hendra H+7 pendakian absurd itu hingga saat kutuliskan dongeng ini
:D. dan saat ini aku lebih mengenal Tiara daripada sebelumnya. Yeah, karena dia
adalah kekasihku saat kutulis dongeng ini :). Terimakasih pendakian Gn.
Sindoro ku yang absurd :D.
Salam
Jun_krikers
Tidak ada komentar:
Posting Komentar