Senin, 16 Januari 2017

Tahun Baru di Atas Ketinggian 2590 Mdpl

Tahun Baru di Atas Ketinggian 2590 Mdpl


31 Desember 2016

Yeah, Gunung Prau yang terletak di Pegunungan Dieng, Wonosobo memang terkenal indah. Konon kita bisa menyaksikan sunrise terbaik se-Asia Tenggara. Selain itu, kita juga dimanjakan oleh bukit-bukit teletubiesnya yang asyik buat tempat camping. Kita juga tidak perlu beberapa hari untuk mendakinya. Cukup 3-5 jam sudah sampai di camping ground. Namun kami butuh waktu satu tahun dari 2016 menuju 2017 wkwkwk.

H-1 Tahun Baru 2017 waktu adalah yang tepat buat plesiran. Aku ditemani Mutiara, kekasihku yang manis dan suka bawel kalau ditinggal pergi mbolang hahahihi, berangkat menuju Dieng. Sesampai di Dieng turunlah hujan. Selang beberapa saat hujan reda. Kemudian kami lanjut ke Basecamp Pendakian Gunung Prau via Kalilembu. Kenapa via Kalilembu? Kenapa enggak via Patak Banteng atau Dieng saja? Yeah, karena via Kalilembu tidak seterjal via Patak Banteng dan sejauh via Dieng. Di musim hujan seperti ini kan lebih enak yang selow-selow saja hehe.





Kami memulai pendakian pukul 16.00. melewati jalan desa lalu mampir Ashar di mushola. Dari mushola, kami belok kiri melewati anak tangga yang kemudian mengantarkan kami ke setapak di tengah perkebunan sayur mayur. Disini tracknya tanah dan agak becek. Menjelang pos 1, kami memasuki area hutan pinus. Dari pos 1-pos 2 tanjakannya tinggi-tinggi dan lumayan melelahkan. Apalagi saat itu kami diguyur hujan dan waktunya sudah maghrib. Kami tetap mendaki dan menghalau hujan menggunakan jas hujan. Setelah pos 2 dan beberapa tanjakan, kami bertemu dengan jalur via Dieng. Nah, dari sini menuju pos 3 sampai camping ground tracknya sudah landai wal afiat hehe. Namun, tetap hati-hati karena disatu sisi adalah jurang. Jika melewati jalur via Kalilembu atau Dieng, otomatis akan melewati Puncaknya Gunung Prau yang ditandai oleh bukit yang paling tinggi, ada vegetasi pinusnya, dan triangulasi dari beton. Tapi menurutku ketinggian bukit-bukit di Puncak Gunung Prau hampir sama sih. Jika di buat track balapan motor trail, pasti bakalan keren. Namun, akan merusak alam sih hehehe.

Kami tiba di Camping Ground pukul 19.00. Pendakian hari itu sangat ramai meskipun masih hujan. Langsung saja kami mendirikan tenda dengan cepat. Lalu berteduh dalam tenda oranye. Kapan ya bisa berteduh dalam tenda biru berhiaskan janur kuning melengkung di depan rumahmu? wkwkwk. Angin malam itu juga kencang, membawa hawa dingin. Kami berusaha beristirahat, makan dan tidur. 

1 Januari 2017

HAPPY NEW YEAR!!! Ciu cetar cetar cetar dor dor dor!!  Suara kembang api di luaran sana mulai ramai. Pertanda pergantian dari tahun 2016 ke 2017. Malam itu aku keluar dan niatnya mau melihat kembang api. Tapi? Masih hujan dan berkabut. Tak ada apa-apa yang bisa dilihat. Namun, suasana sangat ramai. Orang-orang bersorak menyambut pergantian tahun. Meski hanya sederhana dengan goyangan sinar senter-senternya. Bahkan ada yang menggunakan laser hehe.

 










Pagi hari, sebelum pulang, kami berputar-putar dulu mengelilingi seisi bukit-bukit Gunung Prau. Yeah, pagi yang indah dengan sunrise yang indah di awal tahun ini. Semoga, harapan yang indah dan segala yang terbaik juga terjadi di Tahun 2017 ini.


Salam Jun_krikers J

Road Tour Sunrise of Java #6 (Jatuh Cinta pada Seruputan Pertama Kopi Blawan)

Road Tour Sunrise of Java #6 (Jatuh Cinta pada Seruputan Pertama Kopi Blawan)


27 Desember 2016

Masih di area pegunungan Ijen yang masuk Kab. Bondowoso, sejauh mata memandang Kami disuguhi perkebunan kopi nan luas sekali. Kami juga melewati perumahan pegawai perkebunan kopi. Namun, apa daya hujan deras kembali mengguyur. Kami berteduh di sebuah rumah warga pegawai kebun kopi yang ternyata menjual aneka minuman hangat. Tentu saja kami memesan kopi. Penasaran dengan cita rasa kopi yang ada disini. Ternyata rasanya enak. Pahitnya tidak begitu terasa. Tidak kental dan tidak terlalu encer. Pas sekali. Setelah diseruput sedikit meninggalkan rasa asam. Yeah, sepertinya aku jatuh cinta pada seruputan pertama (<3.<3).

Tak puas hanya menyeruput saja, aku pun menggali informasi tentang kopi ini. Menurut mas-mas yang menjual kopi, kopi disini merupakan kopi arabika kualitas ekspor. Bule-bule Amerika dan Eropa sangat menyukainya. Namun, mereka lebih meminati kopi luwak arabikanya. Tentu saja harus dibayar mahal dengan cita rasanya. Aku juga dikasih tahu kalau disini ada kopi lanang yang konon merupakan jamu untuk menambah stamina bagi pria. Wah, jadi pingin nyoba wkwkwk :D.

Perbincangan kami tak hanya tentang kopi saja. Ngalor-ngidul nanya darimana kami berasal, tentang perjalanan kami hingga asmara hahaha. Kata masnya, dia menikah di usia ke-21. Saat itu dia melamar istrinya yang masih kuliah di Salah satu Univ. Swasta di Jember. Wah keren ya. Salut \m/. “Daripada pacaran mending nikah”, katanya :D. Emang sih tidak heran dengan kultur budaya di Jawa Bagian timur ini, terutama yang mayoritas dari suku Madura lebih banyak yang nikah muda hehe.

Karena jatuh cinta pada seruputan pertama Kopi Blawan, aku pun berniat untuk membelinya perkilo atau bungkusan yang sudah diolah buat oleh-oleh. Menurut Masnya kami bisa membeli di Pabriknya langsung yang tak jauh dari warung kami singgahi. Dia juga menyarankan kami untuk sekalian mengunjungi Air Terjun Niagara Mini dan Pemandian Air Panas. Menurutnya masih banyak tempat-tempat keren disini. Namun, waktu menyarankan kami untuk kembali lagi di suatu saat nanti hehe. Di sebelah warung tersebut juga ada losmen yang biasa buat menginap dengan per malamnya Rp. 50.000,- sampai Rp. 100.000,-.


Setelah hujan reda, kami pamit pada masnya dan beranjak ke Pabrik kopi. 2 km kemudian, kami tiba di lokasi pabrik kopi yang merupakan milik PT Perkebunan Nusantara XII Kebun Blawan, Bondowoso. Di pos jaga, kami menyatakan niat kami untuk membeli kopi sebagai oleh-oleh dari perjalanan Road Tour Sunrise of Java. Saat itu yang bagian jaga adalah pak Supaidi yang ramah dengan dialek Khas Madura-nya. Dia menyuruh kami menunggunya membawa kopi yang dimaksud. Tak lama kemudian dia membawakannya pada kami. Ada berbagai macam kopi seperti Robusta, Lanang dan Arabika. Ada pula teh hijau dan teh putih. Namun, menurutnya yang paling enak adalah yang Arabika dan itu kami amini karena kami sudah mencoba cita rasanya tadi di warung. Aku pun membeli 3 bungkus yang sudah diolah secara profesional oleh ahlinya seberat 120 gram, seharga Rp. 20.000,-/bungkusnya. Mahalkah? Tentu saja tidak mahal dengan cita rasa kualitas ekspor hehe. Kalau sudah diekspor, katanya harga kopi tersebut bisa menembus Rp. 100.000,- hingga Rp. 200.000,-.


Setelah membeli kopi yang dibawa pak Supaidi, kami sebenarnya ingin beranjak pulang. Takut kemalaman. Apalagi nanti pasti akan melewati hutan-hutan yang sepi lagi. Bukannya aku takut sama makhluk ghoib, tetapi takut jika ada begal menghadang. Namun, hujan deras menahan kami lagi untuk lebih lama disini. Pak Supaidi juga menyarankan lebih baik kami menikmati Kolam Air Panas dan Air Terjun Mini Niagara yang hanya beberapa langkah saja dari pabrik. Katanya, jika kemalaman kemudian ada apa-apa di jalan tinggal hubungi saja Pak Supaidi. Hahaha okelah kami save nomor hapenya. Kapan-kapan bisa lah dimintain tolong buat paketin kopi ke rumah :D. Dia pun menyanggupinya :D.







Okelah fix, kami nyebur ke Kolam Air Panas. Disampingnya juga ada kolam namun airnya sangat dingin. Tak jauh dari kolam, ada Air Terjun Mini Niagara. Oh iya, disini juga ada home stay/guest house untuk menginap, namanya Catimore dan sepertinya cocok buat bulan madu :D.

Nyebur mandi Kolam Air Panas setelah perjalanan jauh, rasanya menyegarkan dan rilex sekali. Bahkan mengalahkan hawa dingin dan hujan di sore hari menjelang maghrib itu. Sungguh nikmat sekali. Apalagi tak ada pengunjung lain selain kami. Seperti kolam pribadi saja hehe. Tips untuk nyebur Kolam Air Panas : jangan langsung nyebur karena airnya sangat panas, mulailah dari kaki, perlahan-lahan hingga bagian tubuh atas, lalu berenanglah sepuasnya. Hal ini dilakukan supaya kondisi tubuh tidak kaget untuk menyesuaikan diri hehe. Air kolam ini juga mengandung belerang sehingga menyehatkan dan bisa mengobati gangguan penyakit kulit.

Setelah puas berendam air panas, kami beranjak mandi dan ganti pakaian. Lalu pamit pada Pak Supaidi untuk pulang menuju Sragen. Sarannya hati-hati dan bila ada apa-apa hubungi saja nomernya hahaha. Dalam kondisi setelah hujan dan hampir maghrib, kami tetap melaju meninggalkan pabrik kopi blawan. Setelah keluar area pabrik kami menghadapi jalan yang sebagian baru saja longsor. Untung saja jalan tidak terputus dan kami bisa melanjutkan perjalanan. Maghrib pun tiba dan kami menunaikannya di masjid perkampungan terdekat. Dilanjut Isa’. Perjalanan kami lanjutkan kembali. Arah kami yang tuju adalah ke Kota Bondowoso. Jalannya beraspal, lebih landai, lebih ramai, sedikit berliku dan hutannya tidak sepanjang, selebat dan sehorror waktu kami berangkat dari Banyuwangi ke Ijen. Namun, banyak kabut karena hujan baru saja reda. Alhamdulillah kami sampai di Kota Bondowoso. Setelah makan di kota ini, kami lanjut lagi melewati Besuki-Probolinggo. Memasuki Kota Pasuruan sepertinya mataku mulai tak kuat. Aku pun mencari SPBU yang ramai dan aman karena di beberapa SPBU ditongkrongi oleh anak jalanan/punk. Setelah mendapat SPBU yang sekiranya ramai dan aman kami pun ngemper tidur disana hehe.

28 Desember 2016

Pagi menjelang, kami Sholat Subuh dulu lalu melanjut pulang melalui rute Pasuruan-Bangil-Mojosari-Mojokerto-Jombang-Nganjuk-Madiun-Maospati. Kami ke Sragen melalui Jogorogo-Sine yang nyasarkan kami mengitari desa tertinggi di lereng utara Gunung Lawu. Tanpa mengandalkan GPS lagi karena hapeku sudah mati. Tanpa Cocot Penduduk Sekitar (CPS) karena sepi. Hanya mengandalkan feel ku saja. Akhirnya kami bisa tembus sampai Waduk Gebyar dan sudah di kawasan Kab. Sragen. Yeah, Waduk Gebyar emang lagi hits sekarang. Dulu mah biasa aja. Kadang-kadang di lokasi inilah aku ngabuburit di jaman SMA hehe.

Pukul 14.00, kami sampai di Rumah. Alhamdulillah, kami pulang dengan selamat. Perjalanan Road Tour Sunrise of Java yang mengagum dan luar biasa. Puas sekali trip impian ini bisa tercapai. Masih banyak tempat keren lainnya yang belum sempat kami singgahi di Tanah Sunrise of Java. Yeah, suatu saat kami akan kembali lagi. Mencoba mendaki ke Gunung Baluran 1247 mpl maupun lembah kacip yang jarang terjamah, Savana Bekol ketika kemarau, menyaksikan Blue Fire secara jelas, mendaki Ke Kawah Bulan Sabit, mengunjungi eksotisnya air terjun di Kaki Pegunungan Ijen, menjamah indahnya pantai-pantai alami di Taman Nasional Meru Betiri dan Taman Nasional Alas Purwo. Next, insyaallah di tahun 2018 atau 2019 J.


Salam Jun_krikers J.

Road Tour Sunrise of Java #5 (Kawah Ijen dan Kawah Wurung)

Road Tour Sunrise of Java #5 (Kawah Ijen dan Kawah Wurung)



26 Desember 2016

Yeah, setelah mengunjungi eksotisnya Taman Nasional Baluran, kami melanjutkan ke destinasi terakhir Sunrise of Java yaitu Kawah Ijen dan Kawah Wurung. Memasuki Kota Banyuwangi, kami disambut oleh patung penari Gandrung yang bersebelahan dengan pantai Watu Dodol. Sayang, kami melewati ketika malam hari. Jadi, gak bisa mampir sebentar ke pantainya deh hehe. Di Kota banyuwangi kami sempatkan diri untuk Sholat Maghrib dan Isa’. Kemudian mengisi full bahan bakar untuk Sheggy karena untuk menuju Kawah Ijen jalannya sangat menanjak dan tidak ada SPBU. Ketika di jalan, kami sempat kehilangan arah menuju Kawah Ijen. Beruntung kami menemukan orang pacaran yang bisa ditanya. Meski, rasanya agak mengganggu sih. Semoga orang itu langgeng lah ya J. Terimakasih sudah diberi tahu jalannya J.

Memasuki daerah Licin, kami dicegat untuk bayar registrasi masuk kawasan hutan Rp. 10.000,-/2 orang. Kata si pencegat itu, kami harus melewati hutan yang panjangnya 17 km dengan kondisi jalan beraspal sempit, menanjak dan berliku. Intinya harus hati-hatilah. Yeah, benar saja kami melewati hutan. Hutannya lebat, seram, horror dan terkesan angker. Malam itu sangat sepi. Hanya ada 3 motor menuju destinasi yang sama dengan kami. Itupun motor laki. Jadi bisa ngebut. Sedangkan aku? Tetap selow lah tertinggal jauh hahaha. Di beberapa spot aku sempat mencium bau bangkai, kadang wangi kemenyan dan ada penampakan pocong juga disisi kiri jalan di sebuah tikungan yang menanjak hahaha. Kaget juga sih. Bentuknya mirip guling bersarungkan kain mori putih. Aku tidak berani melihat wajahnya. Langsung saja aku gas poll sekuat-kuatnya. Kadang-kadang aku merinding sendiri. Hutan itu terasa begitu panjang dan jauh. Terkadang ada kabut yang mengganggu pandanganku dan semakin ke atas semakin dingin. Entah sampai kapan perjalanan membelah hutan di malam yang dingin ini berakhir? Sentimen negatif selalu saja menghantuiku. Seperti ada yang mengikuti kami dibelakang. Meskipun sepanjang perjalanan mulutku komat kamit membaca do’a hehe. Untung saja Sheggy masih tetap sehat sampai di Gerbang Perkemahan Paltuding atau titik awal pendakian menuju Kawah Ijen.





Pukul 21.30, kami sampai di Paltuding. Dengan tubuh menggigil kedinginan dan wajah yang tentu saja pucat. Begitu pulang dengan Adikku, Sidiq. Di perkemahan ini sudah sangat ramai. Yeah, mungkin mereka berangkat pada hari masih terang. Setelah parkir, kami dikenai tarif Rp. 5.000,-/motor dan titip helm Rp. 3000,-/helm. Konon katanya sering terjadi pencurian helm. Sedangkan loket pendakian akan dibuka pukul 01.00 malam dan menurut Pak Wawan, si ranger, jika mau melihat blue fire harus sekalian menyewa masker karena asap belerang di kawah ijen saat musim hujan seperti ini lebih pekat. Terbukti beberapa bulan sebelumnya ada pendaki asal bali yang tewas terpapar asap belerang. Selain itu juga banyak kasus penambang belerang yang tewas. Oke, keputusan ada ditangan kami besok pagi. Saatnya mendirikan tenda di camping ground, masak mie, ngopi dan istirahat maksimal J.

27 Desember 2016






Ternyata kami istirahat terlalu maksimal hahaha. Mungkin karena kelelahan :D. Kami baru bangun pukul 03.00. Setelah persiapan dan bayar loket pendakian Rp. 5.000,-/orang, kami siap mendaki pukul 03.30. yeah, sudah pasti kami tidak bisa melihat blue fire L. Sedih deh L. Padahal sudah jauh-jauh datang L. Tapi tak menyurutkan langkah kami mendaki. Setidaknya kami sampai di Kawah Ijen. Tracknya lebar berupa tanah namun sedikit licin karena berpasir sejauh 3 km. Awalnya landai, lalu terjal dan landai lagi sampai Pos Bunder. Setelah pos Bunder yaitu tempat pengumpulan belerang track sudah landai, namun disisi kanan terdapat jurang dan rawan longsor. Banyak juga para pendaki yang jalannya cepat-cepat akhirnya menyerah. Kemudian menggunakan jasa lorry pengangkut belerang yang disulap menjadi pengangkut pendaki yang kelelahan. Tentu saja dengan tenaga manusia super si pengangkut belerang hehe. Tarifnya Rp. 100.000,- sekali angkut. Mungkin kapan-kapan aku harus mencobanya :D. Sesaat sebelum sampai di Kawah Ijen, kami disuguhi pemandangan semburat warna jingga di ufuk timur. Yeah, Sunrise pertama di ujung timur Pulau Jawa. Indah sekali. Sedangkan di Barat, Gunung Raung menjulang tinggi dengan kegagahan puncak sejatinya. Amazing dah (*,*).






Satu setengah jam kami mendaki, kami sampai di Kawah Ijen. Para penambang belerang lalu lalang membawa beban yang katanya sekitar 70 kg an. Meski hanya dibayar tak seberapa. Hal itu demi sesuap nasi dan mencukupi kebutuhan keluarganya. Salut \m/. Saat itu kondisinya sangat ramai pengunjung karena memang musim liburan hehe. Membuatku malas untuk turun ke kawah. Api biru/Blue Fire masih dapat terlihat namun tidak begitu jelas karena sudah hampir terang. Tebing-tebing kaldera putih keabu-abuan yang mengitari Kawah Ijen begitu eksotis. Kontras sekali dengan air berwarna biru tosca dari Kawah Ijen (*,*). Kepulan asap belerang juga tak pernah berhenti. Kami memilih untuk menaiki spot yang paling tinggi di tebing untuk menikmati pemandangan Kawah Ijen. Matahari semakin bersinar terang. Asap belerang kawah ijen membumbung semakin tinggi. Di area kami berada, terkesan mistis karena banyak pohon-pohon mati akibat asap belerang. Lapar melanda. Kami pun masak mie di atas tebing tersebut.



 



 


 

Semakin matahari meninggi, tak menyurutkan langkah kami berputar-putar mengelilingi seputaran Kawah Ijen. Sekaligus mencari jalur untuk mendaki Kawah Bulan Sabit Gunung Merapi. Sebenarnya kami sudah menemukan jalurnya. Namun terasa tidak jelas. Harus turun ke lembah kemudian mendaki punggungan di sebelah utara. Setelah, kami mencoba turun ke lembah. Tiba-tiba asap belerang dari Kawah Ijen membumbung tinggi. Mengarah ke tempat yang kami tuju bahkan sampai di ketinggian Gunung Merapi. Belerang itu sungguh pekat. Kami pun menutup hidung dengan buff dan masker yang diberi air. Sepertinya alam memberikan sebuah pertanda. Kami pun mengurungkan niat untuk mendaki ke Kawah Bulan Sabit. Yeah, seperti ada yang membisiki kami jangan kesana dulu. Dia pun berkata jika suatu saat kami kembali kesini, cobalah peruntungan melihat Blue Fire yang lebih jelas, kemudian mendaki Kawah Bulan Sabit. Pasti kami akan mendapatkannya hehe. Tentu saja dengan kondisi fisik yang prima, logistik dan peralatan yang matang. Mungkin alam mengerti dan tahu kami. Logistik yang kami bawa masih kurang. Terutama air. Lalu kami lupa membawa tali rafia sebagai penanda nanti agar tidak tersesat dan parang untuk membabat alas belukar menuju Kawah Bulan Sabit. Disana juga jarang terjamah oleh manusia. Maka jangan heran nanti akan merupakan habitat alami binatang buas seperti macan. Kami harus siap dengan itu semua. Yeah, bersahabatlah dengan alam dan janganlah menantangnya karena dia tak segan memberi peringatan dalam sebuah pertanda J.



 


 


Setelah puas menikmati suasana kawah Ijen, kami beranjak turun. Aku juga sempat membeli oleh-oleh hiasan berbentuk kura-kura yang lucu dari penambang belerang. Harga satuannya Rp. 5.000,-. Lalu kami turun dengan cara berlari hehehe. Pukul 08.00 kami sampai di camping ground. Lalu istirahat, makan dan tidur.






 




Pukul 11.00, kami bangun. Lalu bongkar tenda, packing dan saatnya menuju Kawah Wurung. Lokasinya tak begitu jauh dari camping ground Kawah Ijen. Cukup arahkan saja menuju Bondowoso, nanti di tengah perkebunan kopi akan menemukan plang arah Kawah Wurung. Seharusnya, kami mampir dahulu di air terjun kalipait seberang jalan dari Kawah Ijen. Tapi sudah kelewatan, Ah sudahlah hahaha L. Setelah menyusuri jalanan makadam di tengah perkebunan kopi, kami sampai di Kawah Wurung. Tiket masuk hanya Rp. 5.000,-/orang saja. Untuk menyaksikan pemandangan keren dari Kawah Wurung, kami harus mendaki bukit di depan tempat kami parkir. 10 menit kemudian hamparan hijau savana ilalang terlihat menghampar luas di Kawah Wurung yang tidak sempat menjadi kawah gunung berapi ini. Kawah Wurung membentuk kaldera dengan beberapa bukit hijau seperti bukit-bukit teletubies. Sayang di beberapa spot terdapat plang besar “KAWAH WURUNG” yang seperti hollywood dan plang-plang kayu yang mengganggu kealamian pemandangannya. Yeah, semoga saja cepat dibongkar karena itu sebenarnya merusak alam L. Jika saja kami punya waktu lebih banyak, kami akan lebih menjelajahi luasnya savana dan mendaki beberapa bukit itu dan camping atasnya. Cuaca juga sudah tidak mendukung karena mendung, gelap dan akan turun hujan. Kami pun bergegas turun ke parkiran. Selang waktu beberapa saat turunlah hujan dengan derasnya. Cukup lama kami berteduh dari hujan. Setelah hujan mulai reda kami melanjutkan perjalanan pulang ke Sragen.

Salam Jun_krikers J