Senin 21 Juli 2014, aku dan adi
berhasil melakukan misi pendakian Gn. Sindoro. Mendungnya cuaca siang hari
mengkatalisasi kami untuk beristirahat di basecamp Gn. Sumbing, tepatnya di
desa Garung. Yeah, tinggal 1 gunung lagi kami akan tuntas melakukan misi double
S dan ini merupakan pendakian ke-2 ku ke Gn. Sumbing setelah sebelumnya gagal
sampai puncak karena badai petir hebat. Pada saat sore hari aku pergi ke pasar
*bukan sarimin. Membeli logistik berupa mie instan, kopi, air botol mineral,
cemilan, obat, rokok dan bahan bakar spirtus. Setelah terbeli semuanya, hujan deras
melanda. Aku pun terpaksa mandi hujan karena belum mandi. Sungguh pengertian
sekali wahai kau langit :*. Ku ganti pakaianku yang basah sesampainya di
basecamp agar tidak masuk angin dan kedinginan. Derasnya hujan dan angin
kencang membuat gaduh suasana di dalam basecamp yang sepi karena tak ada
pendaki lain selain aku dan adi. Mungkin Gn. Sumbing ini akan milik kami berdua
:D. Di tengah guyuran hujan terdengar suara motor yang baru saja diparkirkan.
Sesosok 2 insan berlawanan jenis masuk dalam basecamp, katanya sih berasal dari
Temanggung. Yeah, mereka adalah pendaki couple yang menurutku penampilannya
keren. Beda sekali dengan kami yang terkesan serampangan, ugal-ugalan dan
begajulan sehingga mereka agak menjaga jarak dengan kami, barangkali hahaha. Kami
masih menunggu hujan yang belum berhenti. Jika terlalu lama, kami akan
melanjutkan pendakian besok pagi saja sambil memulihkan tenaga kami yang sudah
terkuras habis. Selepas maghrib datang rombongan 10 orang pendaki asal Jogja.
Beberapa diantara mereka adalah pendatang dari tanah batak sehingga suasana
basecamp sangat gaduh dengan canda tawa mereka yang khas. Aku dan adi pun
berbaur dengan mereka yang kocak dan gokil atas perbullyan anak haram, anak
murtad, dll *bully yang kejam -_-. Aku berkenalan dengan mereka namun seperti
biasa aku tak bisa menghafalnya satu-persatu hahaha. Saat ini yang masih ku
ingat namanya adalah bang syawal dan bang teguh. Itu pun karena sempat tukeran
pin BBnya *cie. Tapi mereka begitu baik karena membagi sarapannya padaku dan
adi meskipun kami sudah kenyang. Terima kasih ya bro ^_^.
Pukul 20.00 hujan masih deras
mengguyur, tetapi pendaki couple itu nekat melakukan pendakian. Yeah, romantis
sekali ya? Mendaki gunung berdua di tengah guyuran hujan saat malam, menempuh
jalan penderitaan untuk kebahagiaan bersama. Kapan aku bisa kayak gitu (:o) ? Eleh
ngemeng epeh hahaha. Pukul 23.30 hujan sudah reda meski rintik gerimisnya
halus. Rombangan Jogja pamit kepada kami untuk melakukan pendakian. Sedangkan
hawa dingin, lelah, ngantuk dan hilangnya efek kopi membuat aku dan adi merasa
ambigu untuk mendaki. Tetapi setelah 30 menit di ambang keambiguan akhirnya
diputuskan untuk mendaki. Tepat pergantian hari, kami mulai melangkah setelah
registrasi pada tuhan dan iuran di basecamp. Kami akan memilih jalur lama
karena lebih aman daripada jalur baru. Diawali jalanan beraspal yang hanya
mengantar kami sampai awal desa hingga berubah menjadi track makadam
menyakitkan hingga post 1. Berjalan dengan santai di tengah malam melewati
desa. Di akhir desa ini kami melewati makam. Yeah agak merinding memang. Kami
terus melangkah dengan irama nafas yang pas. Kami tak terlalu memporsir tenaga
karena waktu masih panjang dan kelelahan fisik dari Gn. Sindoro. Terjalnya
track makadam di tengah ladang tembakau ini membuat kami harus sering
istirahat. Beberapa kali kami saling sapa dengan pendaki yang baru turun. Salah
satunya adalah bang teguh. Dia pamit duluan karena merasakan sakit. Cukup
disayangkan karena ini adalah pertemuan terakhir dengannya. Kami tak bisa
saling berbagi dan bercengkrama di atas. Tak apalah suatu saat nanti mungkin
kita bisa mendaki bareng J. Terdengaruh suasana riuh yang
tak jauh dari kami, lampu headlamp saling member signal. Yeah, mereka pasti
kawan-kawan dari Jogja. Kami bertemu dengan mereka di km II dan melanjutkan
pendakian bersama-sama. Saat mereka berhenti kami mendahuluinya dan disaat kami
berhenti mereka mendahului kami dengan saling memberikan kata-kata penyemangat.
Yeah, kata-kata semangat dari orang lain memang lebih kental terasa kekuatannya
saat mendaki gunung dibandingkan saat kita berada di kehidupan nyata masing-masing.
Sebuah perhatian dan pengakuan diberikan pada orang yang baru ditemui, baru
dikenal, yang intinya serba baru. Yeah, inilah sebuah pembaruan mental. Andai
saja ini ada di kehidupan nyata. Tak terasa kami semua sampai di post 1/malim
pukul 01.30, bangunan shelter yang berada di batas ladang tembakau dan hutan
Gn. Sumbing atau km III. Kami beritirahat disini. Kawan dari Jogja kembali
melangkah. Aku dan adi berjanji akan bertemu lagi dan ngecamp di post 2. Aku
dan adi masak seperti biasa *mie n kopi :D. Kami selesai makan namun karena
sudah PW dan malas melangkah karena capek, akhirnya kami membongkar carrier dan
mendirikan tenda. Sorry kawan dari Jogja, semoga bisa bertemu esok hari di atas
sana. Kami harus full istirahat. Mencharger tenaga kami supaya tidak goyah
untuk melangkah di esok hari yang lebih berat tentunya J.
Selasa, 22 Juli 2014, pukul 11.00
aku terbangun dari hibernasi panjang karena mimpi buruk. Entah, setan alas apa
yang menggangguku? Aku bermimpi pacarku sedang berciuman dengan orang lain.
Huft, mungkin itulah pertanda bahwa aku harus pisah dengannya. Apalagi suasana
gerimis mengiringiku bangun dari mimpi buruk itu, barangkali hujan di hatiku -_-.
Kemudian aku masak mie n kopi (lagi) saja biar nggak galau *laper. Ku bangunkan
adi agar ikut membantu. Pukul 12.00, kami sudah selesai makan dan mempacking
peralatan. Tak lama kemudian dating 2 orang pendaki asal Semarang dan Jogja.
Mereka baru saja turun dari puncak. Salah satu dari mereka membawa bunga
edelweiss. Shit! Sungguh keji sekali tindakannya. Sindiran-sindiran halus
sedikit mewarnai perbincangan aku, adi dan mereka. Pukul 13.00 mereka turun ke
basecamp diantar ojek yang menghampirinya di post 1 ini. Kami berpamitan dan
langsung tancap mendaki lagi karena gerimis sudah reda.
Kami melangkah menyusuri terjalnya
setapak tanah licin di tengah hutan. Ada beberapa percabangan, namun atas dasar
pengalamanku, setiap cabang akan bertemu di titik yang sama. Kami dikagetkan
oleh langkah kaki di belakang. Yeah, ternyata ada bapak-bapak mencari rumput di
hutan. Langkahnya begitu cepat dengan golok di tangan kanannya sehingga aku sedikit
suudzon padanya jika dia akan merampok kami hahaha. Namun hal itu tidak terjadi,
dia benar-benar mencari rumput untuk pakan ternaknya. Kami terus melangkah
sampai di post 2/genus, ternyata kawan dari jogja sudah lebih dahulu menuju
puncak. Kami pun lebih bersemangat untuk menyusulnya. Tanjakan-tanjakan terjal
nan licin tak menyurutkan semangat kami hingga akhirnya bertemu dengan 4 orang
kawan dari Jogja di post 3/sedlupak roto. 5 orang dari mereka sudah melangkah
lebih maju, sedikit terlihat berada di area pasar watu. Kami beristirahat di
post 3, menikmati view yang terbuka karena sedari tadi tertutup kabut. Lereng,
lembah, sungai, bukit, dan puncak Gn. Sumbing terlihat jelas dan indah. Di
sebelah utara sebuah tumpeng raksasa menampakkan dirinya, yeah itulah Gn.
Sindoro yang telah kami daki kemarin. Kami melangkah kembali melewati track
terjal berpasir ala pasar setan di tengah teriknya mentari sore. Track Gn.
Sumbing yang terkenal paling berat se-Jawa Tengah membuat kami kepayahan dan
kehausan. Namun kami harus irit-irit persediaan air minum agar tidak kehabisan
karena di jalur Gn. Sumbing ini tidak ada sumber air lain selain di sungai
dekat post 2 jika lewat jalur baru. Apalagi saat melewati terjalnya area pasar
watu, membuat langkah kami sangat pelan dan banyak istirahat.
Cuaca kini berubah menjadi mendung,
pertanda hujan akan turun. Atas izin kawan dari Jogja, aku dan adi melangkah
lebih cepat meninggalkan mereka agar tidak kehujanan. Dan benar saja
sesampainya di pertigaan pasar watu-watu kotak, gerimis tiba. Setelah melipir
ke kiri dari pertigaan itu, kami berlindung di goa kecil bawah tebing yang
berada di kanan jalur pendakian, berteduh dari hujan yang semakin deras. Sekitar
pukul 17.15, hujan pun hanya rintik kecil saja. Kami mulai lapar sehingga
ngemie dan kopi (lagi) wajib dilakukan. Disaat menikmati hidangan yang kami
buat, melintaslah kawan dari jogja. Mereka kehujanan dan kedinginan. Ku tawari
mie dan kopi, namun ditolaknya secara halus dengan alasan agar tidak kemalaman
menyusul teman mereka yang ngecamp di watu kotak. Yeah okelah kalau begitu.
Hembusan asap rokok mengiringi
selesainya ngemie, dibalut kopi yang masih mendidih dan keindahan sunset yang
nampak jelas karena goa menghadap arah barat laut yang cerah, hingga sang surya
bersembunyi di balik karpet awan yang awalnya putih-membiru-mengabu-abu, kemudian
menghitam. Hujan sudah reda sepenuhnya.
Kami masih menunggu adzan maghrib yang masih ditelinga sampai tak terdengar
lagi. Kami sudah packing peralatan, headlamp sudah dinyalakan, adzan maghrib
sudak tak terdengar rimanya. Kami siap melangkah ke watu kotak untuk mendirikan
tenda disana. Kami keluar dari goa saat hari mulai hitam. Yeah, seperti
kelelawar saja hahaha. Kami melangkah di jalur yang berbatu dan harus
berhati-hati karena terjal dan licin. Kemudian kami mentok di sebuah tebing
yang membuat jalur terasa ambigu. Atas pengalamanku sebelumnya mendaki Gn.
Sumbing, kami memang harus memanjat tebing yang tidak begitu tinggi *saat itu
dilakukan siang hari. Yeah faktor gelap membuat keambiguan menjadi hal yang
sangat serius. Setelah aku berhasil sampai di atas tebing tersebut, aku tak
melihat adanya jalur pendakian. Segera aku memberitahu adi yang baru setengah
memanjat tebing untuk turun. Setelah kami turun dari tebing itu, kami pun diam
berpositif thinking mencari jalur pemanjatan yang benar dan diiringi dengan
do’a akhirnya kami menemukannya. Kami harus memajat tebing vertikal dan licin
karena merupakan jalur air. Alhamdulillah kami selamat. Kami tinggal mengikuti
jalur saja sampai watu kotak. Yeah, sangat disarankan jika melewati jalur ini
untuk menuju watu kotak disaat hari belum gelap. Faktor gelap akan merusak
konsentrasi orientasi medan sehingga membuatnya terasa ambigu. Apalagi di bawah
tebing ini atau titik buntu jalur sebelum memanjat tebing ini, jurang sudang
menganga. Kami sampai di watu kotak pukul 19.00, bertemu dengan kawan-kawan
dari Jogja dengan 2 tendanya yang sudah berdiri. Setelah tenda kami berdiri,
kami langsung membuat kopi di dalam tenda karena di luar terasa dingin sekali.
