17an di puncak Ungaran
70
Tahun Indonesia Merdeka. Negeri ini masih terseok-seok menghadapi krisis
ekonomi yang melanda secara global. Yeah, Rupiah kembali merana. Bahkan
melebihi apa yang terjadi di penghujung kekuasaan orde baru. Meskipun demikian,
semangat perjuangan pahlawan dulu yang merebut kemerdekaan dari penjajahan di
tanah negeri ini tak pernah padam. Tak perlu muluk – muluk berbuat sesuatu
untuk mengungkapkan rasa cinta terhadap negeri ini. Yeah, mengeksplore
keindahan alam Indonesia menjadi salah satu contoh yang sangat digandrungi anak
muda kekinian. Di momen kemerdekaan ini, banyak anak muda yang
berbondong-bondong melakukan acara seremonial untuk mengenang jasa para pahlawan
merebut kemerdekaan seperti upacara mengibarkan bendera merah putih di berbagai
Puncak gunung tertinggi dan mungkin juga di laut terdalam.
Pada
momen kemerdekaan ini, aku berkesempatan mengaplikasikan semangat itu dalam
sebuah pendakian ke gunung terdekat dengan kota dimana aku masih berjuang untuk
mendapat gelar sarjana ku yang tinggal satu langkah lagi, Gunung Ungaran yang
berketinggian 2050 mdpl. Pendakian ini ku lakukan dalam kesendirian ku di
tengah ramai hingar bingarnya Gunung Ungaran. Berangkat di pagi buta hari itu
juga membuatku ragu dengan rencana mendaki. Tapi pada akhirnya terlaksana juga.
Rencana melewati jalur Mawar kualihkan melewati jalur Nglimut atau Medini
karena aku malas dengan keramaian. Waktu subuh aku baru sampai di Nglimut. Aku
yang buta jalur pendakian hanya mutar – mutar saja. Beruntung aku menemui
AKAMSI (Anak Kampung Sini) yang memberi tahu jalur, huahaha. Langsung saja aku
tancap gas mendaki. Yeah, tancap gas karena aku mendaki menggunakan Shaggy,
belalang tempur hitam – merah bengal ku :p. Sampai di pos pendaftaran PT.
Rumpun Sari Medini atau pintu masuk kebun teh, penjaga pos itu mengatakan
keheranannya terhadap ku yang melakukan petualangan sendiri :3. Lanjut saja
tancap gas di tengah keasrian hijaunya kebun teh. Shaggy meraung – raung
membelah jalan makadam berupa tanjakan – turunan tajam. Terkadang aku berhenti
mengistirahatkan Shaggy yang bersusah payah bahkan Shaggy mati sendiri karena
lelah. Aku tiba di Desa Promasan, sebuah Desa terakhir atau Desanya para petani
kebun teh pada pukul 7 pagi. Langsung saja ku parkirkan Shaggy dan menuju jalur
pendakian ke Puncak. Dalam pendakian kesendirian ku, aku bertanya – tanya
sendiri di sanubari ku. Akankah aku bertemu dengan seseorang yang ku kenal?
Telah ramai sekali Gunung Ungaran. Aku banyak berhenti karena banyak rombongan
pendaki yang turun dari puncak. Kondisi panas ditambah debu yang terbang
diakibatkan langkah ngawur mereka membuat nafasku tak teratur dan langkah
mendaki terasa berat. Sampai di puncak
bayangan Gunung Ungaran terdapat sisa kebakaran yang baru saja padam.
Ini pasti ulah pendaki ngawur yang tak tahu aturan membuat api unggun asal –
asalan, kemudian ditinggalkan sebelum benar – benar padam (-_-). Setelah
berjuang dengan semangat 45, aku sampai di Puncak Ungaran 2050 mdpl pada pukul
9 pagi. Di puncak, aku ikut salah satu rombongan pendaki yang melakukan
upacara. Upacara selesai, aku beristirahat sambil masak makanan dan kopi. Saat
istirahat ini, aku nimbrung ngobrol – ngobrol dengan beberapa pendaki asal
Purwodadi. Pada pukul setengah 11 siang aku turun dari puncak menuju Promasan.
Selang satu jam kemudian tiba di Promasan, aku pulang tancap gas melewati jalur
yang menyiksa Shaggy lagi. Shaggy telah berusaha keras dan akhirnya mogok tidak
mau nyala hahaha. Terpaksa aku tuntun ditengah tanjakan sakit dan kerasnya
jalur makadam (-_-). Setelah terdapat
turunan panjang, aku menunggangi Shaggy yang mogok sambil berdisko ria, huahaha
:D. Beberapa jam kemudian aku sampai di Nglimut dan membeli bahan bakar untuk
Shaggy. Akhirnya, Shaggy hidup lagi yeyeyeye :D. Hahaha ternyata Shaggy mogok
karena kehabisan bahan bakar. Hahaha ini konyol :3. Aku pun kembali pulang
dengan damai :*.
Salam
Jun_krikers :D