Jumat, 17 Oktober 2014

Nyumbing ke SUMBING #2

Nyumbing ke SUMBING #2


Kamis 26 Juni 2014, Pukul 16.45 harapan itu muncul juga. Langit masih kelabu namun sinar matahari masih bisa menembusnya. Aku, Gita dan Teman dari Temanggung melanjutkan pengembaraan menuju puncak. Jalur sangat terjal berupa batu cadas dan batu lepas menjadi lebih licin karena sehabis hujan. Kami tiba di Tanah Putih. Dimana sebagian tanahnya berwarna putih karena endapan kapur. Disini aku galau. Apakah akan melanjutkan jalan sampai puncak atau balik kanan turun ke rumah keong kami? Pertanda alam membisikkanku untuk turun karena akan ada badai yang lebih hebat dari sebelumnya. Kulihat awan hitam diatas langit bergerak mengikuti angin yang berlawanan arah. Awan itu saling bertubrukkan seperti cabe yang diulek menjadi sambal. Tidak ada angin daratan berhembus. Hanya menyisakan hawa sumuk yang terasa amat sangat menguap karena hujan yang ditahan oleh dewa langit. Kulihat Gita yang sangat kepayahan untuk berjalan seperti orang menderita anemia. Lemah, letih, lesu, lelah dan lunglai. Kutawarkan saja untuk turun dan Gita mengiyakannya. Dua dari anak Temanggung itu mengikuti kami turun sedangkan yang lainnya bersikukuh ingin mencapai Puncak Sumbing. Yeah gerombolanTemanggung itu memang masih anak tanggung alias remaja. Mereka sangat berambisi untuk menahlukkan Gunung Sumbing ini.
Di Tanah Putih inilah merupakan titik tertinggiku saat mendaki Gunung Sumbing saat bersama Gita. Bukan sebuah ketinggian yang diukur oleh satuan kuantitas seperti mdpl. Melainkan ketinggian yang hanya dapat diukur oleh kualitas bagi orang-orang terpilih untuk memahaminya. Yeah disinilah aku mampu berinteraksi dengan bisikkan alam melalui pertandanya. Aku mengerti bahwa alam itu dapat benar-benar ganas atau menjadi sahabat. Kamu bisa menjadi sahabat alam jika mengetahui pertandanya. Tidak ada yang benar-benar mampu menahlukkan alam. Seperti apa yang kukatakan pada Gita yang kuantitas tenaganya hilang menguapkan banyak kalori saat itu. Tidak usah memaksakan diri. Jika ingin menggapai puncak, coba lain waktu. Toh Gunung Dikejar Tak Akan Lari. Dan benar saja, alam kini menunjukkan kuasanya. Saat kami turun dari Tanah Putih, petir sudah menyambar disana sini. Hujan mulai rintik. Angin berhembus dengan kuat. Langit menjadi sangat gelap. Sebentar lagi sudah waktu maghrib. Suasana sangat mencekam. Kami harus bergegas setidaknya sampai di Goa bawah Watu Kotak untuk berteduh dan berlindung dari sambaran petir.
Aku, Gita dan dua teman dari Temanggung sampai di Goa pada waktu maghrib. Hujan sangat lebat disertai angin yang sangat kencang. Petir masih menyambar disana sini bahkan intensitasnya hanya sepersekian detik saja. Terbayang beberapa anak tanggung tadi masih nekat ke puncak. Kata salah 1 teman dari temanggung, mereka hanya berbekal ponco yang dipakai masing-masing dan hanya membawa 2 headlamp untuk penerangan mereka. Aku yakin mereka tak akan sampai puncak. Jikapun sampai, apa yang bisa mereka lihat jikapun mereka menikmati prosesnya? Apa mereka mau cari mati diatas kesombongannya sendiri? Semoga mereka baik-baik saja, pikirku. Yeah Gunung Sumbing ataupun kembarannya yaitu Gunung Sindoro terkenal dengan badai petirnya. Sambaran petir sering menewaskan beberapa pendaki di gunung tersebut karena lalai mematikan alat kominukasinya, barangkali. Kini aku mengalami kejadian badai petir di Gunung Sumbing. Suara petirnya yang balapan memekakkan gendang telinga. Cahaya kilatnya yang berlomba-lomba membunuh kegelapan. Tak ada yang benar-benar dapat mengalahkan kegelapan malam kecuali terbitnya matahari pagi saat itu.
