Yeah. Sudah lama aku tak menulis dikarenakan
kesibukanku mengerjakan proposal usulan penelitian skripsi. Banyak sekali
dongeng yang masih terpendam dalam otakku. Kini kesempatan untuk mengulas
sedikit sebuah dongeng yang pernah kualami sendiri datang lagi. “DOUBLE S”, yeah
begitulah. Berniat untuk mencari berkah di Puncak Gn. Sindoro pada saat malam
21 Ramadhan *seharusnya kalau cari berkah ke Puncak Gn. Sumbing. Entah, aku
juga bingung apa yang dimaksud dengan berkah tersebut. Intinya aku rindu
ketinggian dan mencari kesunyian :D. Yeah pasti sunyi sekali di gunung karena
kebanyakan pendaki libur mendaki karena puasa hehehe. Ku goda segala cecunguk
semprul yang suka mendaki gunung tapi kebanyakan dari mereka menolak dengan
alasan puasa. Bahkan ada yang mengatai aku iblis, biarlah ku acungkan jari
jempol pada mereka yang lolos dari godaanku hahaha. Semakin ditolak aku pun tak
patah semangat untuk menggoda para cecunguk dan akhirnya berhasil mendapat
satu. Yeah satu saja sudah lebih dari cukup buatku, Dia teman sependakianku dulu
saat di Gn. Lawu, namanya Adi. Bahkan dia memproklamirkan dirinya untuk tidak
puasa dan meragukan niatku untuk tetap puasa saat mendaki *ternyata tingkat
keiblisannya lebih besar daripada aku. Schedule yang kuciptakan begitu keren,
mendaki dari basecamp pada waktu maghrib dan tiba area camp dekat puncak pada
waktu sebelum imsak. Kemudian masak, sahur, subuh, bobok sampai sore. Menjelang
waktu buka puasa akan summit ke puncak dan buka puasa disana, kemudian turun ke
basecamp malam hari. Yeah liat saja bagaimana nantinya, apakah aku akan
tergoda?
Sabtu 19 Juli 2014, adi berangkat
dari Solo ke Semarang. Ku jemput dia setibanya di pertigaan Sukun. Dia tiba
terlalu sore dengan alasan macet dan karena lapar membatalkan puasanya. Tak apalah
dia kan musafir, barangkali koplak. Ku ajak dia mampir ke kostku di Tembalang
untuk membawa perlengkapan yang masih kurang. Dirasa sudah siap dan packing
serapi mungkin, kami berangkat ke Kledung Kab. Temanggung. Segy membawa kami
menembus persaingan antara kendaraan besar dan kecil layaknya jet darat. Waktu
sudah lewat magrib, kami lapar di tengah perjalanan dan kucingan pun disinggahi
untuk sementara seperti suasana hati ini *eh syudah-syudah -_-. Bungkus demi
bungkus nasi dibuka meski sebungkus hanya beberapa suap namun karena murah apa
boleh buat, makin banyak bungkus nasi dibuka makin kenyanglah perut. Yeah
seperti itulah kira-kira. Kami lanjutkan perjalanan dengan sensasi jalanan yang
berkabut, macet hingga akhirnya sampai di basecamp Gn. Sindoro jam 9 malam.
Sesampainya di basecamp Sindoro, kami disambut oleh suasana yang sepi. Mungkin
penjaga basecamp bersembunyi karena kami dikira rentenir yang akan menagih
hutang hahaha. Di pintu basecamp tertulis untuk menghubungi sang penjaga lewat
nomor HP nya. Setelah dihubungi diketahui bahwa sang penjaga sedang mengikuti
pengajian di masjid. Dia menyarankan kami untuk istirahat dulu ke dalam sebuah
gedung pertemuan desa Kledung yang gelap gulita. Kami masuk sambil meraba-raba
dimana saklar lampu berada dan ternyata hasilnya nihil karena tak bisa nyala. Setelah
memberi tahu penjaga basecamp, oke fix kami mlipir ke basecamp Gn. Sumbing yang
tidak terlalu jauh jaraknya hanya untuk istirahat atau memarkirkan si Segy. Sesampainya
di basecamp Sumbing ini, ya sangat sunyi senyap namun lebih terang. Istirahat
sebentar. Dingin mulai menyiksa tak lantas membuatku untuk mandi karena bau
apek sejak perjalanan. Adi sangat keheranan dengan tingkah laku ku ini. Yeah
hitung-hitung ini kan proses aklimatisasi :p. Segar sekali rasanya seusai mandi
membuat rasa kantuk ku hilang sirna. Tak berapa lama penjaga basecamp Sumbing
datang, kami mengandangkan Segy di dalam, lalu meminta ijin untuk melakukan
pendakian Gn. Sindoro dan mungkin setelahnya akan mendaki Gn. Sumbing juga
*double S. Pukul 11 malam kami mulai melangkah dari basecamp Sumbing menuju
basecamp Sindoro. Di basecamp Sindoro kami disambut oleh penjaganya. Hembusan
asap rokok mengawali perbincangan kami dengannya. Ini pendakianku pertama ke
Gn. Sindoro. Lantas mencari info pada penjaga basecamp tentang track jalur
pendakian, camping ground dan estimasi waktu ke puncak sangatlah penting.
Minggu pukul 00.00 kami mulai
mendaki. Kami diantar oleh penjaga basecamp sampai batas desa. Kami akan
melapor pada mereka saat turun nanti. Track makadam mengawali langkah kami
melewati ladang tembakau warga desa. Berjalan dengan santai di bawah langit
Sindoro yang tampak murung. Yeah, sepertinya di atas Gn. Sindoro sedang hujan.
Berbanding terbalik saat menoleh ke belakang. Siluet hitam Gn. Sumbing terlihat
jelas dan lampu kota pun masih tampak berkilau. Namun tak ayal kabut terkadang
menutupi pemandangan itu. 1,5 jam tepat kami sampai di pos 1, batas ladang
tembakau dengan rimbun hutan Gn. Sindoro. Disini terdapat shelter yang biasa
digunakan untuk mangkal oleh para tukang ojek pengangkut pendaki Gn. Sindoro
yang kelelahan. Dari info yang kudapat, jika mau ngojek harus membayar fee
sebesar Rp. 15.000. Di post 1 ini kami beristirahat dan masak mie instan
beserta minuman penghangat alias kopi. Setelah selesai, kami lanjutkan
pendakian ini melewati gelapnya rimbun hutan dengan cahaya headlamp sebagai
penerangan. Track berupa tanah dan berkikil namun cukup merepotkan karena terasa
licin. Rintik gerimis kabut mulai menyentuh indera peraba namun kami masih
terus melangkah. Entah, aku merasa ada yang tidak beres. Sering kali kami
melewati beberapa pecabangan jalur yang membuatnya ambigu. Namun atas saran
penjaga basecamp tadi ambil saja yang kanan jika ada percabangan jalur. Kami
terlepas dari keambiguan itu setelah melihat ada 2 tenda pendaki yang berdiri
di tanah sedikit lapang dalam hutan ini. Dengkuran tidur pendaki dalam tenda
membelah suasana kami beristirahat di dekat tenda tersebut. Gerimis kabut mulai
lebat dan sepertinya hujan akan turun. Kami harus melanjutkan perjalanan ke
atas. Setidaknya sampai pos 2 atau jika benar-benar hujan, kami harus
mendirikan tenda di tempat yang cukup datar.
Di tengah perjalanan, aku merasa banyak
hal yang tidak beres dengan hutan ini. Hutan terasa sangat panjang dan banyak
percabangan. Aku sedari tadi merinding sangat dan mendengar banyak suara aneh
di depan. Adi menyarankan untuk mendirikan tenda setelah mendapat tempat yang
datar. Yeah, adi merasakan hal yang sama dengan ku -_- . Saat mendirikan tenda,
suara-suara aneh itu kian mendekat dan dekat sekali. Kami saling mengobrol
dengan volume tinggi saja seolah-olah tak terjadi apa-apa namun masing-masing
dari kami berwajah pucat. Tenda sudah berdiri, kami langsung masuk dalam tenda
bersama peralatan di dalamnya. Diam sesaat, kemudian ngakak bersama-sama
hahaha. Tak dipungkiri ternyata kami takut akan hal itu hohoho -_-. Yeah hawa
negative itu terlalu besar kuterima. Mungkin jika dipaksakan melangkah ke atas
lagi aku akan berontak. Ah sudahlah yang penting saat itu bisa beristirahat
bobok karena sudah letih, lemah, lesu. Aku hanya bisa bobok ayam. Tak terasa
sudah imsak dan adzan subuh masih di telinga. Sebelumnya aku juga merasa seperti
ada langkah kaki yang berjalan dan tenda di goyang-goyang padahal tidak ada
angin. Sebuah pisau sudah di tangan mengantisipasi hal-hal yang tidak
diinginkan. Saat itu adi sudah bobok dengan pulasnya. Yeah, di Gn. Sindoro ini
memang terkenal rawan maling :/ . Setelah merasa aman aku bobok lagi dengan
pulasnya diiringi gerimis menerpa tenda kami.
Minggu 20 Juli 2014, pukul 07.00,
pagi itu aku terbangun. Ku tengok keluar, ternyata di luar berselimutkan kabut
pekat. Aku bobok lagi dan bangun pukul 08.00, kemudian masak mie instan dan
kopi (lagi). Aku kalah dari godaan iblis, aku nggak puasa -_-. Ah sudahlah
nanti akan ku bayar hutangku. Pukul 09.00 kami selesai packing. Siap
melanjutkan perjalanan menuju puncak. Kami ber pas-pas an dengan dua orang
penebang kayu. Kami saling menyapa namun terasa miris melihat tingkah penebang
kayu itu. Beberapa potongan kayu telah digotongnya. Padahal hutan Gn. Sindoro
sudah semakin kritis karena terbakar atau dipakai lahan pertanian. Yeah,
menegurnya pun ku rasa hanya sia-sia saja karena akan sok menggurui mereka.
Biarlah alam saja yang akan menggurui mereka dengan bencana yang ditimbulkan.
Tempo langkah kaki berirama dengan hembusan nafas supaya tidak terlalu lelah.
Sesaat kami ber pas-pasan dengan rombongan pendaki asal Jogja. Ritual perbincangan
saling bertanya ini sangat lumrah dilakukan jika bertemu sesama pendaki. Mereka
sudah sampai puncak saat subuh, berangkat sejak kemarin maghrib tanpa ngecamp.
Setelah tak ada lagi yang bisa diperbincangkan, kami melanjutkan perjalanan
lagi. Kini track menurun cukup tajam, melewati beberapa jembatan kayu, menaiki
bukit, kemudian menurun dan menaiki bukit yang cukup terjal hingga akhirnya
sampai di post 2.
Di post 2 kami istirahat, minum dan
smoking. Satu batang telah habis, lanjut jalan lagi. Sesaat kami dikagetkan
oleh suara babi hutan. Cukup was-was jika tiba-tiba babi hutan menyeruduk kami
namun hal itu tidak terjadi. Beberapa rintangan batang pohon tumbang melintangi
jalur. Kami harus melangkahinya, merunduk, merangkak. Sangat merepotkan jika
menggunakan carrier yang besar atau tinggi. Jalur berubah terjal dengan tracknya
berbatu yang licin sehabis hujan. Sampai di batu besar kami berhenti cukup lama
karena merebus telur untuk menambah stamina. Yeah pendakian Gn. Sindoro cukup
berat jika kondisi tidak sedang fit, apalagi jarang berolahraga pada saat bulan
puasa. Kembali menapaki jalur batu-batu yang terjal di tengah hutan. Tak ayal
membuat hidung terasa mencium dengkul sendiri *lebay.
Sampai di post 3 dengan beberapa
spot tanah datar untuk camping ground, kami berhenti lama. Kami bertemu dengan
rombongan pendaki asal Temanggung yang baru turun dari puncak. Mereka dengan
akrabnya menyalami kami seperti sedang lebaran hahaha. Setelah mereka minggat,
kami menyembunyikan tenda, carrier dan perlengkapan lain yang tidak begitu
dibutuhkan di semak-semak sekitar agar perjalanan summit tidak memberatkan.
Perjalanan summit cukup berat karena terik matahari terasa di ubun kepala.
Track masih berbatu nan terjal di tempat yang terbuka karena jarang terdapat
pepohonan. Kami berjalan sangat santai dan goyah. Sering kali berhenti lama di
bawah pohon lamtoro gunung bahkan kawanku ini sering bobok. Mungkin dia lelah.
Yeah, akan terlalu capek jika terlalu lama berhenti. Aku cukup kesal dan tidak
sabar menunggunya tapi kebersamaan lebih penting bagiku. Disaat istirahat
inilah kami melihat pemandangan yang terhampar luas. Gunung-gunung di jawa
tengah terlihat megah menjulang mencakar langit. Gn. Sumbing di selatan kami
terlihat menujukkan puncaknya bagai bibir yang sumbing.
Kami sampai di post 4 atau watu
tatah. Di kawasan watu tatah terdapat batu-batu yang tampak indah di pinggiran
jurang. Track jalur berubah berupa tanah namun licin dan cukup terjal di tengah
luasnya sabana. Puncak Gn. Sindoro sudah terlihat. Gumpalan awan hitam mulai
menghiasi langit. Angin juga bertiup kencang. Pertanda hujan akan segera turun
dimana tenda kami ditinggal di post 3. Kondisi yang meragukan untuk bisa sampai
puncak.
Kami terus melangkah hingga akhirnya
sampai 50 meter sebelum kawah pada pukul 14.30. Aroma belerang kuat yang
berasal dari kawah sangat menyengat karena angin menuju ke arah kami. tak ayal
membuat kami terbatuk dan pusing meski menggunakan masker. Sedangkan gumpalan
awan hitam begitu mengerikan karena sempat mengeluarkan kilatnya L. Kabut tebal mulai menghiasi pemandangan. Cukup
was-was jika tiba-tiba terjadi badai. Akhirnya kami sepakat untuk turun ke post
3. Yeah, tak apa kawan. Di sini, di tempat ini, di titik ini adalah kawasan
puncak dan merupakan tempat saksi bisu perjuangan kami mencari berkah di bulan
ramadhan :p. Mungkin suatu saat bisa melihat keindahan kawah Gn. Sindoro.
Kami turun dengan cara berlari.
Karena tak hati-hati, adi terlepeset terjatuh jungkir balik hingga salto dan akhirnya
bangkit lagi :D. Ia kesakitan untuk berjalan lagi karena terkilir namun tak
parah. Yeah, kasihan sekali. Akhirnya kami berjalan saja untuk turun sedangkan
gumpalan awan hitam di belakang berlari mengejar kami. Sampai di post 3 tepat
pada saat maghrib. Kami langsung mendirikan tenda dengan cekatan namun
terganggu oleh angin yang bertiup kencang. Di puncak Sindoro terlihat hujan
mungkin juga badai. Tenda sudah didirikan. Faktor kelelahan membuatku tidak
mood untuk makan ataupun beraktifitas lagi. Aku masuk tenda dan istirahat tidur
sedangkan adi membuat api unggun yang sebelum dipadamkan karena gerimis. Malam
ini kami bermalam di post 3 di tengah rintikan hujan dan angin. Istirahat total
menanti hari esok yang cerah untuk turun ke basecamp dan melanjutkan pendakian
Gn. Sumbing.
Senin 21 Juli 2014, waktu imsak dan
subuh aku terbangun karena adzan masih di telinga. Terdengar suara langkah kaki
yang cukup besar. Aku sudah siaga III dengan apa yang akan terjadi. Ternyata
itu hanya manusia biasa. Namun dari percakapan yang kudengar, mereka adalah 3
orang bule yang akan melakukan penelitian dengan di temani 1 guide orang
pribumi. Karena kurasa aman maka aku bobok lagi hingga menjelang sunrise aku
jalan-jalan di sekitar tenda sedangkan adi masih menikmati boboknya. Ku
hidupkan HP ku, ternyata ada sms si penjaga basecamp yang menanyakan sudah
turun atau belum *cie khawatir :p. Aku tak membalasnya karena aku nggak punya
pulsa hahaha :p. Dinginnya pagi kala itu membuatku menggigil saat menikmati
sunrise seorang diri. Hanya kicauan merdu burung-burung dan hisapan rokok yang
menjadi alunan munculnya sunrise. Tak lupa aku mengabadikan momen tersebut.
Siluet Gn. Sumbing, Merbabu, Merapi, Ungaran terlihat begitu jelas. Matahari
mulai meninggi menghangatkan tubuh ini. Karpet awan putih bergerak ke arah
barat melewati lembah Kledung yang berada diantara Gn. Sindoro dan Sumbing.
Yeah, aku berada di atas awan. Setelah puas menikmati momen tersebut, aku
membangunkan adi. Kemudian masak nasi karena merindukan nasi setelah beberapa
hari cuma makan mie instan :D. Namun demikian dicampur mie rebus juga :p.
Sesajen kopi juga wajib diminum. Setelah selesai dan mengabadikan beberapa
momen maupun view, kami packing dan melanjutkan turun ke basecamp. Sampai di
post 1, kami ditawari untuk naik ojek namun kami menolaknya secara halus. Kami
berjalan beringinan dengan ibu-ibu yang pulang dari ladang tembakau. Saat ada
panen tomat, iseng-iseng saja aku minta tomat. Akhirnya dikasih beberapa dan ku
makan. Segar sekali karena diambil langsung saat panen. Tak lupa aku berterima
kasih pada mereka yang memberi. Terus berjalan hingga sampai desa. Sampai di
basecamp pukul 10.00 terlihat tertutup dan sepi. Kami menghubungi penjaga
basecamp jika kami sudah turun dan sampai basecamp. Si Penjaga basecamp tidak
bisa menghampiri kami karena ada acara. Yeah berarti kami tidak melakukan
registrasi pendakian. Tidak apa-apa sih kata si penjaga basecamp. kami berjalan
di tepian jalan raya temanggung-wonosobo. Di depan pasar ada warung yang buka
meskipun sedang bulan puasa. Aku dan adi makan disana. Setelah itu menuju
basecamp Gn. Sumbing untuk istirahat dan melakukan pendakian selanjutnya.
Salam Jun_krikers
Tidak ada komentar:
Posting Komentar