Petakilan ke UNGARAN
Sabtu 3 Mei 2014. Pada 2 minggu
sebelumnya aku telah mendaki gunung Lawu bersama 4 teman baruku. Aku berjanji
pada salah satunya yaitu Si Mul. Aku akan mengajaknya untuk mendaki Gunung
Ungaran 2050 mdpl. Sore hari ia datang dari Jogja ke Semarang. Aku menunggu di
Pertigaan Lemahbang Ungaran, pertigaan arah menuju tempat wisata Bandungan. Mul
datang tak sendiri, ia bersama temannya, Gita namanya, belum pernah mendaki
gunung sebelumnya. Tapi tak apalah, menurutku Gunung Ungaran itu ramah bagi
pemula dan wanita. Bertemu di TKP pada waktu maghrib, kami langsung berangkat
menuju basecamp mawar yang letaknya berada di lereng atas tempat wisata Umbul
Sidomukti. Sampai di depan Pasar Jimbaran kami belanja logistik untuk keperluan
mendaki dan setelahnya menjelajah jalanan kampung yang menanjak nan gelap,
terkadang belalang tempur harus berjalan lebih pelan dari biasanya karena
jalanan berubah menjadi arena disco :p. Setelah melewati Umbul Sidomukti kami
mulai lapar. Akhirnya kami sarapan di warung pinggir jalan. Ku santap nasi
goreng dengan minumnya kopi hitam yang masih mendidih, diselanya kabut asap
rokok kembali mengepul seperti cerobong perapian. Hamparan lampu Kota Salatiga
dan Ambarawa seperti bintang di bawah. Di langit juga terlihat bintang,
seakan-akan aku seperti berada di tengah galaksi saja. Yeah. Aku terlalu banyak
mengkhayal. Sudah kenyang, kami lanjut ke basecamp mawar yang tak kurang dari
15 menit sampai. Sampai Mawar kami langsung memarkirkan belalang tempur dan
registrasi pendakian ke puncak.
Dirasa, kami sudah siap mendaki
setelah melakukan peregangan otot dan aklimatisasi beberapa saat. Tepat jam
setengah 9 malam, kami mulai mendaki. Sebelum berjalan kami tak lupa untuk
registrasi wajib pada Tuhan agar diberi keselamatan dalam pendakian. Perjalanan
dimulai dengan melewati hutan pinus yang teduh, pemandangan lampu kota masih
terlihat dibawah. Kemudian menyusuri setapak dalam hutan gunung Ungaran. Jalan
setapak sempit masih licin akibat hujan kemarin. Kami harus hati-hati, kalau
tidak bisa-bisaterjun bebas ke jurang. Kembali langkah kecil meniti bebatuan
melewati sungai kecil yang diatasnya terdengar deru air terjun. Mul berjalan di
depan menjadi leader, Gita di tengah, sedangkan aku menjadi sweaper di
belakang. Yeah. Ini formasi yang paling cocok untuk kami. Jalan setapak yang
tadinya landai-landai saja menjadi sedikit terjal dan licin karena merupakan
jalur air sehingga Gita sering mengeluh. Keringatnya bercucuran begitu
derasnya, aku dan Mul menyemangatinya agar tak pupus di tengah jalan. Kami berjalan
sangat selow sekali dan banyak istirahat sampai pos 1. Di pos 1 ada bangunan
shelter terbuat dari kayu, tapi sepertinya sudah bobrok. Kami pun istirahat di
pos 1 cukup lama. Kami lanjutkan lagi jalan santainya agar otot betis tidak
kembali kaku kalau berhenti terlalu lama. Kondisi track tidak berubah, Gita
semaikin mengeluh. Akhirnya aku inisiatif membawakan tasnya agar meringankan
beban kehidupannya. Aku seperti robot kala itu. Berjalan dengan tas menggantung
di depan dan belakang namun menjadi lebih seimbang buatku untuk membawa beban
kehidupan. Pada akhirnya kami sampai di pondokon petani kopi, kami istirahat
dan mengambil air dari bak penampungan air untuk menambah bekal minum. Air
pegunungan ini sangat segar diminum. Di sebelah bak ada kolam renang namun
sayang banyak lumut hijaunya. Mungkin aku akan berenang disini jika pulang
nanti hahaha.
Perjalanan dimulai kembali, kini
track berubah menjadi makadam selebar 1 mobil. Kami melewati kebun kopi dan teh
hingga akhirnya sampai batas kebun teh dengan hutan di atasnya. Kembali masuk
ke hutan, jalur setapak nan licin semakin terjal. Banyak pohon tumbang
melintang di tengah jalur, kami harus merunduk ataupun melangkahinya. Kami
berjalan sangat selow dan banyak istirahat. Yeah. Mungkin kalau tidak ada
wanita dalam pendakian Gunung Ungaran kali ini, aku bisa sampai puncak dalam
waktu 2 jam jika ngebut. Namun nilai plus dari membawa wanita dalam kelompok
pendakian adalah aku bisa berlagak seperti aktor intelektual yang sok menjadi pahlawan
dalam contoh membawakan tasnya, barangkali hahaha. Membawa 2 tas seperti itu
tak lebih berat daripada membawa beban kehidupanku yang sebenarnya, jadi Gua
sih selow kalau ditanya. Track berubah melewati batu-batu nan terjal, semi
climbing sedikit dilakukan hingga akhirnya sampai tempat yang memungkinkan
untuk mendirikan rumah keong kami. Tempatnya dibawah tebing dan banyak ilalang
sehingga aman jika tiba-tiba diterjang angin kencang dan kelebihan lainnya kami
mendapatkan spot yang bagus untuk menyaksikan sunrise. Ada beberapa rumah keong
juga berdiri disini. Jam setengah 1 malam, rumah keong kami sudah berdiri
tegak, saatnya membuat kopi agar menghangatkan tubuh kami. Sampai akhirnya Mul
dan Gita memilih bobok duluan karena mengantuk dan lelah perjalanan
Jogja-Semarang. Aku yang masih terjaga memilih untuk berjalan-jalan dan
bercengkrama dengan pendaki lainnya sambil ngopi dan ngepul. Pemandangan
hamparan lampu Kota Semarang menjadi hiburan tersendiri. Aku pun mulai
mengantuk dan kembali ke rumah keong untuk bobok.
Minggu pagi 4 Mei 2014. Aku
terusik oleh keramaian. Aku pun bangun dan ku tengok ke luar. Ternyata sudah
ramai oleh para pemburu sunrise di Gunung Ungaran ini. Sunrise hampir tiba, ku
bangunkan Mul dan Gita untuk menyaksikan sunrise bersama-sama. Gita bangun
lebih dulu, disusul oleh Mul, sedangkan aku memasak mie dan kopi. Masakan sudah
matang, kami menikmatinya sambil melihat momen sunrise. Tak sedikit kami
mengabadikan momen tersebut. Matahari mulai terik, kami melanjutkan perjalanan
menuju puncak yang tinggal sedikit lagi sampai. Berbekal roti, cemilan, 1 botol
air minum dan rokok, kami jalan perlahan. Sampai akhirnya tiba di Puncak
terdapat tugu banteng raider. Yeah. Inilah first summit bagi Gita, puncak
Gunung Ungaran 2050 mdpl. Di sebelah barat terlihat Gunung Sindoro dan Gunung
Sumbing yang lagi bermesraan, di sebelah utara terhampar luas Laut Jawa yang
membiru, di sebelah timur Gunung Muria dan Gunung Lawu mengintip di balik awan,
dan di sebelah selatan Gunung Merbabu dan Gunung Merapi memperlihatkan
kebesarannya. Yeah. Gunung Ungaran ini sebagai pemanasan buatku, aku akan
menengok Gunung Merbabu setelahnya. Puas mengabadikan beberapa momen di Puncak,
kami kembali ke rumah koeng, membereskannya, packing bawaan dan turun gunung
karena matahari sudah terik. Gita kusuruh bawa tasnya sendiri. Setelah sampai
di kebun teh, kami sempat salah ambil jalur yang menuju Promasan, bukan ke
Basecamp Mawar. Akhirnya balik lagi deh ke pertigaan -_-. Saat turun gunung
terasa lebih cepat hingga sampai di bak penampungan air pondokan petani kopi.
Aku tidak jadi berenang di kolamnya :P. Disini banyak pendaki yang istirahat,
ambil minum dan memasak. Kami membaur bersama mereka. Kami suduh cukup
istirahat, lanjut turun gunung. Terasa sangat lambat karena jalan setapak
kecil, licin, dan harus berbaris seperti semut karena banyak turun juga. Aku
pun terkadang terpeleset karena licin. Yowes to #AKURAPOPO, wes biasa og :P.
Sampai akhirnya di Basecamp Mawar, setelah istirahat sebentar, kami pulang
dengan belalang tempur masing-masing. Kami berpisah di Pertigaan Lemahbang. Mul
dan Gita menuju Jogja sedangkan aku pulang ke Kost ku di Tembalang Semarang.
Beberapa foto perjalanan :
Sunrise
Menanti Sunrise
Di atas ada Puncak
Di tengah kebun teh
Masjun_krik, Gita dan Mul
Basecamp mawar
di Belakang ada Sumbing dan Sindoro
Main Pesawat
yo
yo
Trio Chibi
KAPAN AKU WISUDA?
Lebih Tinggi
Gaya Andalan
Petakilan
Salam Jun_krikers
Tidak ada komentar:
Posting Komentar