Minggu, 27 September 2015

17an di puncak Ungaran



17an di puncak Ungaran











70 Tahun Indonesia Merdeka. Negeri ini masih terseok-seok menghadapi krisis ekonomi yang melanda secara global. Yeah, Rupiah kembali merana. Bahkan melebihi apa yang terjadi di penghujung kekuasaan orde baru. Meskipun demikian, semangat perjuangan pahlawan dulu yang merebut kemerdekaan dari penjajahan di tanah negeri ini tak pernah padam. Tak perlu muluk – muluk berbuat sesuatu untuk mengungkapkan rasa cinta terhadap negeri ini. Yeah, mengeksplore keindahan alam Indonesia menjadi salah satu contoh yang sangat digandrungi anak muda kekinian. Di momen kemerdekaan ini, banyak anak muda yang berbondong-bondong melakukan acara seremonial untuk mengenang jasa para pahlawan merebut kemerdekaan seperti upacara mengibarkan bendera merah putih di berbagai Puncak gunung tertinggi dan mungkin juga di laut terdalam.
Pada momen kemerdekaan ini, aku berkesempatan mengaplikasikan semangat itu dalam sebuah pendakian ke gunung terdekat dengan kota dimana aku masih berjuang untuk mendapat gelar sarjana ku yang tinggal satu langkah lagi, Gunung Ungaran yang berketinggian 2050 mdpl. Pendakian ini ku lakukan dalam kesendirian ku di tengah ramai hingar bingarnya Gunung Ungaran. Berangkat di pagi buta hari itu juga membuatku ragu dengan rencana mendaki. Tapi pada akhirnya terlaksana juga. Rencana melewati jalur Mawar kualihkan melewati jalur Nglimut atau Medini karena aku malas dengan keramaian. Waktu subuh aku baru sampai di Nglimut. Aku yang buta jalur pendakian hanya mutar – mutar saja. Beruntung aku menemui AKAMSI (Anak Kampung Sini) yang memberi tahu jalur, huahaha. Langsung saja aku tancap gas mendaki. Yeah, tancap gas karena aku mendaki menggunakan Shaggy, belalang tempur hitam – merah bengal ku :p. Sampai di pos pendaftaran PT. Rumpun Sari Medini atau pintu masuk kebun teh, penjaga pos itu mengatakan keheranannya terhadap ku yang melakukan petualangan sendiri :3. Lanjut saja tancap gas di tengah keasrian hijaunya kebun teh. Shaggy meraung – raung membelah jalan makadam berupa tanjakan – turunan tajam. Terkadang aku berhenti mengistirahatkan Shaggy yang bersusah payah bahkan Shaggy mati sendiri karena lelah. Aku tiba di Desa Promasan, sebuah Desa terakhir atau Desanya para petani kebun teh pada pukul 7 pagi. Langsung saja ku parkirkan Shaggy dan menuju jalur pendakian ke Puncak. Dalam pendakian kesendirian ku, aku bertanya – tanya sendiri di sanubari ku. Akankah aku bertemu dengan seseorang yang ku kenal? Telah ramai sekali Gunung Ungaran. Aku banyak berhenti karena banyak rombongan pendaki yang turun dari puncak. Kondisi panas ditambah debu yang terbang diakibatkan langkah ngawur mereka membuat nafasku tak teratur dan langkah mendaki terasa berat. Sampai di puncak  bayangan Gunung Ungaran terdapat sisa kebakaran yang baru saja padam. Ini pasti ulah pendaki ngawur yang tak tahu aturan membuat api unggun asal – asalan, kemudian ditinggalkan sebelum benar – benar padam (-_-). Setelah berjuang dengan semangat 45, aku sampai di Puncak Ungaran 2050 mdpl pada pukul 9 pagi. Di puncak, aku ikut salah satu rombongan pendaki yang melakukan upacara. Upacara selesai, aku beristirahat sambil masak makanan dan kopi. Saat istirahat ini, aku nimbrung ngobrol – ngobrol dengan beberapa pendaki asal Purwodadi. Pada pukul setengah 11 siang aku turun dari puncak menuju Promasan. Selang satu jam kemudian tiba di Promasan, aku pulang tancap gas melewati jalur yang menyiksa Shaggy lagi. Shaggy telah berusaha keras dan akhirnya mogok tidak mau nyala hahaha. Terpaksa aku tuntun ditengah tanjakan sakit dan kerasnya jalur makadam (-_-).  Setelah terdapat turunan panjang, aku menunggangi Shaggy yang mogok sambil berdisko ria, huahaha :D. Beberapa jam kemudian aku sampai di Nglimut dan membeli bahan bakar untuk Shaggy. Akhirnya, Shaggy hidup lagi yeyeyeye :D. Hahaha ternyata Shaggy mogok karena kehabisan bahan bakar. Hahaha ini konyol :3. Aku pun kembali pulang dengan damai :*.
Salam Jun_krikers :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar