Road Tour Sunrise of
Java #2
24 Desember 2016
Pagi hari disaat subuh, kami
sudah bangun untuk menunaikan Sholat Subuh di Mushola SPBU. Air wudhu yang
telah membasuh muka lusuh akibat debu jalanan mengembalikan semangat untuk melanjutkan
perjalanan kami. Memasuki kota Kediri kami langsung disambut oleh panjangnya
jembatan Sungai Brantas. Lampu-lampu di jembatan ini terlihat cantik. Ditambah jalan
yang lengang di pagi hari yang masih gelap. Kami juga melewati luasnya komplek
pabrik rokok PT. Gudang Garam. Hingga tibalah kami di Simpang Lima Gumul, Kab.
Kediri.
Di Simpang Lima Gumul terdapat
monumen yang menjadi salah satu ikon Kabupaten Kediri. Bentuk bangunannya unik
dan mirip Arc de Triomphe, Paris. Jadi, kalau dana tidak mencukupi, tidak usah
jauh-jauh ke Paris untuk foto-foto berlatar bangunan Arc de Triomphe. Ke #Kedirilagi
aja hehe J.
Pagi itu masih belum menampakan
secercah sinar mentari. Sangat sepi dan hanya hitungan jari saja orang di
Simpang Lima Gumul. Ini yang harus membuat kita selalu waspada pada barang
bawaan dan tak jauh-jauh dari kendaraan. Intinya jangan sampai lengah karena
kejahatan akan terjadi jika calon korbannya lengah. Kata Bung Napi, “
Waspadalah Waspadalah Waspadalah!!!”, hahaha.
Mentari mulai menampakkan
sinarnya dibalik Gunung Kelud. Yeah, Gunung yang akan kami daki nanti malam
seakan melambaikan tangan menyambut kedatangan kami. Beberapa anak jalanan/punk
merapat ke Simpang Lima Gumul. Mungkin mereka mau mandi setelah beberapa hari
tidak mandi karena disini ada kamar mandi umum juga hehe.
Perjalanan kami lanjutkan kembali
menuju ke pantai selatan. Tepatnya ke Pantai Kedung Tumpang, Pucanglaban, Kab.
Tulungagung. Untuk menuju kesana, kami memanfaatkan aplikasi google maps dan
kepo sana-sini pada warga sekitar. Sebelum memasuki kawasan pantai, di desa
terakhir kami harus berhenti di portal untuk membayar karcis masuk Pantai Kedung
Tumpang Rp. 5.000,-/orang. Kemudian di kawasan pantai, kami parkir motor Rp.
2.000,-. Akhirnya sampailah kami di
Pantai Kedung Tumpang. Perjalanan menuju kesini sangat menantang. Jalan yang
berliku melewati pegunungan karst pantai selatan hingga jalur naik-turun bukit berupa
makadam, tanah liat, berbatu dan kerakal. Sebenarnya ada jalan yang lebih baik.
Namun adanya pengecoran jalan menuju pantai ini membuat jalan dialihkan
melewati jalur yang sangat ekstrim tersebut. Beruntung kondisinya sudah 3 hari
tidak turun hujan menurut akamsi. Jika saja hujan mungkin sudah malas untuk
menuju kesini. Cuaca yang terik namun berawan cukup membuatku was-was jika saja
hujan mengganggu kami jalan keluar dari pantai. Lebih baik ngecamp saja jika
hujan hehe. Percayalah dibalik kesulitan pasti ada kemudahan. Terbukti dengan
Pantai Kedung Tumpang yang keren dan terbilang sepi.
Untuk menuju pantai, dari
parkiran motor, kami harus menuruni bukit terlebih dahulu kuranglebih 15
menitan. Pantai Kedung Tumpang ini bukanlah pantai biasa yang berpasir dan bisa
nyemplung seenaknya. Pantai ini didominasi oleh karang-karang terjal. Terdapat pula
kolam alami yang terbentuk akibat gerusan gelombang Samudera Hindia yang ganas.
Kolamnya pun terbagi di sisi Barat dan Timur. Hari itu gelombang cukup ganas
menghantam karang dan memasuki kawasan kolam. Kami sedari awal memang hanya
ingin menikmatinya dari atas ketinggian saja. Tidak mau mengambil resiko terhanyut
gelombang hanya untuk selfie keren di kolam. Sudah banyak kasus orang tewas
hanyut oleh gelombang di kolam tersebut. Deru suara maupun gerak hempasan gelombang
yang ganas saat menabrak karang sudah menjadi hiburan tersendiri.
Puas menikmati indahnya Pantai
Kedung Tumpang, kami mendaki bukit menuju parkiran. Kondisi cuaca yang sangat
terik panas matahari membuat kami sangat lemah. Beberapa kali kami beristirahat
di gazebo milik pedagang. Tak ayal minuman dingin membuatku tergoda membelinya.
Yeah, hitung-hitung berbagi rezeki pada warga sekitar J. Di gazebo terakhir dekat
parkiran motor, kami beristirahat lama. Ada arek tulungagung yang menemani
ngobrol karena kekepoannya pada kami yang datang jauh-jauh dari Sragen hehe. Sempat
pula ditawari main ke pantai-pantai keren lainnya di Tulungagung ini. Yeah,
bagiku ini masih awal perjalanan dan perjalanan masih panjang. Pantai Kedung Tumpang
ini sudah mewakili salah satu destinasi alam di Kab. Tulungagung. Terimakasih
atas tawarannya rek J.
Kami melanjutkan perjalanan
kembali. Jalan keluar dari kawasan pantai benar-benar menyiksa Sheggy. Keluar
dari portal, kami menuju Kota Blitar dan tentu saja dengan rute yang berbeda
ketika menuju Pantai Kedung Tumpang. Di daerah Ngunut ada perbaikan jembatan
yang putus membuat kami melipir ke jalan makadam yang entah berantah menyusur
sungai hingga sampai di Pasar sebelum Kota Blitar. Di pasar ini kami mampir
makan siang dengan menu Nasi Rawon Khas Jawa Timuran. Tergolong murah karena
kami hanya merogoh kocek Rp. 10.000,-/porsi. Kemudian kami menuju masjid untuk
Ibadah Sholat Dzuhur. Yeah, istirahat di masjid memang sungguh sejuk dan nyaman
karena selain bisa mandi untuk menghilangkan bau apek perjalanan, kami juga bisa
ngecharge HP secara gratis J.
Kemudian kami lanjut jalan lagi
menuju Kota Blitar. Kota ini selalu diwarnai oleh warna merah putih di sepanjang
jalan. Yeah, karena Kota Blitar merupakan Kota Kelahiran dan terdapat makam presiden
pertama atau proklamator NKRI, Ir. Soekarno \m/. Di Kota ini, kami sempatkan mampir
di Istana Gebang yang merupakan rumah masa kecil Bung Karno. Kami hanya
membayar parkir motor Rp. 3.000,- dan mengisi buku tamu saja untuk berkeliling
di Istana Gebang. Di Istana ini banyak sekali peninggalan-peninggalan masa
kecil Bung karno. Ada perabotan rumah, tempat tidur, mesin ketik,
penghargaan-penghargaan, mobil kepresidenan, sepeda onthel, foto-foto
perjalanan sejarah Bung Karno hingga sanggar kesenian. Yang menarik adalah
lukisan Bung karno di ruang tamu yang menurutku memiliki aura yang dalam hehe.
Setelah berkeliling di rumah masa
kecil Bung Karno, kami lanjut ke makamnya tak begitu jauh. Untuk masuk ke
makam, kami tidak dikenai kocek sama sekali. Hanya biaya parkir motor saja Rp.
5.000,-. Di kawasan makam terdapat pula perpustakaan umum, gong perdamaian, relief
sejarah Bung Karno dan kolam ikan. Setelah berjalan melewati gapura tinggi. Terpampanglah
makam Bung Karno. Suasana ziarah makam sangat ramai. Maka dari itu kami hanya melihat-lihat
saja tidak ikut ziarah karena ramai dan mengganggu kekhusyukan. Hanya berdo’a di
Mushola makam setelah Sholat Ashar saja mungkin sudah baik J. Setelah Sholat Ashar
kami keluar area makam. Kami harus melewati lorong-lorong kios yang menjajakan oleh-oleh
khas Blitar dan Ke Bung Karno-an. Tak lupa kami membeli dodol Rp. 10.000,-. Yeah,
dodol memang cemilan yang cocok untuk bekal mendaki karena mengandung gula yang
tinggi syarat akan energi :D. Lorong-lorong ini cukup panjang dan yang paling
sial adalah berjalan di belakang gerombolan ibu-ibu menutupi jalan, jalannya
pelan-pelan, megang-megang barang dagangan namun tidak jadi beli wkwkwk. Harus ekstra
sabar bagi pejalan di belakangnya maupun pedagangnya :D.
Kelar sudah penderitaan berjalan
di belakang gerombolan ibu-ibu :D. kami lanjut saja ke parkiran menjemput
Sheggy. Kemudian kami mengalihkan pandangan kami menuju ketinggian Gunung Kelud
via Tulungrejo, Blitar.
Dan yang pasti perjalanan masih
panjang J.
Salam Junkrikers J
Mantap tripnya! Seru kelihatannya..
BalasHapus