Senin, 16 Januari 2017

Road Tour Sunrise of Java #5 (Kawah Ijen dan Kawah Wurung)

Road Tour Sunrise of Java #5 (Kawah Ijen dan Kawah Wurung)



26 Desember 2016

Yeah, setelah mengunjungi eksotisnya Taman Nasional Baluran, kami melanjutkan ke destinasi terakhir Sunrise of Java yaitu Kawah Ijen dan Kawah Wurung. Memasuki Kota Banyuwangi, kami disambut oleh patung penari Gandrung yang bersebelahan dengan pantai Watu Dodol. Sayang, kami melewati ketika malam hari. Jadi, gak bisa mampir sebentar ke pantainya deh hehe. Di Kota banyuwangi kami sempatkan diri untuk Sholat Maghrib dan Isa’. Kemudian mengisi full bahan bakar untuk Sheggy karena untuk menuju Kawah Ijen jalannya sangat menanjak dan tidak ada SPBU. Ketika di jalan, kami sempat kehilangan arah menuju Kawah Ijen. Beruntung kami menemukan orang pacaran yang bisa ditanya. Meski, rasanya agak mengganggu sih. Semoga orang itu langgeng lah ya J. Terimakasih sudah diberi tahu jalannya J.

Memasuki daerah Licin, kami dicegat untuk bayar registrasi masuk kawasan hutan Rp. 10.000,-/2 orang. Kata si pencegat itu, kami harus melewati hutan yang panjangnya 17 km dengan kondisi jalan beraspal sempit, menanjak dan berliku. Intinya harus hati-hatilah. Yeah, benar saja kami melewati hutan. Hutannya lebat, seram, horror dan terkesan angker. Malam itu sangat sepi. Hanya ada 3 motor menuju destinasi yang sama dengan kami. Itupun motor laki. Jadi bisa ngebut. Sedangkan aku? Tetap selow lah tertinggal jauh hahaha. Di beberapa spot aku sempat mencium bau bangkai, kadang wangi kemenyan dan ada penampakan pocong juga disisi kiri jalan di sebuah tikungan yang menanjak hahaha. Kaget juga sih. Bentuknya mirip guling bersarungkan kain mori putih. Aku tidak berani melihat wajahnya. Langsung saja aku gas poll sekuat-kuatnya. Kadang-kadang aku merinding sendiri. Hutan itu terasa begitu panjang dan jauh. Terkadang ada kabut yang mengganggu pandanganku dan semakin ke atas semakin dingin. Entah sampai kapan perjalanan membelah hutan di malam yang dingin ini berakhir? Sentimen negatif selalu saja menghantuiku. Seperti ada yang mengikuti kami dibelakang. Meskipun sepanjang perjalanan mulutku komat kamit membaca do’a hehe. Untung saja Sheggy masih tetap sehat sampai di Gerbang Perkemahan Paltuding atau titik awal pendakian menuju Kawah Ijen.





Pukul 21.30, kami sampai di Paltuding. Dengan tubuh menggigil kedinginan dan wajah yang tentu saja pucat. Begitu pulang dengan Adikku, Sidiq. Di perkemahan ini sudah sangat ramai. Yeah, mungkin mereka berangkat pada hari masih terang. Setelah parkir, kami dikenai tarif Rp. 5.000,-/motor dan titip helm Rp. 3000,-/helm. Konon katanya sering terjadi pencurian helm. Sedangkan loket pendakian akan dibuka pukul 01.00 malam dan menurut Pak Wawan, si ranger, jika mau melihat blue fire harus sekalian menyewa masker karena asap belerang di kawah ijen saat musim hujan seperti ini lebih pekat. Terbukti beberapa bulan sebelumnya ada pendaki asal bali yang tewas terpapar asap belerang. Selain itu juga banyak kasus penambang belerang yang tewas. Oke, keputusan ada ditangan kami besok pagi. Saatnya mendirikan tenda di camping ground, masak mie, ngopi dan istirahat maksimal J.

27 Desember 2016






Ternyata kami istirahat terlalu maksimal hahaha. Mungkin karena kelelahan :D. Kami baru bangun pukul 03.00. Setelah persiapan dan bayar loket pendakian Rp. 5.000,-/orang, kami siap mendaki pukul 03.30. yeah, sudah pasti kami tidak bisa melihat blue fire L. Sedih deh L. Padahal sudah jauh-jauh datang L. Tapi tak menyurutkan langkah kami mendaki. Setidaknya kami sampai di Kawah Ijen. Tracknya lebar berupa tanah namun sedikit licin karena berpasir sejauh 3 km. Awalnya landai, lalu terjal dan landai lagi sampai Pos Bunder. Setelah pos Bunder yaitu tempat pengumpulan belerang track sudah landai, namun disisi kanan terdapat jurang dan rawan longsor. Banyak juga para pendaki yang jalannya cepat-cepat akhirnya menyerah. Kemudian menggunakan jasa lorry pengangkut belerang yang disulap menjadi pengangkut pendaki yang kelelahan. Tentu saja dengan tenaga manusia super si pengangkut belerang hehe. Tarifnya Rp. 100.000,- sekali angkut. Mungkin kapan-kapan aku harus mencobanya :D. Sesaat sebelum sampai di Kawah Ijen, kami disuguhi pemandangan semburat warna jingga di ufuk timur. Yeah, Sunrise pertama di ujung timur Pulau Jawa. Indah sekali. Sedangkan di Barat, Gunung Raung menjulang tinggi dengan kegagahan puncak sejatinya. Amazing dah (*,*).






Satu setengah jam kami mendaki, kami sampai di Kawah Ijen. Para penambang belerang lalu lalang membawa beban yang katanya sekitar 70 kg an. Meski hanya dibayar tak seberapa. Hal itu demi sesuap nasi dan mencukupi kebutuhan keluarganya. Salut \m/. Saat itu kondisinya sangat ramai pengunjung karena memang musim liburan hehe. Membuatku malas untuk turun ke kawah. Api biru/Blue Fire masih dapat terlihat namun tidak begitu jelas karena sudah hampir terang. Tebing-tebing kaldera putih keabu-abuan yang mengitari Kawah Ijen begitu eksotis. Kontras sekali dengan air berwarna biru tosca dari Kawah Ijen (*,*). Kepulan asap belerang juga tak pernah berhenti. Kami memilih untuk menaiki spot yang paling tinggi di tebing untuk menikmati pemandangan Kawah Ijen. Matahari semakin bersinar terang. Asap belerang kawah ijen membumbung semakin tinggi. Di area kami berada, terkesan mistis karena banyak pohon-pohon mati akibat asap belerang. Lapar melanda. Kami pun masak mie di atas tebing tersebut.



 



 


 

Semakin matahari meninggi, tak menyurutkan langkah kami berputar-putar mengelilingi seputaran Kawah Ijen. Sekaligus mencari jalur untuk mendaki Kawah Bulan Sabit Gunung Merapi. Sebenarnya kami sudah menemukan jalurnya. Namun terasa tidak jelas. Harus turun ke lembah kemudian mendaki punggungan di sebelah utara. Setelah, kami mencoba turun ke lembah. Tiba-tiba asap belerang dari Kawah Ijen membumbung tinggi. Mengarah ke tempat yang kami tuju bahkan sampai di ketinggian Gunung Merapi. Belerang itu sungguh pekat. Kami pun menutup hidung dengan buff dan masker yang diberi air. Sepertinya alam memberikan sebuah pertanda. Kami pun mengurungkan niat untuk mendaki ke Kawah Bulan Sabit. Yeah, seperti ada yang membisiki kami jangan kesana dulu. Dia pun berkata jika suatu saat kami kembali kesini, cobalah peruntungan melihat Blue Fire yang lebih jelas, kemudian mendaki Kawah Bulan Sabit. Pasti kami akan mendapatkannya hehe. Tentu saja dengan kondisi fisik yang prima, logistik dan peralatan yang matang. Mungkin alam mengerti dan tahu kami. Logistik yang kami bawa masih kurang. Terutama air. Lalu kami lupa membawa tali rafia sebagai penanda nanti agar tidak tersesat dan parang untuk membabat alas belukar menuju Kawah Bulan Sabit. Disana juga jarang terjamah oleh manusia. Maka jangan heran nanti akan merupakan habitat alami binatang buas seperti macan. Kami harus siap dengan itu semua. Yeah, bersahabatlah dengan alam dan janganlah menantangnya karena dia tak segan memberi peringatan dalam sebuah pertanda J.



 


 


Setelah puas menikmati suasana kawah Ijen, kami beranjak turun. Aku juga sempat membeli oleh-oleh hiasan berbentuk kura-kura yang lucu dari penambang belerang. Harga satuannya Rp. 5.000,-. Lalu kami turun dengan cara berlari hehehe. Pukul 08.00 kami sampai di camping ground. Lalu istirahat, makan dan tidur.






 




Pukul 11.00, kami bangun. Lalu bongkar tenda, packing dan saatnya menuju Kawah Wurung. Lokasinya tak begitu jauh dari camping ground Kawah Ijen. Cukup arahkan saja menuju Bondowoso, nanti di tengah perkebunan kopi akan menemukan plang arah Kawah Wurung. Seharusnya, kami mampir dahulu di air terjun kalipait seberang jalan dari Kawah Ijen. Tapi sudah kelewatan, Ah sudahlah hahaha L. Setelah menyusuri jalanan makadam di tengah perkebunan kopi, kami sampai di Kawah Wurung. Tiket masuk hanya Rp. 5.000,-/orang saja. Untuk menyaksikan pemandangan keren dari Kawah Wurung, kami harus mendaki bukit di depan tempat kami parkir. 10 menit kemudian hamparan hijau savana ilalang terlihat menghampar luas di Kawah Wurung yang tidak sempat menjadi kawah gunung berapi ini. Kawah Wurung membentuk kaldera dengan beberapa bukit hijau seperti bukit-bukit teletubies. Sayang di beberapa spot terdapat plang besar “KAWAH WURUNG” yang seperti hollywood dan plang-plang kayu yang mengganggu kealamian pemandangannya. Yeah, semoga saja cepat dibongkar karena itu sebenarnya merusak alam L. Jika saja kami punya waktu lebih banyak, kami akan lebih menjelajahi luasnya savana dan mendaki beberapa bukit itu dan camping atasnya. Cuaca juga sudah tidak mendukung karena mendung, gelap dan akan turun hujan. Kami pun bergegas turun ke parkiran. Selang waktu beberapa saat turunlah hujan dengan derasnya. Cukup lama kami berteduh dari hujan. Setelah hujan mulai reda kami melanjutkan perjalanan pulang ke Sragen.

Salam Jun_krikers J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar