Selasa, 02 Desember 2014

DOUBLE S #1

Double s #1



            Yeah. Sudah lama aku tak menulis dikarenakan kesibukanku mengerjakan proposal usulan penelitian skripsi. Banyak sekali dongeng yang masih terpendam dalam otakku. Kini kesempatan untuk mengulas sedikit sebuah dongeng yang pernah kualami sendiri datang lagi. “DOUBLE S”, yeah begitulah. Berniat untuk mencari berkah di Puncak Gn. Sindoro pada saat malam 21 Ramadhan *seharusnya kalau cari berkah ke Puncak Gn. Sumbing. Entah, aku juga bingung apa yang dimaksud dengan berkah tersebut. Intinya aku rindu ketinggian dan mencari kesunyian :D. Yeah pasti sunyi sekali di gunung karena kebanyakan pendaki libur mendaki karena puasa hehehe. Ku goda segala cecunguk semprul yang suka mendaki gunung tapi kebanyakan dari mereka menolak dengan alasan puasa. Bahkan ada yang mengatai aku iblis, biarlah ku acungkan jari jempol pada mereka yang lolos dari godaanku hahaha. Semakin ditolak aku pun tak patah semangat untuk menggoda para cecunguk dan akhirnya berhasil mendapat satu. Yeah satu saja sudah lebih dari cukup buatku, Dia teman sependakianku dulu saat di Gn. Lawu, namanya Adi. Bahkan dia memproklamirkan dirinya untuk tidak puasa dan meragukan niatku untuk tetap puasa saat mendaki *ternyata tingkat keiblisannya lebih besar daripada aku. Schedule yang kuciptakan begitu keren, mendaki dari basecamp pada waktu maghrib dan tiba area camp dekat puncak pada waktu sebelum imsak. Kemudian masak, sahur, subuh, bobok sampai sore. Menjelang waktu buka puasa akan summit ke puncak dan buka puasa disana, kemudian turun ke basecamp malam hari. Yeah liat saja bagaimana nantinya, apakah aku akan tergoda?
            Sabtu 19 Juli 2014, adi berangkat dari Solo ke Semarang. Ku jemput dia setibanya di pertigaan Sukun. Dia tiba terlalu sore dengan alasan macet dan karena lapar membatalkan puasanya. Tak apalah dia kan musafir, barangkali koplak. Ku ajak dia mampir ke kostku di Tembalang untuk membawa perlengkapan yang masih kurang. Dirasa sudah siap dan packing serapi mungkin, kami berangkat ke Kledung Kab. Temanggung. Segy membawa kami menembus persaingan antara kendaraan besar dan kecil layaknya jet darat. Waktu sudah lewat magrib, kami lapar di tengah perjalanan dan kucingan pun disinggahi untuk sementara seperti suasana hati ini *eh syudah-syudah -_-. Bungkus demi bungkus nasi dibuka meski sebungkus hanya beberapa suap namun karena murah apa boleh buat, makin banyak bungkus nasi dibuka makin kenyanglah perut. Yeah seperti itulah kira-kira. Kami lanjutkan perjalanan dengan sensasi jalanan yang berkabut, macet hingga akhirnya sampai di basecamp Gn. Sindoro jam 9 malam. Sesampainya di basecamp Sindoro, kami disambut oleh suasana yang sepi. Mungkin penjaga basecamp bersembunyi karena kami dikira rentenir yang akan menagih hutang hahaha. Di pintu basecamp tertulis untuk menghubungi sang penjaga lewat nomor HP nya. Setelah dihubungi diketahui bahwa sang penjaga sedang mengikuti pengajian di masjid. Dia menyarankan kami untuk istirahat dulu ke dalam sebuah gedung pertemuan desa Kledung yang gelap gulita. Kami masuk sambil meraba-raba dimana saklar lampu berada dan ternyata hasilnya nihil karena tak bisa nyala. Setelah memberi tahu penjaga basecamp, oke fix kami mlipir ke basecamp Gn. Sumbing yang tidak terlalu jauh jaraknya hanya untuk istirahat atau memarkirkan si Segy. Sesampainya di basecamp Sumbing ini, ya sangat sunyi senyap namun lebih terang. Istirahat sebentar. Dingin mulai menyiksa tak lantas membuatku untuk mandi karena bau apek sejak perjalanan. Adi sangat keheranan dengan tingkah laku ku ini. Yeah hitung-hitung ini kan proses aklimatisasi :p. Segar sekali rasanya seusai mandi membuat rasa kantuk ku hilang sirna. Tak berapa lama penjaga basecamp Sumbing datang, kami mengandangkan Segy di dalam, lalu meminta ijin untuk melakukan pendakian Gn. Sindoro dan mungkin setelahnya akan mendaki Gn. Sumbing juga *double S. Pukul 11 malam kami mulai melangkah dari basecamp Sumbing menuju basecamp Sindoro. Di basecamp Sindoro kami disambut oleh penjaganya. Hembusan asap rokok mengawali perbincangan kami dengannya. Ini pendakianku pertama ke Gn. Sindoro. Lantas mencari info pada penjaga basecamp tentang track jalur pendakian, camping ground dan estimasi waktu ke puncak sangatlah penting.
            Minggu pukul 00.00 kami mulai mendaki. Kami diantar oleh penjaga basecamp sampai batas desa. Kami akan melapor pada mereka saat turun nanti. Track makadam mengawali langkah kami melewati ladang tembakau warga desa. Berjalan dengan santai di bawah langit Sindoro yang tampak murung. Yeah, sepertinya di atas Gn. Sindoro sedang hujan. Berbanding terbalik saat menoleh ke belakang. Siluet hitam Gn. Sumbing terlihat jelas dan lampu kota pun masih tampak berkilau. Namun tak ayal kabut terkadang menutupi pemandangan itu. 1,5 jam tepat kami sampai di pos 1, batas ladang tembakau dengan rimbun hutan Gn. Sindoro. Disini terdapat shelter yang biasa digunakan untuk mangkal oleh para tukang ojek pengangkut pendaki Gn. Sindoro yang kelelahan. Dari info yang kudapat, jika mau ngojek harus membayar fee sebesar Rp. 15.000. Di post 1 ini kami beristirahat dan masak mie instan beserta minuman penghangat alias kopi. Setelah selesai, kami lanjutkan pendakian ini melewati gelapnya rimbun hutan dengan cahaya headlamp sebagai penerangan. Track berupa tanah dan berkikil namun cukup merepotkan karena terasa licin. Rintik gerimis kabut mulai menyentuh indera peraba namun kami masih terus melangkah. Entah, aku merasa ada yang tidak beres. Sering kali kami melewati beberapa pecabangan jalur yang membuatnya ambigu. Namun atas saran penjaga basecamp tadi ambil saja yang kanan jika ada percabangan jalur. Kami terlepas dari keambiguan itu setelah melihat ada 2 tenda pendaki yang berdiri di tanah sedikit lapang dalam hutan ini. Dengkuran tidur pendaki dalam tenda membelah suasana kami beristirahat di dekat tenda tersebut. Gerimis kabut mulai lebat dan sepertinya hujan akan turun. Kami harus melanjutkan perjalanan ke atas. Setidaknya sampai pos 2 atau jika benar-benar hujan, kami harus mendirikan tenda di tempat yang cukup datar.
            Di tengah perjalanan, aku merasa banyak hal yang tidak beres dengan hutan ini. Hutan terasa sangat panjang dan banyak percabangan. Aku sedari tadi merinding sangat dan mendengar banyak suara aneh di depan. Adi menyarankan untuk mendirikan tenda setelah mendapat tempat yang datar. Yeah, adi merasakan hal yang sama dengan ku -_- . Saat mendirikan tenda, suara-suara aneh itu kian mendekat dan dekat sekali. Kami saling mengobrol dengan volume tinggi saja seolah-olah tak terjadi apa-apa namun masing-masing dari kami berwajah pucat. Tenda sudah berdiri, kami langsung masuk dalam tenda bersama peralatan di dalamnya. Diam sesaat, kemudian ngakak bersama-sama hahaha. Tak dipungkiri ternyata kami takut akan hal itu hohoho -_-. Yeah hawa negative itu terlalu besar kuterima. Mungkin jika dipaksakan melangkah ke atas lagi aku akan berontak. Ah sudahlah yang penting saat itu bisa beristirahat bobok karena sudah letih, lemah, lesu. Aku hanya bisa bobok ayam. Tak terasa sudah imsak dan adzan subuh masih di telinga. Sebelumnya aku juga merasa seperti ada langkah kaki yang berjalan dan tenda di goyang-goyang padahal tidak ada angin. Sebuah pisau sudah di tangan mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. Saat itu adi sudah bobok dengan pulasnya. Yeah, di Gn. Sindoro ini memang terkenal rawan maling :/ . Setelah merasa aman aku bobok lagi dengan pulasnya diiringi gerimis menerpa tenda kami. 
            Minggu 20 Juli 2014, pukul 07.00, pagi itu aku terbangun. Ku tengok keluar, ternyata di luar berselimutkan kabut pekat. Aku bobok lagi dan bangun pukul 08.00, kemudian masak mie instan dan kopi (lagi). Aku kalah dari godaan iblis, aku nggak puasa -_-. Ah sudahlah nanti akan ku bayar hutangku. Pukul 09.00 kami selesai packing. Siap melanjutkan perjalanan menuju puncak. Kami ber pas-pas an dengan dua orang penebang kayu. Kami saling menyapa namun terasa miris melihat tingkah penebang kayu itu. Beberapa potongan kayu telah digotongnya. Padahal hutan Gn. Sindoro sudah semakin kritis karena terbakar atau dipakai lahan pertanian. Yeah, menegurnya pun ku rasa hanya sia-sia saja karena akan sok menggurui mereka. Biarlah alam saja yang akan menggurui mereka dengan bencana yang ditimbulkan. Tempo langkah kaki berirama dengan hembusan nafas supaya tidak terlalu lelah. Sesaat kami ber pas-pasan dengan rombongan pendaki asal Jogja. Ritual perbincangan saling bertanya ini sangat lumrah dilakukan jika bertemu sesama pendaki. Mereka sudah sampai puncak saat subuh, berangkat sejak kemarin maghrib tanpa ngecamp. Setelah tak ada lagi yang bisa diperbincangkan, kami melanjutkan perjalanan lagi. Kini track menurun cukup tajam, melewati beberapa jembatan kayu, menaiki bukit, kemudian menurun dan menaiki bukit yang cukup terjal hingga akhirnya sampai di post 2.
            Di post 2 kami istirahat, minum dan smoking. Satu batang telah habis, lanjut jalan lagi. Sesaat kami dikagetkan oleh suara babi hutan. Cukup was-was jika tiba-tiba babi hutan menyeruduk kami namun hal itu tidak terjadi. Beberapa rintangan batang pohon tumbang melintangi jalur. Kami harus melangkahinya, merunduk, merangkak. Sangat merepotkan jika menggunakan carrier yang besar atau tinggi. Jalur berubah terjal dengan tracknya berbatu yang licin sehabis hujan. Sampai di batu besar kami berhenti cukup lama karena merebus telur untuk menambah stamina. Yeah pendakian Gn. Sindoro cukup berat jika kondisi tidak sedang fit, apalagi jarang berolahraga pada saat bulan puasa. Kembali menapaki jalur batu-batu yang terjal di tengah hutan. Tak ayal membuat hidung terasa mencium dengkul sendiri *lebay.
            Sampai di post 3 dengan beberapa spot tanah datar untuk camping ground, kami berhenti lama. Kami bertemu dengan rombongan pendaki asal Temanggung yang baru turun dari puncak. Mereka dengan akrabnya menyalami kami seperti sedang lebaran hahaha. Setelah mereka minggat, kami menyembunyikan tenda, carrier dan perlengkapan lain yang tidak begitu dibutuhkan di semak-semak sekitar agar perjalanan summit tidak memberatkan. Perjalanan summit cukup berat karena terik matahari terasa di ubun kepala. Track masih berbatu nan terjal di tempat yang terbuka karena jarang terdapat pepohonan. Kami berjalan sangat santai dan goyah. Sering kali berhenti lama di bawah pohon lamtoro gunung bahkan kawanku ini sering bobok. Mungkin dia lelah. Yeah, akan terlalu capek jika terlalu lama berhenti. Aku cukup kesal dan tidak sabar menunggunya tapi kebersamaan lebih penting bagiku. Disaat istirahat inilah kami melihat pemandangan yang terhampar luas. Gunung-gunung di jawa tengah terlihat megah menjulang mencakar langit. Gn. Sumbing di selatan kami terlihat menujukkan puncaknya bagai bibir yang sumbing.
            Kami sampai di post 4 atau watu tatah. Di kawasan watu tatah terdapat batu-batu yang tampak indah di pinggiran jurang. Track jalur berubah berupa tanah namun licin dan cukup terjal di tengah luasnya sabana. Puncak Gn. Sindoro sudah terlihat. Gumpalan awan hitam mulai menghiasi langit. Angin juga bertiup kencang. Pertanda hujan akan segera turun dimana tenda kami ditinggal di post 3. Kondisi yang meragukan untuk bisa sampai puncak.