Belum ada tanda badai akan berakhir, bahkan kini lebih ekstrim. Disertai angin kencang yang membuat tubuhku menggigil. Aku membuatkan kopi susu untuk menghangatkan tubuhku, Gita, dan 2 Teman baruku itu. 2 teman baruku itu sangat khawatir pada teman-temannya yang lain. Lama kami menunggu mereka. Kami harus siap jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Akhirnya mereka sudah sampai di Watu Kotak. Cukup mengagetkan memang. Karena tak terdengar suara langkah kaki meskipun mereka banyak. Kulihat mereka kuyup menggigil kedinginan. Mereka bersungut karena tidak berhasil mencapai puncak. Yeah benar dugaanku. Kopiku sudah habis untuk dipersembahkan pada mereka. Apa daya kami hanya mampu membakar sampah untuk menghangatkan tubuh. Hujan sempat sesekali reda tetapi petir masih sering bersahut-sahutan. Kami tak berani untuk keluar dari goa. Kami harus memastikan kondisi aman untuk kembali ke rumah keong di bawah. Sampah yang dibakar sudah habis tak tersisa. Kami merasakan dingin yang menyengat tulang. Kami semua merapatkan badan agar tak kehilangan suhu tubuh. Saat hujan badai disertai petir seperti ini sangat beresiko terserang hipotermia. Dengan komat-kamit aku berdo’a agar badai berhenti sepenuhnya karena kami semua sudah tak tahan dengan terpapar kondisi cuaca yang buruk dari tadi siang. Alhamdulillah do’a ku terkabul. Langit tiba-tiba begitu cerah tapi masih merintikkan gerimis kecil. Badai sudah berlalu. Hamparan titik-titik cahaya lampu kota sudah terlihat.
Sekitar pukul 22.30 malam, Aku dan Gita bergegas turun lebih dahulu menuju rumah keong. Teman dari Temanggung menyusul kami di belakang. Cahaya headlamp kami mulai redup karena kacanya mengembun. Kami turun perlahan karena jalur turun begitu terjal dan sangat licin sehabis hujan. Kami harus detail menemukan lokasi rumah keong kami. Begitu gelap karena cahaya tak menerangi jalan kami. Aku sempat terkecoh dimana lokasi rumah keong kami berada. Pada akhirnya dengan mata nocturnalku berhasil menemukan lokasinya. Sampai di rumah keong, kami langsung memasak ala kadarnya kemudian makan dan tidur. Tak dipungkiri kami sangat lelah dari dingin yang menyiksa. Kami berencana besok pagi akan pulang kembali ke basecamp. Kami tidak mencoba menggapai puncak besok hari karena persediaan logistik sudah mulai habis. Suatu saat aku akan kembali lagi ke Gunung Sumbing nan cadas ini dan mencoba menggapai puncaknya. Itulah janjiku pada Gunung Sumbing saat itu.
