Kamis, 26 Februari 2015

#4 Plesir Edan Brown Canyon

#4 Plesir Edan Brown Canyon





Pagi itu ternyata masih terlalu pagi untuk pulang dan aku sungguh malas untuk ke kost. Masih ada rasa gatal di perasaanku yang penasaran apa itu Brown Canyon, tempat yang begitu trend untuk selfi di saat itu. Tempat yang digadang-gadang mirip dengan lembah Arizona di Amrik. Apalagi setelah adik sepupuku memamerkan hasil selfienya disana :/. Oke fix, tanpa pulang ke kost trabas saja ke lokasi Brown Canyon yang tak begitu jauh dari lokasi kampusku, mungkin 10 km :D. Jalanan Tembalang Semarang kulalui dari Kampus Undip-Siradjudin-Banjarsari-Sigar Bencah-Mateseh-Pucang Sawit-kemudian mencari jalan sendiri dengan menghandalkan penglihatan karena Brown Canyon terlihat jelas. Untuk mencapai lokasi cukup sulit tidak terdapat angkutan umum dan jalanan yang rusak karena notabene dilewati oleh truck pengangkut kerukan tanah. Dengan perjuang ekstra, Shegy sampai membawaku di Brown Canyon. Yeah, aku disana disambut oleh warga desa setempat yang sangat heran dengan tingkah mereka ini menuju lokasi itu hanya untuk berselfie. Padahal Brown Canyon bukanlah sebuah lokasi wisata melainkan lokasi penambangan atau pengerukan tanah padas. Cukup miris memang jika melihat lokasi tersebut. Bukit-bukit yang tadinya hijau disulap menjadi tanah kerempeng menjulang tinggi. Mungkin menunggu untuk longsor dan menelan korban. Memang hasil dari pengerukan bukit itu begitu eksotis mirip lembah Arizona di Amrik. Menurut opiniku bukankah lokasi ini merupakan daerah resapan air hulu agar Semarang hilir tidak kebanjiran. Yeah, terkadang faktor money sangat menentukanlah -_-. Disinipun debunya cukup menyiksa karena truck pengangkut tanah kerukan berlalu-lalang. Setelah ambil sedikit picture di Brown Canyon, aku pun pulang ke kost dengan rasa puas akan dahaga penasaranku. Dari ketinggian Gunung Api Purba yang melenda, kemudian mlipir ke zona indahnya budaya dan alam di Pantai Ngobaran karena sebuah novel, hingga eksotisnya hasil perbuatan manusia di Brown Canyon :D.
Salam Jun_krikers

#3 Plesir Edan AMBARAWA

#3 Plesir Edan AMBARAWA





Minggu 9/11/2014. Kuat dan tahan lama kumelawan hawa dingin yang menusuk tulang di emperan masjid pom bensin. Bersanding dengan debu jalanan dan debu velg truck-truck tronton parkir. Di emperan ini aku tidak sendiri melainkan berbagi lapak dengan para supir truck yang istirahat tidur mendengkur hebat. Butiran embun mulai menyingkap di muka. Cahaya pagi mulai bersinar. Aku pun bangun dan tak lupa untuk sholat subuh. Udara pagi itu begitu sejuk, aku sudah segar bugar dan siap kembali pulang bersama Shegy. Pagi itu aku melewati jalan lingkar ambarawa, jalanan aspal mulus membelah persawahan dengan pemandangan yang begitu indah. Rawa pening, Gn. Merbabu, Gn. Telomoyo dan Gn. Ungaran terlihat dari sini. Meskipun aku sering melewatinya, aku tak pernah mengambil picturenya. Yeah, karena masih pagi dan sepi, inisiatif saja kuambil beberapa picture dan pose Shegy di atas jembatan :D. Setelah puas aku lanjutkan lagi perjalanan pulang.

#2 Plesir Edan Pantai Ngobaran

#2 Plesir Edan Pantai Ngobaran

     

     

     

      

Trip selanjutnya yaitu Pantai Ngobaran sedangkan jam sudah menunjukan pukul 15.00 sore. Entah apakah dengan waktu yang tersisa mampu untuk sampai pantai yang digadang-gadang sebagai Bali-Nya Gn. Kidul -_-. Shegy membawa kami lebih cepat dari biasanya. Sebelumnya kami belum tahu lokasi pantai tersebut sehingga dengan bantuan mbah Google dan mengikuti pepatah malu bertanya sesat di jalan akhirnya sampai. Tepat sekali menjelang waktu sunset tiba. Dan benar apa yang tertulis di Novel yang aku baca. Rincian latar novel benar-benar berada di Pantai Ngobaran. Yeah, akhirnya aku dapat menghapus rasa penasaranku tentang latar novel keren itu. Keindahan perpaduan kebudayaan jawa-hindu dan islam melebur menjadi satu dengan keidahan alam bentangan tebing perbukitan karst dan ganasnya ombak laut selatan. Patung-patung tokoh pewayangan jawa yang terbuat dari putih marmer menambah keeksotisan pura disana. Ada juga patung yang besar mirip garuda wisnu kencana di bali menghadap laut selatan di puranya. Mungkin menunjukan kepada kita bahwa laut selatan merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat sekitar dari hasil lautnya. Hal menarik yang kulihat adalah adanya mushola yang menghadap pantai selatan. Yeah, masyarakat disini menganut kebudayaan-kebudayaan jawa dan islam, sehingga mushola itu selain digunakan untuk sholat juga digunakan untuk melakukan sedekah bumi menghadap ke Laut Selatan . Pantai Ngobaran memang tidak begitu luas namun pasir putihnya begitu eksotis karena tidak ada sampah, namun tidak disarankan untuk berenang di Laut karena ombaknya sangat ganas. Yeah, Pantai Ngobaran begitu eksotis dengan keindahan kebudayaannya maupun alamnya, serasa seperti di Bali. Namun untuk mencapai lokasi ini tidak mudah karena tak banyak angkutan umum, jalan yang sempit melewati bukit-bukit karst, maupun melewati hutan-hutan jati. Yeah, di ujung perjalanan yang sulit pasti ada surga yang tersembunyi :D. Sunset hari itu mulai hilang dan langitpun mulai menghitam sepenuhnya. Kami pun beranjak pulang. Dari pantai hingga kota kecamatan minim sekali penerangan lampu dan jalanan sangat sepi. Dua jam perjalanan sampailah kami di Yogja dan kuantarkan guideku ke posisi pertemuan. Aku kembali lagi melanjutkan pengembaraan pulang ke Semarang bersama Shegy dengan rasa kantuk dan lelah yang teramat sangat. Aku tak kuat menahan rasa itu akhirnya kuputuskan saja untuk tepar di pom bensin Ambarawa hahaha.

#1 Plesir Edan GUNUNG API PURBA

#1 Plesir Edan GUNUNG API PURBA


  

Sebagai mahasiswa tingkat akhir yang masih saja mengurusi urusan pelik (skripsi), akhirnya aku kembali setelah sekian lama tak merasakan hawa kebebasan. Sesungguhnya trip ini sudah terlalu basi untuk didongengkan karena sudah berjamur di daftar entry-ku hahaha. Berawal dari melihat display picture BBM atau entah profil picture FB, *aku mulai pikun -_-. Ada seorang teman yang berdiri membelakangi kamera dengan maksud foto natural memandang pemandangan indah dari sebuah tempat dengan ketinggian tertentu. Setelah kutanya dimanakah tempat itu gerangan? PING !! PING !! PING !! ……………………………………………………………………………………………………..*iklan #setel lagu menanti jawaban. Kemudian setelah lagu menanti jawaban usai, bel berbunyi. Tuti tuti tuti itu di Gunung Api Purba, Nglanggeran, Yogyakarta. Dengan cepat aku membalas, “Oke fix, antar Gua kesana biar Gua tau, cara Lu menjaga Gua, nanti Gua kabarin lagi tanggalnya, Gua masih sibuk”.
Di sela-sela kesibukanku itu, aku masih sempat membaca novel petualangan keren dengan romansa cinta segitiga dan mengulas berbagai permasalahan adat kebudayaan tempat tersebut. Yeah, Bilangan Fu nama novelnya, Ayu Utami nama penulisnya. Recommended bangetlah untuk dibaca oleh sahabat-sahabat petualang :3. Latar dari novel tersebut berada di Pegunungan Sewu, Gn. Kidul, Yogyakarta. Dimana latar tersebut terdapat kawasan perbukitan kapur *karst yang biasa digunakan untu olahraga ekstrim panjat tebing, terdapat candi, mushola yang menghadap pantai selatan dan pantai yang amazing beautifully :D. Seorang teman se-kost juga merecomemmended kan tempat itu karena pernah kesana. Tempat itu bernama Pantai Ngobaran yang terletak di Gn. Kidul, Yogyakarta. Oke fix, mungkin jadi trip tambahan setelah ke GAP :3.
Tanggal 8/11/2014, di Hari Sabtu di tengah langit mendung kelabu pertanda hujan akan turun, aku beranjak dari Semarang menuju Yogya menggunakan bebek pincangku “Shegy”, menghampiri guideku. Setelah beberapa kali nyasar di jalanan Yogya, kutemukan juga posisi guideku. Langsung tancap gas ke GAP dengan rute Ringroad Selatan-Jln. Wonosari-Patuk-belok kiri-GAP. Di tengah cuaca ambigu siang hari kami mulai mendaki. Sebelumnya kami tidak lupa membayar parkir Rp. 3.000,-/motor dan retrisbusi masuk Rp. 8.000,-/orang. Jalur yang dilewati tidak begitu sulit untuk dilewati namun harus hati-hati karena licin. Di beberapa spot juga terdapat saung untuk beristirahat jika lelah. Sepanjang sisi jalur kami banyak menemukan bongkahan-bongkahan batu raksasa dari zaman purba kala. Jalur yang cukup menantang yaitu saat melewati celah batu yang sangat besar, dimana jalurnya sempit dan berupa tangga buatan dari kayu *sangat tidak disarankan untuk yang berbadan fullheightly #eh. Aku tak bisa membayangkan bagaimana jika batu tersebut menjempit badan yang ringkih ini :D. Satu setengah jam mendaki akhirnya sampai puncak. Beruntung hari ini tidak begitu ramai pengujung dan pendaki, jadi lebih leluasa untuk menikmati keindahan GAP. Sebagian besar pengunjung yang kulihat hanyalah pasangan muda mudi yang sedang memadu kasih, pegunjung yang piknik sekeluarga, dan sedikit orang camping di area camping grundnya. Pakaian mereka-mereka juga sangat trendy mengikuti anak gaul masa kini. Mungkin mereka sedang adu bakat menjadi foto model di sampul sebuah majalah, yeah \m/. Dia atas puncak GAP, angin begitu sepoi-sepoi tidak terlalu panas karena langit sedang murung. Pemandangan yang dapat disaksikan adalah menjulang tingginya bukit-bukit batu zaman purba yang masih gagah berdiri bertahan sampai di zaman ini, terasering yang menyaring air persawahan desa, lekukan lika-liku perjalanan yang telah dilewati, embung nglanggeran yang indah dan masih banyak lagi. Untuk itu, datang saja kesini dan dijamin tidak akan menyesal karena kamu akan disemangati oleh papan penyemangat yang terkadang bikin ngakak . Setelah puas menginjakan kaki di Puncak GAP kami pun turun. Yeah, kami turun dari puncak secara cepat berlari karena di kejar waktu dan hujan hampir turun. Setelah tiga puluh menit kemudian yang tanpa suara kami sampai juga di parkiran :D.


Balada: Kesatria dan Mutiara

Balada: Kesatria dan Mutiara

Berawal dari kisah pencarian jati diri
sebuah drama petualangan yang tak terduga
Ketika dia datang bagai kilat yang menyambar hati kesatria
Kesatria tak bisa berhenti untuk memikirkan dia
Yang sederhana, biasa-biasa saja dan terkesan misterius
Mungkin kesatria terlalu bodoh, cuek dan gengsi
untuk melakukan modus
seperti para merak jantan yang menari untuk memikat dia

Entah bagaimana kesatria dilanda kegetiran luar biasa
ketika tak berjumpa lagi dengan dia
semenjak pertama kali bertemu
Tak apa
Kesatria yakin pasti akan bertemu dengan dia
di suatu saat
di kesempatan berbeda

Kesatria sudah terbiasa melewatkan sesuatu yang indah
karena kesatria yakin indahnya tidak bertahan lama
Keindahan seperti itu terkesan terlalu biasa dan sangat biasa
bahkan terlalu kuno, bagi kesatria
Yang kesatria butuh saat ini adalah
sesuatu rasa yang luar biasa
dengan gejolak hasrat liar terpendam
kemudian erupsi dengan hebat
Dari pancaran mata dia
Kesatria tahu hal itu juga ada di dalam diri dia

Mungkin bagi kestria
bertemu dengan dia adalah sebuah keharusan
dan bagi dia
bertemu dengan kesatria hanyalah sebuah pilihan

Kesempatan yang terbuka tak mungkin kesatria sia-siakan lagi
Mungkin kesatria sungguh beruntung
ketika menjadi sang kesatria terpilih
dengan bebek pincang sebagai teman pengembaraan hebatnya

Kini mereka harus terbiasa sendiri
melewati waktu yang berputar
ditambah jarak jutaan cm yang memisahkan
Yeah, butuh kesabaran dan sesuatu yang luar biasa
untuk mempertemukan mereka

Ketika rindu melanda dengan hebatnya
mungkin hanya do’a yang mampu menawarkannya
“Semoga baik-baik saja kamu yang disana
dan aku yang ada disini”

Mereka tak perlu saling curiga atau negative thinking
ketika mereka sudah berkomitmen untuk menggapai hari suci
Yeah, niat baik pasti ada jalannya
Entah mulus, terjal, berbatu, licin, mendaki, melipir atau melompat jurang

Mungkin bagi orang lain
cinta mereka cinta yang semu
Namun bagi mereka
bukankah cinta mereka hebat dan luar biasa
jika kita memang ditakdirkan untuk bersatu?

Yeah seperti namanya
Dialah “Mutiara”
yang selalu terkurung sendiri dalam gelap cangkang tiram
Begitu kecil namun kuat dengan hasrat liar terpendam,
mencoba untuk selalu bebas dan berontak
Kesatria harap mutiara bertahan dan selalu bersabar menanti
karena kesatria masih berjuang menjadi sebuah kepastian
yang akan mencongkel cangkang tiram
Kemudian membebaskannya untuk berubah
menjadi permata yang indah
menghiasi lingkar jari manis saat hari suci tiba
Hingga maut yang memisahkan
Semoga.