Rabu, 01 Oktober 2014

Petakilan ke UNGARAN

Petakilan ke UNGARAN 


Sabtu 3 Mei 2014. Pada 2 minggu sebelumnya aku telah mendaki gunung Lawu bersama 4 teman baruku. Aku berjanji pada salah satunya yaitu Si Mul. Aku akan mengajaknya untuk mendaki Gunung Ungaran 2050 mdpl. Sore hari ia datang dari Jogja ke Semarang. Aku menunggu di Pertigaan Lemahbang Ungaran, pertigaan arah menuju tempat wisata Bandungan. Mul datang tak sendiri, ia bersama temannya, Gita namanya, belum pernah mendaki gunung sebelumnya. Tapi tak apalah, menurutku Gunung Ungaran itu ramah bagi pemula dan wanita. Bertemu di TKP pada waktu maghrib, kami langsung berangkat menuju basecamp mawar yang letaknya berada di lereng atas tempat wisata Umbul Sidomukti. Sampai di depan Pasar Jimbaran kami belanja logistik untuk keperluan mendaki dan setelahnya menjelajah jalanan kampung yang menanjak nan gelap, terkadang belalang tempur harus berjalan lebih pelan dari biasanya karena jalanan berubah menjadi arena disco :p. Setelah melewati Umbul Sidomukti kami mulai lapar. Akhirnya kami sarapan di warung pinggir jalan. Ku santap nasi goreng dengan minumnya kopi hitam yang masih mendidih, diselanya kabut asap rokok kembali mengepul seperti cerobong perapian. Hamparan lampu Kota Salatiga dan Ambarawa seperti bintang di bawah. Di langit juga terlihat bintang, seakan-akan aku seperti berada di tengah galaksi saja. Yeah. Aku terlalu banyak mengkhayal. Sudah kenyang, kami lanjut ke basecamp mawar yang tak kurang dari 15 menit sampai. Sampai Mawar kami langsung memarkirkan belalang tempur dan registrasi pendakian ke puncak.
Dirasa, kami sudah siap mendaki setelah melakukan peregangan otot dan aklimatisasi beberapa saat. Tepat jam setengah 9 malam, kami mulai mendaki. Sebelum berjalan kami tak lupa untuk registrasi wajib pada Tuhan agar diberi keselamatan dalam pendakian. Perjalanan dimulai dengan melewati hutan pinus yang teduh, pemandangan lampu kota masih terlihat dibawah. Kemudian menyusuri setapak dalam hutan gunung Ungaran. Jalan setapak sempit masih licin akibat hujan kemarin. Kami harus hati-hati, kalau tidak bisa-bisaterjun bebas ke jurang. Kembali langkah kecil meniti bebatuan melewati sungai kecil yang diatasnya terdengar deru air terjun. Mul berjalan di depan menjadi leader, Gita di tengah, sedangkan aku menjadi sweaper di belakang. Yeah. Ini formasi yang paling cocok untuk kami. Jalan setapak yang tadinya landai-landai saja menjadi sedikit terjal dan licin karena merupakan jalur air sehingga Gita sering mengeluh. Keringatnya bercucuran begitu derasnya, aku dan Mul menyemangatinya agar tak pupus di tengah jalan. Kami berjalan sangat selow sekali dan banyak istirahat sampai pos 1. Di pos 1 ada bangunan shelter terbuat dari kayu, tapi sepertinya sudah bobrok. Kami pun istirahat di pos 1 cukup lama. Kami lanjutkan lagi jalan santainya agar otot betis tidak kembali kaku kalau berhenti terlalu lama. Kondisi track tidak berubah, Gita semaikin mengeluh. Akhirnya aku inisiatif membawakan tasnya agar meringankan beban kehidupannya. Aku seperti robot kala itu. Berjalan dengan tas menggantung di depan dan belakang namun menjadi lebih seimbang buatku untuk membawa beban kehidupan. Pada akhirnya kami sampai di pondokon petani kopi, kami istirahat dan mengambil air dari bak penampungan air untuk menambah bekal minum. Air pegunungan ini sangat segar diminum. Di sebelah bak ada kolam renang namun sayang banyak lumut hijaunya. Mungkin aku akan berenang disini jika pulang nanti hahaha.
Perjalanan dimulai kembali, kini track berubah menjadi makadam selebar 1 mobil. Kami melewati kebun kopi dan teh hingga akhirnya sampai batas kebun teh dengan hutan di atasnya. Kembali masuk ke hutan, jalur setapak nan licin semakin terjal. Banyak pohon tumbang melintang di tengah jalur, kami harus merunduk ataupun melangkahinya. Kami berjalan sangat selow dan banyak istirahat. Yeah. Mungkin kalau tidak ada wanita dalam pendakian Gunung Ungaran kali ini, aku bisa sampai puncak dalam waktu 2 jam jika ngebut. Namun nilai plus dari membawa wanita dalam kelompok pendakian adalah aku bisa berlagak seperti aktor intelektual yang sok menjadi pahlawan dalam contoh membawakan tasnya, barangkali hahaha. Membawa 2 tas seperti itu tak lebih berat daripada membawa beban kehidupanku yang sebenarnya, jadi Gua sih selow kalau ditanya. Track berubah melewati batu-batu nan terjal, semi climbing sedikit dilakukan hingga akhirnya sampai tempat yang memungkinkan untuk mendirikan rumah keong kami. Tempatnya dibawah tebing dan banyak ilalang sehingga aman jika tiba-tiba diterjang angin kencang dan kelebihan lainnya kami mendapatkan spot yang bagus untuk menyaksikan sunrise. Ada beberapa rumah keong juga berdiri disini. Jam setengah 1 malam, rumah keong kami sudah berdiri tegak, saatnya membuat kopi agar menghangatkan tubuh kami. Sampai akhirnya Mul dan Gita memilih bobok duluan karena mengantuk dan lelah perjalanan Jogja-Semarang. Aku yang masih terjaga memilih untuk berjalan-jalan dan bercengkrama dengan pendaki lainnya sambil ngopi dan ngepul. Pemandangan hamparan lampu Kota Semarang menjadi hiburan tersendiri. Aku pun mulai mengantuk dan kembali ke rumah keong untuk bobok.
Minggu pagi 4 Mei 2014. Aku terusik oleh keramaian. Aku pun bangun dan ku tengok ke luar. Ternyata sudah ramai oleh para pemburu sunrise di Gunung Ungaran ini. Sunrise hampir tiba, ku bangunkan Mul dan Gita untuk menyaksikan sunrise bersama-sama. Gita bangun lebih dulu, disusul oleh Mul, sedangkan aku memasak mie dan kopi. Masakan sudah matang, kami menikmatinya sambil melihat momen sunrise. Tak sedikit kami mengabadikan momen tersebut. Matahari mulai terik, kami melanjutkan perjalanan menuju puncak yang tinggal sedikit lagi sampai. Berbekal roti, cemilan, 1 botol air minum dan rokok, kami jalan perlahan. Sampai akhirnya tiba di Puncak terdapat tugu banteng raider. Yeah. Inilah first summit bagi Gita, puncak Gunung Ungaran 2050 mdpl. Di sebelah barat terlihat Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing yang lagi bermesraan, di sebelah utara terhampar luas Laut Jawa yang membiru, di sebelah timur Gunung Muria dan Gunung Lawu mengintip di balik awan, dan di sebelah selatan Gunung Merbabu dan Gunung Merapi memperlihatkan kebesarannya. Yeah. Gunung Ungaran ini sebagai pemanasan buatku, aku akan menengok Gunung Merbabu setelahnya. Puas mengabadikan beberapa momen di Puncak, kami kembali ke rumah koeng, membereskannya, packing bawaan dan turun gunung karena matahari sudah terik. Gita kusuruh bawa tasnya sendiri. Setelah sampai di kebun teh, kami sempat salah ambil jalur yang menuju Promasan, bukan ke Basecamp Mawar. Akhirnya balik lagi deh ke pertigaan -_-. Saat turun gunung terasa lebih cepat hingga sampai di bak penampungan air pondokan petani kopi. Aku tidak jadi berenang di kolamnya :P. Disini banyak pendaki yang istirahat, ambil minum dan memasak. Kami membaur bersama mereka. Kami suduh cukup istirahat, lanjut turun gunung. Terasa sangat lambat karena jalan setapak kecil, licin, dan harus berbaris seperti semut karena banyak turun juga. Aku pun terkadang terpeleset karena licin. Yowes to #AKURAPOPO, wes biasa og :P. Sampai akhirnya di Basecamp Mawar, setelah istirahat sebentar, kami pulang dengan belalang tempur masing-masing. Kami berpisah di Pertigaan Lemahbang. Mul dan Gita menuju Jogja sedangkan aku pulang ke Kost ku di Tembalang Semarang.
Beberapa foto perjalanan : 

Sunrise

Menanti Sunrise

Di atas ada Puncak

Di tengah kebun teh

Masjun_krik, Gita dan Mul

Basecamp mawar

di Belakang ada Sumbing dan Sindoro

Main Pesawat

yo

yo

Trio Chibi

KAPAN AKU WISUDA?

Lebih Tinggi

Gaya Andalan

Petakilan


Salam Jun_krikers

Tidak ada komentar:

Posting Komentar