Angin berhembus membawa hawa dingin ditambah dinginnya tebing watu kotak yang telah diguyur
hujan tadi sore membuat malam begitu menampakan jati dirinya. Namun tak membuat
kami dan kawan dari Jogja untuk berdiam diri saja, melainkan saling
bercengkrama meski di dalam tenda masing-masing. Terkadang keluar untuk
bertukar makanan, kopi, rokok ataupun kencing berjama’ah :D. Hingga
masing-masing dari kami terlelap ditelan dinginnya malam. kami janjian akan
melakukan summit pukul 04.00 esok hari menyaksikan sunrise bersama-sama.
Rabu, 23 Juli 2014, pukul 04.00,
kawan dari Jogja sudah ramai membangunkan aku dan adi untuk summit bersama.
Dikarenakan kami belum merasa PW, kami mempersilahkan mereka untuk summit lebih
dahulu dan janjian ketemu di puncak. Setelah aku dan adi sudah PW, kami
melakukan perjalanan summit. Sekitar pukul 05.30 kami melangkah. Dinginnya pagi
kala itu membuat kadar oksigen terasa tipis sehingga nafas pun tersengal-sengal
untuk melangkahi batu demi batu yang terjal. Merdunya kicauan burung di pagi
hari pun lebih ramai daripada kicauan di twitter. Bunga-bunga edelweiss yang
mekar terhampar luas menjelang puncak dan diselingi cantigi yang cantik dengan
daun mudanya berwarna merah di pucuk bagai perawan. Langit pagi pun terasa
romantis dengan warna pinknya disela biru langit. Di sebelah utara, Gn. Sindoro
pun tak lupa menyapa kami dengan lembut. Tak terasa matahari mulai menghangati
puncak Sumbing. Kami pun baru sampai di Tanah Putih, khas dengan cadasnya yang
memutih. Perlahan demi perlahan kami sampai di pertigaan puncak kawah-puncak
buntu. Beristirahat sejenak, minum dan mengabadikan momen. Langit pagi begitu
cerah, matahari sudah meninggi dan rupanya kami tertinggal momen sunrise. Tapi
tak apa. Bukan sunrise yang kami cari. Tetapi sebuah kenikmatan yang tak dapat didustakan
dari indahnya persahabatan dengan alam. Yeah, kami melakukan back to nature
disaat kepenatan pada kehidupan kota telah menjadi rutinitas yang sebenarnya
formalitas. Kami sampai puncak kawah pada pukul 06.30, disambut hangatnya
persaudaraan kawan dari Jogja, yeah bang syawal cs. Mereka mengajak kami
berfoto bersama, mengabadikan momen dan keindahan view yang terlihat di puncak
kawah. Akhirnya rasa pensaranku terhadap puncak Sumbing terobati. Dibawah
terdapat segara wedi, kawah Sumbing yang mengepul mengeluarkan asap belerangnya,
sabana yang menghijaukan se-putaran kawah serta edelweiss yang menambah cantik
tebing-tebing puncak Gn. Sumbing ini. Tak terasa kami berada di Puncak sampai
matahari terik. Bang syawal cs pamit turun dahulu, sedangkan aku dan adi masih
ingin mandi sinar matahari. Pukul 08.00 aku dan adi turun dari puncak kawah.
Kami juga menyambangi puncak buntu karena
penasaran dengan apa yang ada disana. Setelah puas menikamti sensasi 2
puncak Gn. Sumbing ini, kami pun turun ke watu kotak untuk siap-siap berkemas.
Bekal air minum kami sudah sangat
menipis. Hanya untuk 6 teguk dibagi 2 orang, dengan persetujuan akan kami minum
jika sampai post 1. Maka kami harus melakukan survival untuk bertahan hidup
sebelum sampai post 1. Mungkin ini kesalahan kami karena terlalu boros atau tak
membawa lebih air minum -_-. Hal ini membuat kami tidak sarapan sehat, karena
hanya makan mie instan yang diremuk begitu saja -_-. Setelah packing barang di
watu kotak, kami pun turun gunung dengan cepat karena kegilaan kami yang butuh
air kehidupan ditambah teriknya matahari kala itu. Sesampai di pasar watu,
terdapat genangan air di atas batu. Tertolonglah kami meskipun hanya sesaat. Kami
minum air tersebut bagai binatang -_-. Terkadang aku mengunyah pucuk merah daun
cantigi untuk mendapat serat air agar tidak dehidrasi parah. Di pertengahan
pasar watu-pasar setan kabut begitu tebal muncul tiba-tiba. Bahkan penglihatan
berkisar 5m saja. Adi berada jauh di belakangku sehingga aku menunggunya
berlari menghampiriku. Jalur turunan berpasir, terjal ala pasar setan sangat
berbahaya dilalui jika kabut tebal seperti ini. Yeah, kami tak mau ambil resiko
terjatuh kemudian menggelinding ke bawah. Maka aku dan adi melipir ke kanan
untuk menapaki rerumputan. Namun lama kelamaan kami semakin kehilangan arah.
Yeah, kami tersesat atau dis-orientasi -_-. Kami pun berhenti sejenak karena
khawatir jika tiba-tiba jatuh ke jurang. Maka dengan hati-hati kami mencari
jalur yang benar dan syukurlah kami menemukannya. Kami berjalan sebentar
kemudian sampai di post 3/sedlupak roto. Disini banyak sampah botol berserakan.
Kami pun memungutinya dan mencari air tersisa. Kabut sangat pekat membuat kami
tak melanjutkan langkah untuk turun karena khawatir tersesat lagi. Aktivitas
kami pada saat itu hanyalah menjilati rumput yang berembun -_-. Yeah, hal ini
cukup mengusir kami dari rasa haus. Tidak ada orang yang bisa menolong kami
lagi karena bang syawal cs mungkin sudah berada di bawah L.
Cukup lama kami berdiam diri namun
secercah harapan kami dapatkan untuk keluar dari kabut tebal ini :D. Yeah, kami
dapat melihat bayangan pohon besar sebagai tanda dekat jalur menuju hutan *aku
lupa nama pohon itu. Kami melangkah menuju pohon itu berada. Pohon yang begitu
besar di area post 3/sedlupak roto ini menyelamatkan kami. Semoga pohon itu
tetap tumbuh lestari disana. Jalur untuk turun sudah terlihat meskipun di
tengah gelapnya kabut. Kami bergegas untuk turun dengan track begitu terjal dan
licin. Tak jarang kami perosotan dan jatuh terpeleset :D. Akhirnya sampai di
setapak taha diatas pos 2/genus. Disini kami bertemu dengan seorang pendaki
single fighter, namanya om jalil. Tanpa basa-basi aku dan adi minta minum
padanya. Bahkan kami dikasih roti dan rokok lintingannya. Yeah, om jalil
bagaikan malaikat penolong kami di Gn. Sumbing saat itu :D. Kemudian om jalil
kembali melanjutkan perjalanan sendiri menuju puncak karena menurut estimasi
waktuku dia akan kemalaman sampai waktu kotak jika masih cuap-cuap bersama kami
hehe. Tak lupa aku dan adi berterima kasih padanya. Kami juga saling bertukar nomor HP *cie. Kami terus melangkah
turun dengan cepat di jalur yang licin ini melewati post 2 hingga sampai di
post 1. Kami beristirahat di post 1 dan atas kesepakatan 2 lelaki hebat,
dibukalah botol minuman yang tersisa 6 tegukan saja *chears.
Hujan mulai membasahi bumi. Kami
sudah malas melangkah lagi untuk sampai basecamp. Bayangkan saja kami mendaki 2
gunung yang terkenal memiliki medan tersulit di Jawa Tengah dalam 1 waktu sekaligus.
Hal ini membuat kami benar-benar gempor, pegal, capek dan rindu makan nasi yang
sebenarnya. Maka kami memesan ojek untuk turun ke basecamp. Raungan mesin 2tack
membelah perbukitan ladang tembakau di kala hujan. Ojek yang kami pesan sampai.
Ojek pun membawa kami dari post 1 ke basecamp di tengah hujan deras. Akan tetapi aku mampir
warung untuk beli rokok, kemudian ke basecamp. Yeah, misi mencari berkah
sejatinya diubah menjadi misi double S itu tercapai. Aku berduet dengan adi,
ini merupakan duet lelaki tangguh, percayalah *_*. Kami pun beristirahat di
basecamp menanti hujan reda. Setelah reda kami packing, lalu makan di warung,
kemudian pulang. Adi ku antarkan sampai terminal Bawen. Adi sudah masuk dalam
bus, dia akan pulang ke Solo. Sedangkan aku pulang ke Semarang. Yeah suatu saat
kita akan berduet lagi.
Salam
jun_krikers
Tidak ada komentar:
Posting Komentar