DI JAKARTA #3
Jumat tanggal 7 Maret 2014 aku
selesai magang di LEMIGAS. Setelah sholat maghrib aku bertolak menuju Tigaraksa
Tangerang untuk menemui teman-teman masa kecilku dulu. Aku dulu tinggal di
Tigaraksa beberapa tahun sebelum bapak kena PHK kemudian pindah ke Sragen. Sebelumnya
ke Tigaraksa, aku sudah beberapa kali melakukan kontak melalui Facebook
sehingga aku dapet pin BB Agung. Ya di zaman sekarang terlalu mudah untuk
menemukan seseorang lewat jejaring sosial, sehingga yang jauh bisa sangat dekat
sedangkan yang dekat terasa sangat jauh. Aku masih mengingat wajah-wajah mereka
saat masih ingusan, kejadian-kejadian lucu yang terkadang membuatku ingin
ketawa sendiri, kenakalan-kenakalan yang membuat ibu-ibu komplek perumahan
geram, cari ikan di kali yang kotor, sering ribut berantem gara-gara main bola
*saat itu aku kalah berantem dan nyemplung ke got kemudian dijemput bapakku ya
malu sekali aku :D, nonton bola ke stadion benteng sambil tawuran, selalu di
bully sama bukan preman yang sok jadi preman dan perilaku-perilaku lain yang
tak bisa disebutkan satu persatu.
Dari kostku Cipulir, aku naik
metro mini ke Ciledug. Sumpek-sumpek an di dalam dan akhirnya aku dapat tempat
duduk. Metro mini seperti neraka ukuran balok ¾ bus bagiku, sumpek dan panas
sekali di dalam apalagi di jam pulang kerja seperti saat itu. Ya memang jika
ingin murah harus banyak sabar dan berkorban. Kupandangi segala penjuru neraka
kecil itu. Laki-laki dan perempuan campur aduk berada di dalam. Mungkin
sebagian besar dari mereka adalah makhluk buruk rupa. Kebanyakan mereka memakai
masker untuk menutupi mulut yang sumbing, hidung yang bernanah, gigi yang
tonggos, pipi yang bolong, dengan mata yang selalu waspada akan copet, barangkali.
Udara di Jakarta memang tidak sehat, panas, pengap, gedung-gedung
berlomba-lomba menggapai langit sambil mengabarasi lahan yang sebenarnya hijau
dan banyak polusi yang lebih jujur daripada polisi. Ya seperti itulah Jakarta.
Jakarta oh Jakarta, kau memang selalu jadi primadonabagi orang desa sepertiku.
Berharap dapat kerja lebih layak daripada di desa yang tertinggal. Namun ketika
semua itu tak tercapai, maka tercampaklah dia sambil menggerutu kepada Jakarta
yang telah memberi harapan palsu (PHP). Tapi jangan salahkan Jakarta. Salahkan
pemerintah yang sampai saat ini belum bisa mengatasi arus urbanisasi dari desa
ke kota, dari penjuru Indonesia ke Jakarta. Semoga program pemerintahan yang
baru bisa mengatasinya. Amien.
Waktu terasa lama sekali karena
macet, akhirnya aku sampai di perempatan Ciledug. Ku hidupkan rokokku karena
kehabisan oksigen setelah sumpek di metro mini itu. Kini ku beralih ke angkot
hijau-kuning menuju Cikokol. Aku akan
turun di Metropolis Town Square (METOS), titik pertemuan ku pada Hasbi. Di
angkot aku tidak sendiri. Ada 4 ABG cantik yang sepertinya mau nge-mall. Kuajak
bicara seadanya daripada garing karena nonton saja, tapi sayang aku tidak dapet
nomor HP/pin BBM nya hahaha. Lagian buat apa coba, orang aku ini bukan artis
terkenal. Aku sampai di METOS. Menunggu Hasbi cukup lama. Aku berdiam diri di
depan loby timur. Ku hidupkan rokokku lagi. Entah apa cuma perasaanku saja,
orang yang lewat selalu memandang ke arah ku yang memakai flanel merah
kotak-kotak dan beransel hitam besar. Barangkali aku terlihat kumuh, belum
mandi, bau apek, kucel, daripada mereka yang melihatku sehingga menarik
perhatian mereka untuk bahan sindiran saat jauh dariku :p. Akhirnya Hasbi
datang, pertemuan diawali dengan salam dan tanya kabar saja, cukup datar,
mungkin dia telah dewasa yang hiporkit :p. Beda dengan 4 tahun lalu ketika aku
liburan SMA kelas 3 sempat main ke Tangerang. Saat itu dia yang paling heboh
menyambutku di Stasiun Tenjo sama bocah-bocah. Kami langsung tancap gas
boncengan motor ke Tigaraksa. Sepanjang perjalanan yang ku ingat, debu, jalan rusak,
macet, tetap saja menghiasi dan tidak berubah. Tapi kami lewat jalan tikus
untuk menyelamatkan dari ancaman polisi yang bermain petak umpet karena aku
tidak memakai helm :p .
Kami sampai di Tigaraksa kemudian
mampir di warung padang buat beli makan. Lalu, sampai juga di Perumahan Puri
Permai Tigaraksa. Tak ada yang berubah, mungkin lebih parah dibandingkan dulu
aku tinggal disini. Aku sampai di rumah Hasbi. Keluarganya menyambutku dengan
apik. Ya biasalah ngobrol-ngobrol gimana kabar diriku, keluarga, kuliah, dll.
Ku isitrahatkan tubuhku sejenak dan karena lapar, aku menyantap nasi padang
yang sudah ke beli tadi. Kemudian aku pamit keluar karena dalam schedule ku,
aku akan menginap di rumah Agung yang menurutku lebih kondusif dan tidak
memberatkan hati keluarganya. Ya aku cukup sungkan jika menginap di rumah Hasbi
karena keluarganya rame J . Sambil menunggu Agung yang
katanya mangkal di Serpong, aku ngopi di warung milik pak Petrus, bapaknya Feri
*kalo nggak salah :p. Warung saung terbuat dari bambu beratap daun kelapa yang
dianyam ini berdiri megah dan kokoh di tengah kali yang membelah perumahan blok
B dan blok C. Di saung ini aku bertemu dengan teman sebaya ku waktu SD. Ada
Bagas, Dwiki, kakak-adik Theo dan Teguh. Mereka bermain laptop dan mendownload
sesuatu hal yang tabu untuk dibicarakan, diiringi dengan alunan music DJ. Yeah.
Ya biasalah kami ngobrol-ngobrol gimana kabar diriku, keluarga, kuliah, dll. Katanya
sih mereka pengangguran, kecuali Theo yang kuliah. Tapi ternyata mereka punya
pekerjaan yang menurutku cukup WOW. Disitu juga ada Daka yang masa kecilnya
selalu kurampas hak uang jajannya sewaktu sekolah SD maupun ngaji di TPA
sehingga aku selalu jadi buronan Ibunya. Kenapa nggak jadi buronan kakaknya
saja, si Nadia, dia sudah menunjukan kecantikannya meskipun masih SD dulu.
Mungkin sekarang lebih WOW wkwkwk. Di sela-sela aku ngopi, Fikri, Eki, dan Ari
menghampiriku kemudian ya seperti biasalah kemudian mereka pulang. Payah sekali
mereka, seperti perawan hipokrit dilarang berkhianat saja kemudian dipasung
tidak boleh keluar malam. Padahal aku sudah datang jauh-jauh kemari :P.
Kemudian Agung datang menjemput,
aku pamit sama teman-temanku yang di saung setelah bayar 2 gelas kopi hitam
kupu-kupu ku yang lucu. Lucu rasanya karena manis nggak pahit juga nggak. Ups
:p. Sampai rumah Agung, ku letakkan barang bawaanku, lalu nongkrong lagi di WM
*aku lupa singkatan WM bro. WM berada di depan gerbang Perumahan, depannya ada
pos, kami nongkrong disitu. Di pos ada Haris, Putra/Onta, Padi dan siapa lagi
aku lupa. Mainan gitar sampai larut malam. Malam sudah buta. Menguap dengan
segala hasrat untuk kembali ke alam bawah sadar. Lanjut ke rumah Haris. Disana
ada kakaknya “Eka/Kuda” dan temannya yang asyik sedang menikmati mimpinya
tetapi mata masih terjaga. Dan semua menikmati mimpi indah itu. Pagi hampir
tiba. Tetapi masih hitam. Aku dan Agung pulang beranjak pulang. Di rumah Agung,
aku numpang tidur di kamarnya. Sebelum tidur ritual curhat terjadi. Biasalah
masalah cewek. Kemudian tertidur dengan lelapnya.
Pagi hampir siang aku dan Agung
baru terbangun karena adiknya nangis keras sekali karena sebuah perdebatan. Ku
tinggal mandi dan makan saja. Setelah itu, aku dan Agung ke rumah Kuda, main
PES sampai hampir sore. Akulah jagoannya PES disana :p. Sore tiba, giliran main
bola yang sesungguhnya di lapangan futsal blok B. Aku sudah lama sekali tidak
main bola. Terlalu kikuk. Lantas skill ku dibawah rata-rata tapi semangatku
diatas rata-rata. Ya semenjak tanganku patah gara-gara main futsal aku jadi
jarang main bola bahkan tak pernah. Aku trauma, barangkali L. Tapi semenjak itu aku malah menggeluti olahraga
yang lebih ekstrim yaitu naik gunung :D. Semua peluh keluar dari lubang-lubang
kecil di kulit menandakan aku lelah dan tanpa arah. Tapi aku senang bisa
bermain bola lagi sama teman-temanku dulu. Seingatku ada Agung, Hasbi, Ivan,
Putra, Eka, Haris, Bapaknya Eka, Putra, Bom-bom, Jawa, selebihnya aku lupa
karena banyak muka-muka baru dan lawas. Mungkin dulu masih kecil, setelah
kutinggal dan menjadi besar, sekarang mukanya bermetamorfosis sehingga aku
lupa. Waktu sudah hampir maghrib, aku pamit pulang karena aku harus balik ke
kost ku di Cipulir kemudian esoknya mengejar kereta menuju Solo. Setelah aku
ambil barang-barang ku di rumah Agung, aku diantar Agung ke pertigaan Cibadak.
Sampai Cibadak kami menunggu bus jurusan Kalideres. Bus tiba, menandai akhir
pertemuanku dengan teman-temanku waktu kecil dulu. Aku pamit ke Agung dan
berterimakasih padanya dan berjanji akan kembali lagi dengan cerita berbeda di
waktu yang akan datang. Sayang, aku tidak bertemu dengan Hagiv, Indra, Yudi
gentong, dan lebih banyak lagi yang lain. Namun itu sudah cukup buatku untuk
melepas kerinduanku dengan teman sewaktu kecilku. Setidak aku tak akan
melupakannya meski hanya ingat sebagian dan masih menyambung tali silaturahmi J . Akhirnya aku sudah di dalam Bus ¾ Batur Salembur
menembus jalanan dari Cibadak-Cikupa-Bitung-masuk Tol
tangerang-Serpong-Cimonas-Cikokol- dan tiba di terminal Kalideres Jakarta
Barat. Sambung naik Busway ke Harmoni. Oper busway menuju Blok M. Oper
metromini menuju Cipulir. Tiba di kost dan tidur dengan mimpi indah J.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar