Zaman Kegelapan I
Bukanlah sosok cemerlang seperti mereka. Bukanlah sosok yang
terkenal seperti mereka. Bukanlah sosok yang selalu dihormati. Bukanlah sosok
yang dikagumi. Bukanlah sosok yang hebat. Bukan sosok yang dipedulikan.
Lantas?
Hanya sosok terasing dan biasa-biasa saja. Yeah biasa-biasa
saja.
Hanya sosok yang jarang bergaul saja, apalagi keluar untuk nongkrong,
paling mikir seribu kali. Untuk makan saja masih mikir besok bisa makan atau
tidak. Lengkap sudah. Dengan beasiswa yang terkadang telat. Dengan kiriman
orang tua yang dapat dari hasil utang. Pemikiran untuk apa bersenang-senang
sedangkan yang dekat/rumah kita hidup susah selalu tertanam. Hingga membusuklah
di kamar kost.
Sempat ingin mengembangkan diri dengan ikut organisasi namun
sia-sia karena dari awal sudah dicaci dan nggak disukai, tapi tetep nekat sih. Bukanlah
juga sosok yang royal mengeluarkan uang untuk sebuah acara yang bejibun. Lengkap
sudah. Ketika acara skala besar dan terancam bangkrut. Haruskah mengencangkan
ikat pinggang lagi untuk makan sehari-hari? Bahkan dipaksa bayar di dalam kamar
kost sendiri. Jika mereka berasal dari keluarga yang keadaan ekonominya pas-pas
an, mungkin nggak berani maksa-maksa kaya begitu. Ketika anggota keluarga
dijemput Illahi, tak ada wakil dari sebagian dari mereka yang datang di depan
pintu rumah. Sekedar bunga tabur dari mereka pun sepertinya tak ada entah aku
lupa. Bibit kebencian mulai tertanam hingga memutuskan untuk keluar saja, toh
peduli apa mereka, manusia tak berperasaan. Ingin mengembangkan diri dengan
ikut organisasi lainnya. Tapi apa daya ya kalah bersaing dengan yang paragraf 1
atau mungkin kurang kenal dengan sebagian mereka sehingga tidak lolos seleksi,
maklum kupu-kupu hehe.
Bosan busuk membusuk di kamar kost. Mencoba lari dari
kenyataan. Hingga menemukan fantasy di atas ketinggian. Meskipun hanya masuk
regional saja. Sudah cukup untuk membawa lari kenyataan itu. Bertemu banyak
orang asyik tapi banyak nggak asyiknya. Setelah itu? Yeah, menjalani rutinitas
seperti biasanya menjadi kupu-kupu. Hingga menabung untuk lari dari kenyataan
lagi.
Segala informasi berada di dalam gadget. Barang itu barang
mewah. Yeah, yang tak punya gadget berarti ketinggalan informasi. Sekalinya punya
ya jarang dipake. Punya itu pun menjelang zaman kegelapan berakhir. Jadi nggak bisa
make waktu uts/uas semester. Goodbye cumlaude :(.
Bersyukur, Alhamdulillah, zaman kegelapan jilid 1 berakhir lancar dengan usaha dan do'a orang tua yang luar biasa. Mengingat perjuangan dari awal untuk bisa menjejakkan di kampus juga begitu luar biasa. Sempat tumbang juga ketika tangan kiri patah tapi tetep strong. Juga tanpa bantuan tulus dari orang-orang mungkin tak menjadi sekarang.
Ingatlah zaman kegelapanmu sendiri untuk lebih maju. Tak usah terlalu berekspresi untuk mengungkapkan kegembiraan. Karena suatu saat zaman kegelapan jilid 2 atau jilid lainnya akan selalu menanti. Semua yang dimiliki juga hanyalah titipan. Haruskah kegembiraan sesaat dipamerkan sosmed atau hanya mengikuti trend masa kini. Ketika semua titipan itu hilang dengan kata "Kunfayakun", kamu bisa apa?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar