Minggu, 12 Oktober 2014

MERBABU Kelabu #2

MERBABU kelabu #2


Saat itu malam tak seganas dari biasanya. Angin sepoi-sepoi tak membawa dingin ke Puncak Kentengsongo. Api unggun berpijar dengan tenangnya. Mie rebus yang telah dimasak tadi sudah masuk ke dalam lambung untuk melakukan proses ekskresi selanjutnya. Secangkir kopi hitam yang diseruput lebih pahit dari biasanya. Namun dapat ditawarkan rasanya dengan hisapan rokok yang belum berakhir. Aku mencoba tidur sejenak tanpa alas. Yeah kemudian aku tersadar bahwa yang dijadikan api unggun itu adalah seonggok edelweiss yang mereka cabut sampai akarnya. Ku tegur pendaki abal-abal yang mengaku sebagai mapala itu. Aku tak kuasa menjadi guru spiritual yang berkotbah pada jama’ah yang jam terbangnya lebih tinggi dariku sepertinya. Namun sifat iblis malah lebih binal merasuki cakap mereka. Mereka berkata,”kami sudah sering mencintai alam, kami sekali-kali ingin mencoba rasanya merusak alam” sambil cekakaan. Mendengar perkataan iblis itu aku tersengat marah. Namun aku sembunyikan dalam poker face-ku. Jika pun harus berkelahi menurutku itu sia-sia karena tak ada gunanya. Energiku masih kuperlukan untuk turun Gunung Merbabu dan naik Gunung Merapi selanjutnya. Yeah semoga saat ini mereka sudah bertobat nasuha.
Lalu ku packing barang bawaanku dan pergi meninggalkan mapala abal-abal itu di Puncak Kentengsongo, Mul mengekor di belakangku. Mungkin karena aku masih marah, aku berjalan lebih cepat dari biasanya. Saat turun dari Puncak Triangulasi menuju post sabana 2, Mul tertinggal jauh di belakangku. Aku teringat jika aku menyembunyikan jerigenku disekitar sabana 2. Aku khawatir jikalau hilang diambil pendaki lain. Aku berlari dalam gelap. Sangat membahayakan sekali jika tiba-tiba tersandung lalu menggelinding. Beruntung tidak kenapa-kenapa dan akhirnya aku menemukan jerigenku. Yeah Alhamdulillah. Ku tunggu Mul di titik koordinat pertemuanku dengan jerigen pembawa air kehidupan. Tak lama kami bertemu, kami langsung ke menuju sabana 2. Di sabana 2 ini kami disambut oleh beberapa pendaki yang membuat api unggun yang berkomposisi tumpukan kayu bakar. Cukup miris dengan api unggun yang kulihat di Puncak Kentengsongo sebelumnya. Kami bercengkrama dengan pendaki itu disini sembari menenggak minuman jahe yang mereka berikan. Diselanya kami paparkan mimpi kami untuk double M summit ini. Mereka mendukung mimpi kami ini meskipun terkesan mimpi ini penuh kesombongan. Yeah namanya juga anak muda :p. Mereka pamit tidur dalam rumah keongnya. Api unggun telah padam berubah menjadi arang. Aku dan Mul juga pamit melanjutkan mimpi penuh kesombongan ini. Air dalam jerigen masih sangat banyak. Kutuangkan dalam botol saja agar lebih efisien membawanya saat turun. Sisanya kuberikan pada beberapa pendaki sekitar sabana 2 yang membutuhkan.
 Tepat pukul 22.00 kami turun dari sabana 2 menuju sabana 1. Berjalan sangat santai, bermain perosotan dan terkadang berlari mengikuti irama jalur yang menurun tajam hingga sabana 1. Di Sabana 1 kami berhenti hanya untuk menghela nafas sebentar dan menyapa pendaki yang ramai mendirikan rumah keongnya. Jalur turun dari sabana 1 ke post 3 sangat curam dan bercabang banyak. Sehingga kami ubah jalur tersebut menjadi arena perosotan alam. Kami harus hati-hati melewatinya. Yeah turun gunung pada saat gelap memang mempunyai sensasi tersendiri :D. Aku tiba lebih dahulu di Post 3, Mul berada tak jauh di belakangku. Kulihat mukanya yang terlihat pucat dan tiba-tiba dia mengeluarkan laharnya. Penyakit gunungnya sepertinya kambuh. Ku hampiri dia dan meminggirkannya ke tempat yang agak terlindung dari angin. Tiba-tiba laharnya kembali keluar lebih eksplosif dari yang pertama. Waduh bagaimana ini? Pikiranku berkecambuk saat itu tapi jalan pikiranku harus tetap tenang. Mimpi double summit yang terjalin sedemikian rupa harus dibungkus sudah. Kini aku harus menolong sahabatku ini. Seperti pengalaman sebelumnya saat mendaki Gunung Lawu. Kusuruh saja dia tidur meskipun hanya beralaskan matras, berselimutkan sarung, dan beratapkan langit. Kami tidak membawa rumah keong karena awalnya kami berniat mendaki tektok. Aku akan memasak makanan hangat untuk membalikkan kondisi tubuhnya. Hanya ada sisa makanan mie rebus saat itu. Mie rebus sudah kumasak matang. Sendokku hilang entah kemana dan akhirnya aku meminjam sendok pada pendaki lain yang saat itu beristirahat di post 3. Setelah dapat pinjaman sendok, kubangunkan Mul untuk makan seadanya saja meskipun sedikit. Yeah sepertinya dia sudah agak baikkan. Ku kembalikan sendok pinjaman tadi. Namun tiba-tiba lahar kembali keluar eksplosif sehingga menggenangi sebagian jalur pendakian. Saat itu aku menyuruhnya agar cepat turun saja ke basecamp namun Mul menolaknya dan memilih tidur lagi karena merasa pusing teramat sangat. Mul sudah tertidur dan aku masih melek untuk menjaganya. Semoga kondisinya cepat membaik. Amien.
Beberapa pendaki melewatiku duduk termenung di pinggir jalur. Sebagian mereka ada yang menyapa dan ada yang hanya numpang lewat saja. Aku mengumpatkan tawa dalam benak pikiranku. Yeah mereka tak sadar bahwa telah menginjak lahar Mul sedari tadi, semoga membekas abadi pada alas sepatu/sendalnya :p. Beberapa bintang jatuh terlihat dalam rekaman lensa mataku. Yeah aku berdo’a agar Mul tak kenapa-kenapa meskipun aku tak percaya pada bintang jatuh. Sesekali kulihat keadaan Mul. Ku pegang kening, kupingnya, lehernya dan nafasnya apakah beku atau tidak. Kondisi Mul yang tidak sadar atau tertidur seperti itu sangat membahayakan jika penyakit yang ia derita adalah Hipotermia atau juga Mountain Sickness karena gejala awal tidak ada bedanya. Namun saat tertidur seperti itu akan membuatnya punya 2 pilihan yaitu kondisinya akan membaik atau malah ngedrop. Jikalau kondisinya malah ngedrop, aku harus membopongnya ke rumah koeng pendaki yang berdiri di post 3 ini dan melakukan pertolongan ekstra dengan bantuan pendaki lain juga. Aku akan menyesal seumur hidup jikalau aku kehilangan nyawa sahabatku di depan mataku sendiri disaat-saat seperti itu. Dan nantinya aku akan pensiun dari sebuah pendakian gunung. Yeah pendakian kali ini memang tergolong nekat, terlalu bermimpi dan penuh kesombongan. Ini akan menjadi pelajaran berharga untuk melakukan pendakian selanjutnya. Yeah jika memang berniat dan bermimpi untuk double summit harus mempersiapkannya secara matang dan memiliki waktu yang lebih panjang. Segala sesuatu yang terjadi di lapangan tak selamanya seperti apa yang diinginkan. Kuperiksa kembali keadaan Mul dan sepertinya membaik. Alhamdulillah.
Malam sudah terlalu larut, di handphoneku terlihat pukul 01.00 malam. Angin bertiup cukup kencang, aku mulai menggigil. Kubangunkan Mul agar turun saja ke basecamp. Cukup kesal aku dibuatnya, karena tak mau bangun meski aku tau dia terbangun dalam tidurnya. “Aku beri toleransi 1 jam lagi, jika tidak akan kupaksa untuk bangun”, pikirku. Kuhisap rokokku lagi agar tak menggigil, lalu ku rebahan di rerumputan. Agak hangat memang, tetapi lama kelamaan angin menjadi lebih kencang karena tempatku rebahan merupakan jalur angin. Jam toleransiku sudah terpenuhi. Aku sudah menggigil kedinginan dan kaki ku serasa membeku untuk berjalan. Ku bangunkan Mul dengan paksa. Aku berkata cukup kasar nan sadis namun mengandung arti yang sangat dalam dan mungkin membekas dalam pikiran Mul hingga saat ini :p. Aku berkata,”Mul bangun, Lu mau nyiksa Gua kedinginan kayak gini? Kaki Gua udah beku ini, Lu enak ya tidur gitu kayak mati rasa sama dingin -_-“. Akhirnya dia mau bangun juga. Tepat pukul 02.00 malam kami turun untuk menuju basecamp. Saat jalan kaki ku seperti sulit untuk digerakkan. Yeah kaku sekali hingga aku sempat terjatuh dan hampir masuk jurang. Aku bangun lagi dan jalan sangat perlahan hingga masuk hutan. Mul minta istirahat karena dia memuntahkan laharnya lagi. Kuberi toleransi 15 menit untuk ia tidur sejenak. Setelah agak enakkan kami berjalan perlahan lagi hingga sampai post 1. Di post 1 kami beristirahat cukup lama sekitar 30 menit dan Mul tidur dengan pulasnya. Aku yang merasa hawa tidak enak pun mencoba untuk tidur saja namun selalu gagal. Kupaksa Mul bangun lagi untuk turun ke basecamp. Hawa aneh menurutku sangat terasa. Kami berjalan sangat lama dan terasa hanya mutar-mutar saja. Banyak sekali percabangan namun kupilih yang terdapat sampah di jalurnya. Yeah Gunung merbabu dikenal banyak percabangan yang mungkin akan membuat tersesat jika tidak waspada. Apalagi saat itu kami turun pada malam hari. Banyak jalur tikus yang digunakan pendaki lokal atau warga untuk mencari rumput/kayu di hutan. Mul tertinggal agak jauh dibelakangku. Kemudian dia berhenti dan langsung merebahkan diri untuk tidur. Mul mengeluh karena lama tidak sampai basecamp dan merasa mengantuk yang teramat sangat. Aku membujuknya agak keras agar terus berjalan saja karena riskan kalau tidur di hutan tanpa rumah keong. Sungguh sangat riskan jikalau tiba-tiba dipatok ular. Yeah dari kebanyakan hewan melata tersebut bersifat nocturnal sama seperti diriku :D. Sangat lama kami berjalan akhirnya menemukan secercah harapan. Lampu-lampu desa sudah terlihat berarti sebentar lagi sampai basecamp dan di basecamp kami bisa istirahat sepuasnya. Saat itu aku berkata yang intinya, “untung Lu nggak kenapa-kenapa boy, Gua takut banget kalau Lu mati tadi, Gua kan mesti tanggung jawab karena udah ngajak anak orang, apalagi cuma berdua doang Lu sama Gua, ya Gua bisa aja di posisi Lu, Lu di posisi Gua, untung aja Gua di posisi Gua sendiri”. Entah dia dengar atau tidak aku tak tahu. Akhirnya gerbang pendakian Gunung Merbabu via Selo terlewati. Hanya langkah-langkah kecil saja untuk sampai basecamp tepat pukul 04.00 menjelang subuh. Lega rasanya. Kami langsung tidur dengan pulasnya di kursi emperan depan basecamp karena saat itu masih tutup.
Aku bangun sekitar pukul 07.00 pagi karena beberapa pendaki mulai berisik mengganggu tidurku. Kubangunkan Mul dari tidurnya untuk siap-siap pulang. Yeah kami tidak jadi meneruskan mimpi yang sombong untuk menggagahi Gunung Merapi karena beberapa pertimbangan. Tak apalah yang penting keselamatan kami adalah nomor satu. Suatu saat kami pasti mengunjungi Gunung Merapi entah bersama atau tidak hehehe. Pukul 07.30 kami beranjak turun basecamp menuju penitipan belalang tempurku. Setelah sampai kupanasi kemudian beranjak ke warung depan Pasar Selo untuk sarapan. Setelah sarapan kami langsung pulang. Mul kuantar sampai pertigaan Kartasura sedangkan aku pulang ke sragen dan malamnya aku kembali ke Semarang.
Salam Jun_krikers

Beberapa picture perjalanan:

Menuju Basecamp

Gerbang Pendakian

Tracking Bung!

di Post 3

Memandang Gunung Merapi

Track Terjal

Makan Dulu Bung!

Sabana 1

di Tengah Sabana

Mulai Mendaki

Mirip Bukit Teletubies

Sunset Senja

Sabana 2

Batu Berlubang Karena Tak pernah Sikat Batu

di Puncak Triangulasi

di Puncak kentengsongo

Duet Sang pemimpi



Tidak ada komentar:

Posting Komentar