Selasa, 09 Desember 2014

JANJIKU PADA MERAPI

Janjiku pada merapi


            Ada pepatah yang menyebutkan bahwa “Merapi Tak Pernah Ingkar Janji”. Namun, bukankah merapi itu tak bisa bicara karena ia benda mati? Hihihi. Yeah, para pujangga, seniman kata, memang selalu menciptakan pepatah-pepatah unik. Merapi adalah gunung yang paling aktif di Indonesia karena siklus periode letusannya terhitung pendek. Maka dari itu mungkin merapi tak pernah ingkar janji untuk meletus yeah, barangkali. Dua letusan dahsyat terakhir terjadi pada tahun 2007 dan 2010. Pada tahun 2010 itulah bukti keganasan wedhus gembel hasil letusan Gn. Merapi yang berhasil memporak-porandakan desa Kinahrejo yang merupakan tempat tinggal kuncennya, mbah marijan. Ia bersama puluhan penduduk desa ditemukan tewas terpanggang karena menolak untuk dievakuasi saat Merapi meletus. Sungguh kejadian yang akan menjadi pembelajaran selanjutnya jika Merapi Tak Pernah Ingkar Janji. Tahun 2013 lalu adalah tahun terakhir aku mendaki Gn. Merapi. Saat itu aku berjanji akan mendaki Gn. Merapi lagi. Yeah, Gn. Merapi memiliki sensasi tersendiri saat didaki. Perjalanan saat menjelang puncaknya begitu terjal, mengerikan dengan batuan besar lepas siap menggelinding ke arahku. Begitu bodohnya aku dan teman sependakian dulu sempat tersesat karena mengikuti orang halus kemudian mereka hilang dan kami mentok di sebuah tebing. Alhasil kami mencari jalur sendiri untuk sampai puncak dengan jalur yang sangat mengerikan dan berbahaya. Sedangkan pendaki lain melewati jalur yang aman -_-. Maklum saat itu kami terlalu pagi saat summit, kira-kira sekitar pukul 03.00, jadi jalur yang aman tidak terlihat karena gelap.
            Jum’at, 1 Agustus 2014, masih dalam suasana libur lebaran ini, aku berkesempatan untuk mendaki Gn. Merapi lagi, menepati janjiku pada Merapi. Saat itu aku hanya mengajak adik kandungku saja, yang telah ku racuni salah satu hobbi ku ini saat mendaki Gn. Lawu, Sidiq namanya, masih kelas 3 SMP. Setelah sholat Ashar kami berangkat dari rumah tepatnya di Sragen. Kami mampir di belakang daerah UNS Solo untuk menyewa beberapa peralatan mendaki lalu beranjak ke basecamp pendakian Gn. Merapi di Selo Kab. Boyolali. Sampai di pasar Cepogo, kami belanja logistik dan di Pasar Selo, kami sarapan kemudian sholat maghrib dijamak Isa’. Kami tiba di basecamp pukul 20.00. Disana sudah banyak pendaki yang akan melakukan pendakian. Setelah regitrasi pendakian dan berdo’a, kami mulai mendaki. Track jalanan aspal yang terjal mengawali langkah kami ke joglo yang terdapat kata NEW SELO diatasnya, mirip di Hollywood Amerika. Kami melanjutkan langkah setelah beristirahat sebentar di joglo. Ada rombongan pendaki dengan jumlah besar di belakang kami. Agar tidak tersusul dan terserang oleh debu yang beterbangan, kami melangkah lebih cepat. Ada perubahan terhadap kondisi jalur yang ku lewati ini, karena sebagian track sudah dicor semen melewati ladang pertanian. Beberapa kali kami ber pas-pasan dengan pendaki yang akan turun maupun naik, tak sungkan-sungkan kami saling menyapa. Track berubah menjadi tanah sepenuhnya menjelang gapura Taman Nasional Gunung Merapi. Tanah yang dipijak begitu licin sehingga harus berhati-hati. Terkadang kami harus berpegangan pada ranting pohon maupun rumput yang bergoyang. Sampai di gapura kami beristirahat, saling berbagi makanan dan susu dengan rombongan pendaki lain J. Kami melanjutkan langkah di track yang kondisinya tak berubah dari sebelumnya, lewatlah kami di post 1. Setelah post 1 track sudah berbatu kerikil yang cukup licin. Terus melangkah sampai post 2. Melewati celah batu tasku putus karena tak kuat menahan beban -_-. Yeah, sudah kuprediksi sehingga aku mengaitkannya menggunakan tali raffia :p. Kemudian tas Sidiq jugaputus, ku perbaiki serupa dengan tasku :/. Kami terus melangkah dan melewati tenda pendaki yang menghalangi jalur. Ada juga pendaki tanpa tenda, tidur di luar hanya menggunakan SB maupun sarung. Track berubah terjal berbatu sepenuhnya hingga sebentar saja kami sampai di Pasar Bubrah tepat pukul 00.00, terdapat banyak tenda pendaki berdiri disana. Kami mencari lokasi strategis untuk mendirikan tenda. Kami mendirikan tenda dibalik batu besar, menghalangi kami dari terjangan angin di dinginnya malam itu. Setelah tenda berdiri, kami memasak mie dan kopi di bawah langit berbintang di tengah malam yang cerah. Terkadang ada bintang jatuh yang jarang sekali kulihat saat berada di kehidupan kota. Malam sudah suntuk, kami sudah kenyang dan kemudian kami tidur dalam tenda.
            Sabtu, 2 Agustus 2014, pukul 05.00 kami sudah bangun. Keadaan di pasar bubrah begitu ramai dengan pendaki tek-tok yang memburu sunrise di puncak Merapi. Setelah menghangatkan badan dengan kopi, kami menuju bukit watu gajah untuk menikmati sunrise. Di watu gajah kami tak hanya berdua, ada beberapa pendaki juga namun tak seramai di puncak. Menggigil tubuhku ini ditabrak angin pagi hingga matahari muncul disamping Gn. Lawu. Kemunculannya menjadi primadona saat itu, menghangatkan tubuh yang sudah tak tahan oleh dingin. Cahaya sunrise memerahkan puncak Gn. Merapi. Yeah, serasa berada di planet mars, barangkali hahaha. Di sebelah utara terdapat Gn. Merbabu yang puncaknya terlihat hijau. Di kejauhan Gn. Sindoro dan Sumbing terlihat berdampingan dan terlihat biru. Setelah puas menikmati dan mengabadikan momen sunrise, kami kembali menuju tenda dan bersiap melakukan summit ke puncak. Barang-barang kami bawa seperlunya saja agar tidak memberatkan. Track terjal pasar bubrah-puncak begitu menyulitkan langkah kami, dari pasir yang membuat langkah maju menjadi mundur, batuan yang rapuh ketika diinjak dan batuan lepas yang siap menghujani kami. Ramai sekali suasana di puncak. Ada yang naik dan ada juga yang turun. Aku dan Sidiq sampai di puncak pada pukul 08.00. tepat 1 jam dari pasar bubrah. Namun cuaca begitu ambigu. Terkadang cerah kemudian berkabut. Disaat cerah terlihatlah kawah Merapi yang mengerikan, menganga dan terbuka jalur laharnya ke arah selatan atau Jogja. Tertampang jelas bentukan kubah lava yang siap meletus, barangkali. Tebing-tebing yang mengitari kawah begitu eksotis dengan munculnya asap belerang yang begitu menyengat. Kabut mulai menutupi pemandangan, sangat gelap, dan serasa berada di dimensi lain atau dunia lain. Sangat lama kami berada di negeri kalang kabut tersebut dan kami tak mau ambil resiko untuk turun. Sekitar pukul 10.00 kabut mulai hilang. Setelah mengabadikan momen dan view di puncak, kami beriringan bagai semut turun ke pasar bubrah karena sangat ramai. Debu-debu pun beterbangan mengganggu pernafasan, masker penuh debu dan mata pun pedih. Perjalanan turun sangat mudah dibandingkan naik ke puncak. Dengan cepat kami sampai pasar bubrah dengan cara berlari maupun perosotan di track pasirnya. Sampai di tenda kami istirahat sambil menikmati keramaian pasar bubrah atau curi-curi pandang dengan pendaki wanita :D.
            Pukul 11.00 berbagai perlengkapan sudah dipacking, kami pun bersiap turun gunung. Sesampainya di monumen pendaki yang pernah tewas di area pasar bubrah, kami berhenti sejenak. Di monumen tersebut ada kepala kerbau yang entah fungsinya untuk apa? Mungkin untuk sesajen atau apalah aku tak mau tahu. Dengan jahil kami memegang dan menjadikannya objek untuk berfoto bersama hahaha. Karena tingkah kami itulah kami sempat berkenalan dengan bang kribo, pendaki asal bogor *kalo nggak salah hahaha. Di dekat monumen tersebut ada plang larangan mendaki sampai puncak karena sangat berbahaya dan disarankan untuk mendaki sampai pasar bubrah saja. Iya-iya, kami sadar telah bermain-main dengan bahaya -_-. Tetapi disitulah sensasi mendaki Gn. Merapi berada. Jadi, jangan nekat ke puncak kalau tidak mau mengambil resiko J. Kami turun gunung dengan cara berlari karena dengkul kami masih muda hahaha. Namun kami juga istirahat sebentar di post 2, post 1 dan gapura TNGM. Pukul 13.00 kami sampai di Joglo, begitu cepat bukan? Sebelum sampai Joglo, kami tak hanya bertemu dengan pendaki yang turun atau naik. Kami juga bertemu dengan pengunjung atau orang pacaran yang mungkin mesum di sepanjang jalur. Huft, kurang kerjaan saja mereka. Apa tidak ada tempat yang layak untuk berbuat mesum? Mungkin aku hanya iri saja, hahaha gomenasaii. Di Joglo kami istirahat dan makan pecel dengan susu putih yang hangat sebagai minumannya. Setelah tenaga pulih kami turun ke basecamp. Di jalanan beraspal ini ada mobil yang mogok tak kuat menanjak menuju Joglo. Yeah, aku, Sidiq, dan beberapa pendaki lain mendorongnya hingga mobil itu dapat jalan lagi. Setelah sampai basecamp, kami mengambil motor kemudian pulang ke Sragen. Namun kami harus mengembalikan peralatan yang kami sewa. Sesampainya di Grompol, kami jajan es kelapa bakar. Yeah, sangat segar sekali rasanya *_*. Kemudian kami beranjak pulang dan sampai rumah dengan selamat. Dengan petualanganku kali ini bersama adik kandungku, Sidiq, aku telah menepati janjiku pada Merapi, Yeah, kami kakak-adik yang keren dan tangguh J.

Salam Jun_krikers

Tidak ada komentar:

Posting Komentar