            Kami terus melangkah hingga akhirnya sampai 50 meter sebelum kawah pada pukul 14.30. Aroma belerang kuat yang berasal dari kawah sangat menyengat karena angin menuju ke arah kami. tak ayal membuat kami terbatuk dan pusing meski menggunakan masker. Sedangkan gumpalan awan hitam begitu mengerikan karena sempat mengeluarkan kilatnya L. Kabut tebal mulai menghiasi pemandangan. Cukup was-was jika tiba-tiba terjadi badai. Akhirnya kami sepakat untuk turun ke post 3. Yeah, tak apa kawan. Di sini, di tempat ini, di titik ini adalah kawasan puncak dan merupakan tempat saksi bisu perjuangan kami mencari berkah di bulan ramadhan :p. Mungkin suatu saat bisa melihat keindahan kawah Gn. Sindoro.
            Kami turun dengan cara berlari. Karena tak hati-hati, adi terlepeset terjatuh jungkir balik hingga salto dan akhirnya bangkit lagi :D. Ia kesakitan untuk berjalan lagi karena terkilir namun tak parah. Yeah, kasihan sekali. Akhirnya kami berjalan saja untuk turun sedangkan gumpalan awan hitam di belakang berlari mengejar kami. Sampai di post 3 tepat pada saat maghrib. Kami langsung mendirikan tenda dengan cekatan namun terganggu oleh angin yang bertiup kencang. Di puncak Sindoro terlihat hujan mungkin juga badai. Tenda sudah didirikan. Faktor kelelahan membuatku tidak mood untuk makan ataupun beraktifitas lagi. Aku masuk tenda dan istirahat tidur sedangkan adi membuat api unggun yang sebelum dipadamkan karena gerimis. Malam ini kami bermalam di post 3 di tengah rintikan hujan dan angin. Istirahat total menanti hari esok yang cerah untuk turun ke basecamp dan melanjutkan pendakian Gn. Sumbing.
            Senin 21 Juli 2014, waktu imsak dan subuh aku terbangun karena adzan masih di telinga. Terdengar suara langkah kaki yang cukup besar. Aku sudah siaga III dengan apa yang akan terjadi. Ternyata itu hanya manusia biasa. Namun dari percakapan yang kudengar, mereka adalah 3 orang bule yang akan melakukan penelitian dengan di temani 1 guide orang pribumi. Karena kurasa aman maka aku bobok lagi hingga menjelang sunrise aku jalan-jalan di sekitar tenda sedangkan adi masih menikmati boboknya. Ku hidupkan HP ku, ternyata ada sms si penjaga basecamp yang menanyakan sudah turun atau belum *cie khawatir :p. Aku tak membalasnya karena aku nggak punya pulsa hahaha :p. Dinginnya pagi kala itu membuatku menggigil saat menikmati sunrise seorang diri. Hanya kicauan merdu burung-burung dan hisapan rokok yang menjadi alunan munculnya sunrise. Tak lupa aku mengabadikan momen tersebut. Siluet Gn. Sumbing, Merbabu, Merapi, Ungaran terlihat begitu jelas. Matahari mulai meninggi menghangatkan tubuh ini. Karpet awan putih bergerak ke arah barat melewati lembah Kledung yang berada diantara Gn. Sindoro dan Sumbing. Yeah, aku berada di atas awan. Setelah puas menikmati momen tersebut, aku membangunkan adi. Kemudian masak nasi karena merindukan nasi setelah beberapa hari cuma makan mie instan :D. Namun demikian dicampur mie rebus juga :p. Sesajen kopi juga wajib diminum. Setelah selesai dan mengabadikan beberapa momen maupun view, kami packing dan melanjutkan turun ke basecamp. Sampai di post 1, kami ditawari untuk naik ojek namun kami menolaknya secara halus. Kami berjalan beringinan dengan ibu-ibu yang pulang dari ladang tembakau. Saat ada panen tomat, iseng-iseng saja aku minta tomat. Akhirnya dikasih beberapa dan ku makan. Segar sekali karena diambil langsung saat panen. Tak lupa aku berterima kasih pada mereka yang memberi. Terus berjalan hingga sampai desa. Sampai di basecamp pukul 10.00 terlihat tertutup dan sepi. Kami menghubungi penjaga basecamp jika kami sudah turun dan sampai basecamp. Si Penjaga basecamp tidak bisa menghampiri kami karena ada acara. Yeah berarti kami tidak melakukan registrasi pendakian. Tidak apa-apa sih kata si penjaga basecamp. kami berjalan di tepian jalan raya temanggung-wonosobo. Di depan pasar ada warung yang buka meskipun sedang bulan puasa. Aku dan adi makan disana. Setelah itu menuju basecamp Gn. Sumbing untuk istirahat dan melakukan pendakian selanjutnya.

Salam Jun_krikers 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar