Jumat, 19 Agustus 2016

Zaman Kegelapan I

Zaman Kegelapan I

Bukanlah sosok cemerlang seperti mereka. Bukanlah sosok yang terkenal seperti mereka. Bukanlah sosok yang selalu dihormati. Bukanlah sosok yang dikagumi. Bukanlah sosok yang hebat. Bukan sosok yang dipedulikan.

Lantas?

Hanya sosok terasing dan biasa-biasa saja. Yeah biasa-biasa saja.

Hanya sosok yang jarang bergaul saja, apalagi keluar untuk nongkrong, paling mikir seribu kali. Untuk makan saja masih mikir besok bisa makan atau tidak. Lengkap sudah. Dengan beasiswa yang terkadang telat. Dengan kiriman orang tua yang dapat dari hasil utang. Pemikiran untuk apa bersenang-senang sedangkan yang dekat/rumah kita hidup susah selalu tertanam. Hingga membusuklah di kamar kost.

Sempat ingin mengembangkan diri dengan ikut organisasi namun sia-sia karena dari awal sudah dicaci dan nggak disukai, tapi tetep nekat sih. Bukanlah juga sosok yang royal mengeluarkan uang untuk sebuah acara yang bejibun. Lengkap sudah. Ketika acara skala besar dan terancam bangkrut. Haruskah mengencangkan ikat pinggang lagi untuk makan sehari-hari? Bahkan dipaksa bayar di dalam kamar kost sendiri. Jika mereka berasal dari keluarga yang keadaan ekonominya pas-pas an, mungkin nggak berani maksa-maksa kaya begitu. Ketika anggota keluarga dijemput Illahi, tak ada wakil dari sebagian dari mereka yang datang di depan pintu rumah. Sekedar bunga tabur dari mereka pun sepertinya tak ada entah aku lupa. Bibit kebencian mulai tertanam hingga memutuskan untuk keluar saja, toh peduli apa mereka, manusia tak berperasaan. Ingin mengembangkan diri dengan ikut organisasi lainnya. Tapi apa daya ya kalah bersaing dengan yang paragraf 1 atau mungkin kurang kenal dengan sebagian mereka sehingga tidak lolos seleksi, maklum kupu-kupu hehe.

Bosan busuk membusuk di kamar kost. Mencoba lari dari kenyataan. Hingga menemukan fantasy di atas ketinggian. Meskipun hanya masuk regional saja. Sudah cukup untuk membawa lari kenyataan itu. Bertemu banyak orang asyik tapi banyak nggak asyiknya. Setelah itu? Yeah, menjalani rutinitas seperti biasanya menjadi kupu-kupu. Hingga menabung untuk lari dari kenyataan lagi.


Segala informasi berada di dalam gadget. Barang itu barang mewah. Yeah, yang tak punya gadget berarti ketinggalan informasi. Sekalinya punya ya jarang dipake. Punya itu pun menjelang zaman kegelapan berakhir. Jadi nggak bisa make waktu uts/uas semester. Goodbye cumlaude :(.

Bersyukur, Alhamdulillah, zaman kegelapan jilid 1 berakhir lancar dengan usaha dan do'a orang tua yang luar biasa. Mengingat perjuangan dari awal untuk bisa menjejakkan di kampus juga begitu luar biasa. Sempat tumbang juga ketika tangan kiri patah tapi tetep strong. Juga tanpa bantuan tulus dari orang-orang mungkin tak menjadi sekarang.

Ingatlah zaman kegelapanmu sendiri untuk lebih maju. Tak usah terlalu berekspresi untuk mengungkapkan kegembiraan. Karena suatu saat zaman kegelapan jilid 2 atau jilid lainnya akan selalu menanti. Semua yang dimiliki juga hanyalah titipan. Haruskah kegembiraan sesaat dipamerkan sosmed atau hanya mengikuti trend masa kini. Ketika semua titipan itu hilang dengan kata "Kunfayakun", kamu bisa apa?

Selasa, 09 Agustus 2016

Slamet Pulang dari Slamet

Slamet Pulang dari Slamet


Perjalanan untuk pulang ke rumah dari mendaki gunung Slamet masih panjang. Yeah, begitu panjang hingga sempat mampir ke beberapa tempat hehe. Pagi itu adzan subuh, aku sudah terbangun dari dinginnya malam. Badan masih terasa pegal-pegal. Sembari menghangatkan badan, rokok ku sematkan api. Sambil melangkah payah di jalan desa menuju masjid untuk menunaikan ibadah sholat subuh. Percikan air wudhu membasuh muka yang kusam dan terlihat lelah. Ku tunaikan sholat dengan menggigil. Yeah, pagi itu angin membawa hawa dingin terasa lebih kencang dari hari-hari sebelumnya. Desa Bambangan yang terletak di lereng timur gunung Slamet, otomatis dapat melihat sang surya perlahan menampakkan diri. Dengan semburat guratan jingga redup terlukis cantik di langit. Mahakarya Tuhan yang selalu dinantikan oleh penikmat jalan.

Mumpung udara masih segar dan pagi enggan beranjak siang, saatnya untuk berangkat pulang. Setelah repacking, tak lupa memanaskan Sheggy supaya siap mengantar kami pulang. Perjalanan pulang ini akan melewati jalur selatan pulau Jawa.  Turunan-turunan tajam desa bambangan – pertigaan serayu kami lewati dengan berteman sepi. Lengang sekali hanya ada 2 atau 3 keramaian akibat pasar rakyat yang biasanya siang hari sudah hilang lagi. Kabut tebal juga mengiringi kepergian kami selepas kota Purbalingga hingga pertigaan Klampok. Selepas itu kabut tak mampu menjangkau kami lagi karena menguap seiring meningginya sang mentari. Pertigaan Klampok-Banyumas  tak lepas dari berbagai rintangan. Meskipun jalan agak sepi. Jalannya banyak berlubang dan bergelombang. Sikap ugal-ugalan pengemudi bus lokal ¾ juga membahayakan. Perjalanan semakin seru ketika melintasi Banyumas - Buntu. Kontur jalanan yang berkelak-kelok dan naik-turun menggugah rasa ngantuk kami.  Pepohonan milik perhutani yang rindang sepanjang jalan, konon merupakan wilayah yang angker. Bahkan, beberapa kali jalur ini memakan korban jiwa akibat kecelakaan. Menariknya disisi jalan, kami menemui banyak orang yang tangannya dibawah menunggu pengemudi melemparkan koin. Konon, jika kita melempar koin akan selamat melewati jalur tersebut. Waallahu’alam. Intinya ya harus “berhati-hati, waspada, berdo’a dan berzikir supaya selamat dalam perjalanan,”kata babeh #salim.

Sesampainya di perempatan Buntu, pikiran seakan menjadi buntu. Langsung pulang ke rumah atau nostalgia ke tempat penelitian skripsiku dulu. Yeah, lebih baik mampir saja mumpung dekat dan disana ada teman seperjuangan di rumahnya. Tidak membutuhkan waktu yang lama perjalanan dari Buntu – Kroya – Adipala – Cilacap. Yuhu, sampai juga di Pantai Teluk Penyu, Cilacap. Tempat penelitian skripsiku. Ombak kala itu sedang pasang. Jadi, pengunjungnya tidak terlalu banyak. Yeah, karena berpakaian ala orang piknik perjalanan jauh dengan plat motor kendaraan jauh, kami mesti bayar retribusi hahaha. Kala itu Rp. 5.000,-/orang. Kalau Akamsi-akamsi yang lewat malah gratis :D. Di beberapa gazebo terdapat muda-mudi memadu kasih sambil memandangi lautan :D. Beruntung kami menemukan gazebo yang hanya ada buyut momong cicitnya hehehe. Di gazebo ini kami mulai membuka lapak untuk memasak. Si Buyut dan Cicitnya dengan seksama memerhatikan acara kami dan menemani ngobrol-ngobrol. Masakan sudah matang dan si Cicit tampak ngiler :D. Kasih nggak ya :p? Kasih dah :D. Yeah, bagaimana pun cara backpaker yang dilakukan, entah open trip atau share cost atau soloist atau independen, jika tidak berbaur dengan kearifan lokal seperti sayur tanpa garam dan percuma :D.



Pantai Teluk Penyu

Juragan Cicit

Cukup lama menikmati sepoy angin pantai, kami pamit pada si Buyut dan si Cicit untuk melanjutkan perjalanan lagi. Namun, tak jauh dari pantai, kami juga mampir di jejeran toko kerajinan dari cangkang hewan-hewan laut. Misi kami adalah mencari gelang unyu yang sama dengan yang dipatahkan kesayangan @masjun_krik. Hasilnya nahas T.T. Nihil T.T. Meskipun semua toko dijelajahi dan empunya toko ditanyai secara underground (O.O). Entah, katanya lagi nggak musim atau gimana, mungkin juga karena pada bulan-bulan itu laut sedang pasang. Akhirnya, kami pulang dengan tangan hampa hahaha. Tak lupa, aku mampir ke rumah temanku kuliah, seperskripsian, sepenelitian, seperjuangan, sekalian silaturahmi mumpung masih suasana lebaran. Tian namanya, Cilacap asli. Mungkin kalau tidak ada dia. Penelitian untuk skripsiku tidak akan lancar dari segi penginapan dan makan yang gratis, secara rumahnya juga berada di Cilacap. Yeah, aku berterimakasih banyak padanya. Di rumahnya, banyak yang kami bicarakan sambil bertukar pikiran ditemani segelas susu putih hangat.

“bila ada sumur di ladang”
“bolehkah kita menumpang mandi”
“bila ada umur yang panjang”
“pastikan kita bertemu lagi”

Yeah, intinya kami mau numpang mandi wkwkwk. Setelah mandi dan packing bawaan, kami pamit pulang karena dikejar waktu untuk mengembalikan barang sewaan. Kembali menyusuri jalan yang sama sampai perempatan Buntu. Di Buntu, kami beli oleh-oleh berupa gethuk goreng asli Sokaraja Banyumas. Gethuk goreng terbuat dari ketela pohon atau singkong. Rasanya yang manis dan legit dari gula jawa membuat sensasi tersendiri disetiap ada kamu :*, eh setiap gigitan :D. Dengan rasanya yang seperti itu, banyak penggemarnya termasuk @masjun_krik yang tergolong manis pula ;D.

Setelah membeli oleh-oleh, kami melanjutkan perjalanan pulang. Jalanan raya pantai selatan Jawa termasuk jalanan yang ramai. Di beberapa titik kami terjebak macet. Sampai di Gombong, kami mampir di tempat wisata sejarah yang instagramable :D. Yeah, Benteng Van Der Wijck. Lokasi yang ngetrend setelah dipakai syuting adegan tawuran di lapangan berlumpur tengah penjara \m/ yaitu film The Raid 2 : Berandal dan syuting lagunya SlanK “OST : Punya Cinta”.


 

Benteng Van Der Wijck ini dibangun pada tahun 1818.  Keunikan benteng ini adalah warna bangunan yang dominan merah menyala bagai semangat para pejuang di masa lalu. Benteng Van Der Wijck juga merupakan satu-satunya benteng di Indonesia yang berbentuk segi-8. Wuih keren ya, meskipun Gombong hanya sebuah kota kecil punya benteng segi-8 yang keren satu-satunya di Indonesia \m/. Konon, Gombong dulunya merupakan pusatnya eks karesidenan Kedu Selatan. Namun, sekarang hanya sebuah kota kecamatan bagian dari kabupaten Kebumen. Terkadang sejarah itu banyak yang dikaburkan, ditabukan dan didoktrinkan, sehingga @masjun_krik kurang begitu tertarik dengan sejarah. Untuk informasi lengkap sejarahnya bisa datang sendiri ya atau cek di wikipedia atau googling hehehe *peace*.




 




Setelah bayar parkir motor butut yang selalu kupanggil Sheggy seharga Rp. 3000,-. Kami beranjak ke loket masuk benteng. Di loket kami harus membayar Rp. 25.000,-/orang. Dengan harga segitu akan mendapatkan fasilitas gratis kolam renang dan naik sepur mini. Yeah, di benteng ini tidak hanya ada benteng saja. Ada kolam renang, kantin, rumah makan bahkan hotel untuk menginap. Karena kami berjalan ala macan luwe karena pegel-pegel, pasang tampang lusuh, serta barang bawaan yang berat dan banyak, menjadikan kami perhatian di mata pengunjung lain. Jiah, kaya artist aja :D. Padahal mah aneh (O.O) tapi tetep keren kok :p. Kami tidak banyak mengekplore Benteng Van Der Wijck secara keseluruhan karena memang sudah lelah jiwa dan raga kami :D. Untuk melangkah jalan saja sudah berat. Apalagi naik tangga ke lantai 2 bahkan lantai 3 (landasan kereta wisata atas benteng) :D. Cukup di tengah lapangan bawah saja menikmati keunikan arsitektur benteng dan santai-santai berjemur matahari :D.



Senyum sang dinosaurus melepas waktu kami di Benteng Van Der Wijck. Kemudian kami melanjutkan pulang melewati jalan raya paling selatan pulau jawa. Yeah, jalan Deandeles yang lurus, lebih sepi, dan beraspal halus daripada jalan raya utama yang menghubungkan Kebumen - Jogja. Jalan Deandeles mengantarkan kami sampai di Kota Bantul. Dari Bantul menuju Jogja-Solo. Di Solo, mengembalikan alat-alat yang kami sewa dari Camel Outdoor. Setelah itu kami pulang Sragen dengan selamat. Yeah, Alhamdulillah kami selamat pulang dari Gunung Slamet :D.

Salam Jun_krikers

Minggu, 07 Agustus 2016

EKSPEDISI ATAP TERTINGGI JAWA TENGAH #3

EKSPEDISI ATAP TERTINGGI JAWA TENGAH #3


13 Juli 2016
Krusak krusuk krusak krusuk. Gedebug gedebag gedebug. Tuktiktaktiktuktiktaktiktuktiktaktiktuk suara sepatu kuda :p. Halah, suara langkah orang :/. Oi brisix oi! ganggu orang tidur (sambel kucek mata). Yeah, pagi-pagi buta mereka sudah pada brisix. Pemburu sunrise kah? atau pemburu hantu? Wkwkwk. Tentu saja pemburu sunrise lah. Masag iya mau melewatkan sunrise di atas puncak gunung Slamet. Sedangkan kami ya masih ingin tidur dengan selimut tetangga hahaha :p. Kami benar-benar bangun pukul 04.00. Saatnya MUNCAK bro! semangat \m/. Yaps, masih belum terlambat untuk menyaksikan sunrise (*,*). Langsung saja kami memacking bawaan yang penting saja. Streching sebentar lalu siap \m/uncak. Track awal yang kami lewati sudah terjal dan membuat kami ngos-ngosan :D. Semangat masjun_krik, ini baru pemanasan! (wtf moment wkwkwk). Yeah, daripada memaksakan diri untuk berjalan cepat dan akhirnya tepar di jalan kemudian nyusahin orang lain lebih baik aku jalan alon-alon asal kelakon kaya keong wkwkwk *maafkan daku yang sudah jadi tukang bikin macet jalurnya para suhu/abang/senior #sunkem pipi kiri-kanan :*.

Track yang kami lalui mulai berdebu dan vegetasi dominan lamtoro. 0,5 jam atau 314 m dari pos 5, kami sudah sampai di pos 6 Samyang Katebonan 2909 mdpl. Karena belum terlalu capek, kami melanjutkan pendakian ke pos 7 Samyang Kendit 3040 mdpl sejauh 335 m. 0,5 jam kemudian, kami sampai di pos 7 dan beristirahat sebentar. Pemandangan dari pos 7 sudah terbuka. Kami dapat melihat lampu-lampu kota di bawah maupun lampu-lampu senter pendaki yang mengular ke puncak yang masih gelap. Vegetasi dominan pohon pendek dan lamtoro. Sangat banyak yang melapak tenda disini karena batas terakhir yang direkomendasikan untuk melapak tenda. Lebih ke atas lagi merupakan wilayah rawan badai :).

Pos 7 Samyang Kendit

Kami lanjutkan lagi pendakian ke pos 8 Samyang Jampang 3092 mdpl sejauh 131 m. Track yang kami lalui semakin terjal dan sempit mirip lorong tikus. Setapak yang kami pijak sudah mulai didominasi bebatuan dan pasir. Sedangkan vegetasi masih dominan pohon lamtoro. Karena sulitnya track tersebut, banyak pendaki mulai macet muncaknya tuh disini hehehe :). Tapi tak separah BreXit kok hahaha :D *korban BreXit? Cung! (O.O)//. Yeah, kami butuh waktu 0,5 jam untuk sampai di pos 8.

Pos 8 Samyang Jampang

Kami lanjutkan lagi pendakian ke pos terakhir, yaitu pos 9 Pelawangan 3172 mdpl yang merupakan batas vegetasi hutan dan batu pasir. Jarak yang kami tempuh adalah 180 m dari pos 8. Pemandangan sudah terbuka. Di puncak masih terlihat gelap dan mencekam, sedangkan di ufuk timur semburat jingga sang fajar mulai tampak (<3.<3).  Butuh 0,5 jam saja, kami sudah sampai di pos 9. Kami mencari spot terbaik diatas Pelawangan untuk mengabadikan momen sunrise (y). Siluet gunung Sindoro-Sumbing, pegunungan dieng menjadi ciri khasnya sunrise di atas gunung Slamet.

Pos 9 Pelawangan


 


Beberapa Momen Sunrise (<3.<3)

Setelah momen sunrise berakhir dan cahaya mulai terang benderang, kami melanjutkan pendakian ke Puncak \m/. Tracknya pun semakin cadas \m/. Terjal, Berbatu-batuan tajam, kerikil dan berpasir. Waspadai juga longsoran kerikil dan batu. Hati-hati terhadap terjangan badai ataupun kabut karena merupakan wilayah yang benar-benar terbuka dan berbahaya. Jangan memaksakan diri muncak ketika badai ataupun petir karena tak ada penghalang yang melindungi kecuali atas kehendak Allah SWT :). Pokoknya, Waspadalah! Waspadalah! saat menyusuri jalur pelawangan-puncak dengan jarak 723 m. Pakai masker untuk melindungi dari debu. Tetep safety menggunakan sepatu. Jangan pakai sendal. Eman-eman kaki mu nak :*.

Track Pelawangan-Puncak

Puncak tuh

Kami sampai di puncak pukul 07.15. Tepat 2 jam dari Pelawangan karena menikmati momen sunrise di jalan. Yeay! Puncak Gunung Slamet 3428 mdpl. Atap tertinggi Jawa tengah. Puncak tertinggi ke-2 se-pulau Jawa. Bersama adikku, puncak Slamet yang luas dengan segara wedinya tak luput kami jelajahi. Tak lupa juga kami melihat kawah Slamet yang sempat erupsi tahun kemarin dari dekat. Sungguh besar ciptaan-Mu ya Allah \\(O.O)//.

 





di Puncak Slamet 3428 mdpl

 
Kabut Mulai Naik

kesurupan???

Edelweiss (Anaphalis javanica)

Cukup lama kami menikmati suasana puncak hingga kabut mulai menyelimuti. Yeah, pertanda kami harus turun :). Kami turun alon-alon asal kelakon, bukan kecepatan yang utama tetapi keselamatan. Sampai di camp, kami tidur sebentar. Kemudian bangun dan packing turun gunung. Tidak lupa membawa sampah-sampah hehe. Di pos 5 kami mampir makan nasi rames karena ada yang jualan :D. Nasinya ramesnya enak dan barokah lah ya buat rejeki warga sekitar :). Selesai makan, kami nge-Gas terus turun gunungnya. Di tiap pos kami beristirahat dan sampai di Basecamp utama tepat waktu maghrib. Setelah lapor turun gunung, beres-beres dan bersih-bersih, kami menuju kedai basecamp untuk makan nasi rames lagi. Kemudian tidur untuk ke esok harinya pulang ke Sragen. Touring men pakai Sheggy B). Alhamdulillah di hari kedua pendakian, kami sampai di puncak, cuaca cerah, kemudian kembali dengan selamat :). Yeah, pada akhirnya puncak Slamet 3428 mdpl bukan sebuah puncak angan lagi bagiku yang dulu selalu merencanakan, akan tetapi selalu gagal berangkat. Kesampaian sudah. Lengkap sudah ekspedisi Puncak gunung di Jawa Tengah. Suatu saat entah kapan mungkin akan kembali mengunjungi puncak Slamet lagi. Next, atap tertinggi Jawa Barat dulu ya :).

Salam Jun_krikers