Jumat 27 Juni 2014. Waktu subuh aku sudah terbangun dari mimpi. Ku tengok keluar rumah keong. Yeah cuaca pagi ini begitu cerah. Langit pagi itu unyu sekali karena berwarna pink. Kubangun Gita agar tidak melewatkan momen keunyuan langit pink sehabis badai semalam. Sunrise mulai muncul namun kami tak dapat melihatnya karena terhalang sebagian tebing di depan. Di sebelah utara Gunung Sindoro terlihat seperti tumpeng raksasa berpewarna hijau di dasarnya dan pink di pucuknya. Setelah puas menikmati view yang sangat menarik pagi ini, kami membongkar rumah keong dan mempacking semua peralatan. Kami turun gunung secara perlahan. Melewati jalur yang telah kami daki sebelumnya. Sampai turunan di bawah post 3, Gita sempat jatuh dan menggelundung seperti rolling down. Kubangunkan dia dan sepertinya tidak mengalami cedera. Hanya baju dan celananya saja yang cedera. Yeah kotor sekali. Syukurlah karena aku tak harus membopongnya turun ke bawah. Dia terlihat lemas sekali karena kurang makan hahaha. Baiklah aku berjanji akan memasak ala kadarnya jika sampai post 2 nanti. Kutepati janjiku saat sampai di post 2. Setelah kenyang kami lanjut turun gunung. Jalurnya begitu licin sehingga beberapa kali kami kepleset. Syukurlah cobaan ini sudah berakhir di post 1. Di post 1 ini kami istirahat cukup lama. Kulihat ada petani yang sedang berladang di lahan tembakaunya. Kupanggil saja petani itu supaya dapat mengantarkan Gita sampai basecamp dengan motor. Yeah gita mengojek sampai basecamp karena aku yakin dia pasti pingsan jikalau jalan kaki dari post 1 ke basecamp. Kondisinya sudah pucat dan kelakuannya seperti orang anemia akut. Aku berjalan seorang diri. Menahan cobaan pada dengkulku di jalur menurun terjal berupa makadam sampai batas lahan tembakau dengan desa. Sampai di desa, aku langsung mencari warung untuk membeli rokok. Rokok sudah disebul, membangkitkan tenaga nost-ku yang hilang. Aku melanjutkan jalan ke basecamp lagi.
Aku sampai di basecamp pukul 11.00 siang. Aku disambut Gita yang rupanya sudah bertele-tele ria. Aku istirahat sebentar sambil mimik susu. Rupanya ada 2 kakak tingkat kuliahku yang baru saja turun sampai di basecamp. Kusapa mereka. Kami mengobrolkan kenapa kita tidak ketemu saat diatas. Cukup aneh juga hahaha. Waktu sudah hampir Sholat Jum’at, aku bergegas mandi untuk menghilangkan segala najis. Akhirnya bisa mandi juga setelah 2 hari 2 malam tidak mandi karena berada di atas gunung. Segar rasanya sehabis mandi. Kulitku sudah bersih dan wangi. Jauh dari kata dekil dan bau. Beda sekali dengan Gita yang belum mandi. Hi cewek kok jorok :/. Kulitku lucu sekali karena lembut seperti bayi hahaha kocak dah. Yeah karena aku lupa tidak membawa peralatan mandi, aku minjam saja sabunnya cewek. Dia temannya kakak tingkatku. Menurutku dia juga manis wajahnya :*. Ia memakai flannel yang selera fashionnya juga sama denganku. Menurutku cewek yang suka mendaki gunung dan memakai flannel itu keren. Ditambah kulit yang coklat tapi tak terlalu gosong terbakar matahari terlihat seksi dan manis. Dia telah memenuhi segala aspek itu. Yeah sudahlah aku tak mau memikirkan lebih jauh lagi :p. Kuganti pakaian kotorku dengan pakaian bersih. Setelahnya aku menuju Masjid untuk menunaikan Sholat Jum’at.
Usai Sholat Jum’at aku tersadar jika ban motorku yang belakang bocor. Wah gawat juga saat kondisi uang sudah tipis seperti ini. Ditambah rumah keong yang kami sewa sudah lewat 1 hari dan mesti bayar untuk 2 hari. Aku dan Gita pamit pulang pada kakak tingkatku, beberapa pendaki lain dan penjaga basecamp. Kami terpaksa menuntun motorku sampai tambal ban yang berada di Pasar Kledung. Cukup jauh memang tapi apa boleh buat. Kami sampai di tambal ban. Setelah ban dicek, ternyata aku harus mengganti ban dalam dengan yang baru. Tak ada harta lagi tersisa terpaksa aku beli ban dalam second yang harganya lebih sinting gila miring. Ban sudah diganti, aku kembali menuju basecamp karena helm kami ketinggalan hahaha. Kuambil helm kemudian menjemput Gita di tambal ban. Kami pulang menuju peradaban masing-masing. Gita kuantar sampai Secang Magelang dan kucarikan bus menuju Jogja. Sedangkan Aku ke Semarang. Aku mengembalikan rumah keong sewaan terlebih dulu sebelum pulang ke kostku. Yeah. Alhamdulillah telah diberikan keselamatan saat mendaki Gunung Sumbing nan cadas bersama wanita nekat.
Salam Jun_krikers

Beberapa picture perjalanan:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar