Sabtu, 13 Desember 2014

Anti mains-tream Gn. Lawu #via cetho 1

Anti mains-tream gn. Lawu #via cetho 1


Pada saat 17 Agustus 2014 lalu , aku melakukan pendakian yang anti-mainstream ini bersama sahabatku waktu SMA dulu yaitu Akhsan dan sahabat lamaku yaitu Rian dan temannya yaitu Devindra. Kenapa dibilang anti-mainstream? Yeah, pada saat itu jalur pendakian Gn. Lawu via Cemoro Sewu dan Cemoro Kandang dipadati oleh ribuan pendaki yang akan melakukan upacara di puncak, maka kami mendaki melalui jalur Candi Cetho yang terkenal amazing viewnya, ekstrim halangannya dan kental akan suasana mistisnya. Kami belum pernah mendaki melewati jalur tersebut dan hanya berbekal informasi dari catper dari sebuah blog namun kami sudah siap dengan segala resiko yang akan terjadi. Saat itu kondisi keuanganku juga sangat miris -_-, tetapi atas bantuan para sahabatku pendakian yang anti-mainstream ini terlaksana juga, terima kasih sobat :D.
Sabtu, 16 Agustus 2014, di pagi yang cerah itu akhsan menjemputku di rumahku. Setelah persiapanku usai, kami menjemput rian dan devindra di rumahnya. Tak banyak cakap kami bertemu, langsung saja kami berangkat dan membeli logistik di perjalanan. Sesampainya di Jenawi, kami mampir untuk menyewa beberapa alat pendakian. Ternyata si empunya alat adalah seorang cewek tangguh dan tak lupa dia memberikan beberapa wejangan-wejangan untuk berhati-hati mendaki lewat candi cetho *cmiiw. Setelah selesai urusannya, kami langsung berangkat menuju candi cetho. Di perjalanan ini kami disuguhkan dengan pemandangan alam desa yang sungguh asri, terasering persawahan tersusun rapi bagai domino kemudian hamparan bukit kebun teh yang begitu luas menghijaukan mata.
Dengan perjuangan keras motorku meraung-raung di tanjakan terakhir, akhirnya kami sampai di candi cetho pukul 11.30. Kulihat hanya ada segelintir orang yang akan mendaki. Sebagian besar adalah wisatawan yang sedang berwisata di candi cetho. Motor sudah terparkir dan peralatan dipacking rapi. Sebelum mendaki, kami berdo’a agar diberi keselamatan. Kemudian menuju post penjaga candi cetho untuk didaftar dan membayar registrasi masuk kawasan wisata cukup Rp. 3.000,- saja. Sangat murah dibandingkan melewati jalur lainnya, karena jalur candi cetho ini bukan jalur resmi namun kami memberikan kontak kami saat mendaftar. Pukul 12.00 kami mulai melangkah, meniti anak tangga masuk kawasan candi cetho. Yeah, rasanya sudah lama sekali aku kemari karena terakhir kalinya pada zaman masih imut-imutnya pas SMA :D. Candi cetho ini begitu eksotis terletak di lereng barat Gn. Lawu. Tak jarang wisatawan asing datang kemari untuk menikmati ke eksotisannya. Setelah masuk candi cetho, kami belok ke kiri menuju candi kethek. Terdapat beberapa warung yang menjajakan makanan dan minuman namun semua tertutup rapat sehingga kami melanjutkan pendakian di tengah keroncongnya perut -_-. Dengan menahan lapar kami melangkah pelan melewati puri saraswati, sungai kecil yang kering dan setelah menanjak sampailah di candi kethek. Candi kethek juga terlihat eksotis seperti bangunan candi piramida dari suku maya. Kami terus melangkah melewati sisi candi kethek dan mengikuti jalur pendakian melewati ladang pertanian. Cuaca siang begitu terik sehingga memperlambat dan beratnya laju awal kami.
Kami sampai di post 1 pukul 01.30 dan langsung masak mie instan dan kopi karena sudah sangat lapar. Diselanya kami memasak, datang rombongan ganaspati yang berisitirahat disini. Yeah, di tengah sepinya jalur pendakian via candi cetho, merekalah yang tampak nyata karena sepertinya tak ada rombongan lain hahaha. Mereka pamit melangkah duluan meninggalkan kami di post 1. Setelah makan dan habisnya hembusan asap rokok, kami mulai melangkah lagi. Track tanah yang kami lewati cukup licin dipijak dan vegetasi didominasi oleh semak belukar yang sangat lebat namun diselanya ada buah arbei hutan yang siap untuk dinikmati kesegarannya :D. Yeah, arbei hutan memang nikmat sekali jika dimakan dan diambil langsung di hutan. Setiap berhenti untuk beristirahat, arbei tersebut pasti kami makan untuk menambah stamina hahaha.
Cukup 1 jam saja kami sampai di post 2. Di sini kami bertemu rombongan ganaspati lagi namun mereka pamit melangkah duluan dan menyisakan lapak untuk kami beristirahat hahaha. Post 2 ini terletak di dalam hutan yang sangat lebat, pohon-pohon dengan diameter besar sangat mudah ditemui bahkan sinar matahari tak mampu menembus hutan dan terkesan angker *hiiii. Di depan post 2 terdapat pohon besar yang batangnya ditutupi kain sarung berwarna putih. Barangkali sarung putih menujukkan bahwa pohon itu suci jadi jangan dikencingin ya soalnya ada penunggunya*hihihihi. Tak mau berlama-lama mengganggu penunggu di post 2, kami pun melangkah lagi. Track yang dilewati semakin terjal dan masih di dalam gelapnya hutan dengan semak belukarnya yang rapat. Sempat kami menemukan kotoran binatang seperti kijang atau babi, mungkin juga macan. Tapi yang jelas cakaran kuku macan sering kami temui di batang pohon sepanjang jalur. Yeah, cukup was-was jika macan itu memburu kami maka dari itu sebilah belati tajam selalu dipegang dan tak pernah lepaskan hahaha. Mendekati post 3, sudah jarang pepohonan dan didominasi semak belukar saja. Kami terpapar oleh teriknya matahari. Dengan track terjal yang kami lalui ini membuat kami megap-megap seperti ikan mas koki :o.
Cukup 1,5 jam saja kami sampai di post 3. Disini kami bertemu rombongan ganaspati lagi. Sebagian pamit duluan dan ada yang masih beristirahat. Kami berbagi lapak di post 3 ini, bercengkrama dengan mereka. Bermula pepatah dari guruku SMA yang kulontarkan, “Nila Setitik Rusak Susu Sebelahnya” menjadi trending topik bahan canda tawa kami saat itu. Setelah cukup istirahat kami melanjutkan langkah lagi. Kami melewatkan rombongan ganaspati yang sedang mengisi acara masak memasak. Yeah, kami berjalan menjadi garda terdepan lagi. Track yang dilewati menjadi sangat terjal dengan sisi kanan terdapat jurang yang dalam, suara derasnya aliran sungai terasa namun tak terlihat. Pohon pinus, cemara gunung muda sudah mulai tampak di tengah lebatnya semak belukar, menandakan bahwa kami akan memasuki hutan pegunungan. Posisi kami berempat mulai tercerai berai karena stamina yang menurun. Tatkala itulah terdengar suara auman macan yang mengerikan. Entah suara macan jadi-jadian atau sungguhan, aku tetap berpositif thinking dan menganggap aku tak mendengarnya dan melupakannya. Kami istirahat sebentar dan membicarakan auman macan tadi. Maka kami bersiap dengan belati di tangan dan jangan tercerai berai posisinya saat berjalan.
Cukup 2 jam saja kami sampai di post 4. Disini ada beberapa tenda yang berdiri sehingga tak menyisakan lapak untuk kami beristirahat. Yeah, mereka akan bermalam disini. Kami pun mencari lapak di atas post 4 dan langsung masak karena energi dan stamina kami sudah terkuras habis. Kala itu menjelang sunset dan terlihat indah karena kami sudah berada di atas awan. Puncak Gn. Merapi, Merbabu dan Sindoro terlihat tinggi menjulang diantara karpet awan. Yeah, ini merupakan sunset di tanah anarki yang indah. Hingga matahari terbenam sepenuhnya di balik Gn. Merbabu. Siluet pohon pinus yang masih muda terlihat begitu mempesona dan terkesan mistis suasana. Setelah makan dan puas mengabadikan momen sunset di tanah anarki ini kami mulai melanjutkan langkah. Tiba-tiba angin pun bertiup sangat kencang, suaranya pun menderu seperti jet lewat. Kami percepat langkah supaya tidak kedinginan dan agar cepat sampai di camping ground post 5. Sesampainya di Cemoro Kembar angin tiba-tiba berhenti. Cuaca pun sudah gelap sepenuhnya. Hanya cahaya senter yang menerangi jalur. Rombongan ganaspati masih tertinggal jauh di belakang. Kulihat di depan cemara kembar itu jalurnya tertutup edelweiss yang rimbun. Inisiatif aku mencari jalur ke sebelah kanan atau kiri cemara kembar itu namun tak menemukan jalur. Namun setelah memasuki celah 2 Cemoro Kembar yang besar itu, aku seperti dibuka kan jalurnya, entah apa cuma perasaanku saja *cmiiiw. Kami mengikuti jalur yang menerobos rimbunan edelweiss tersebut sambil melihat ke belakang untuk memastikan apakah rombongan ganaspati itu sudah dekat dan ternyata masih jauh bung! Kami ber-4 belum pernah mendaki lewat candi cetho, bayangkan horror dan mistisnya suasana melanda kami malam itu. Yeah, saat rian menyenter bagian atas Cemoro Kembar, aku sempat dikasih lihat sang penunggu Cemoro Kembar itu, dia mengawasi kami *iiiih serem deh pokoknya -_-. Kemudian kami terus melangkah dengan penuh keambiguan karena jalur menjadi menuruni bukit -_-. Dengan pedoman selalu positif thinking, berdo’a, berdzikir, jangan bengong, kami terus melangkah sampailah kami di tanjakan yang sangat terjal. Disini vegetasi sudah di dominasi oleh cemara gunung dan pinus yang berdiameter sangat besar. Jalur menikung tajam melipir kekiri dengan setapak tanah yang sempit. Harus hati-hati jika tidak ingin jatuh ke jurang, terkadang setapak ini tertutup semak-semak atau ada ranting yang melintangi. Yeah, mungkin ini dinamakan tikungan macan dan barangkali ada macannya *cmiiw. Di penghabisan tikungan macan, kami juga sempat melihat jejak anjing hutan atau serigala yang masih segar -_-. Dengan positif thinking, aku meng-judge bahwa itu jejak sepatu pendaki lain *sangat tidak masuk akal tapi mendinginkan suasana :p. Disitu lah kami memberi signal dengan cahaya senter kepada rombongan ganaspati dan mereka meresponnya balik hehe. Kami melanjutkan langkah di tepian sabana yang luas. Sempat terpikirkan untuk mendirikan tenda di tengah sabana itu karena kami sudah lelah hahaha. Akan tapi tidak jadi karena dengan pertimbangan akan mudah diserang hewan buas hehe. Kami teruskan saja langkah kami sampai di pohon pinus besar tumbang melintangi jalur. Disinilah kami menunggu rombongan ganaspati agar tahu apakah jalan yang kami lalui benar atau tersesat -_-. Yeah, mereka sampai di tempat pemberhentian kami ini. Disinilah kami tahu bahwa kami sudah sampai post 5/bulak peperangan setelah bertanya pada mereka hahaha.
Kami sudah lelah dengan sensasi jurit malam yang ada, 1,5 jam melangkah dari post 4 jadi terasa 1 malam hahaha. Entah bagaimana jika tidak ada rombongan ganaspati saat itu, untungnya mereka berencana ngecamp di post 5 juga :D. Mungkin jika tidak kami ber-4 akan menangis keras di hutan ini *lebay, karena kami tak tahu meminta tolong kepada siapa kecuali kepada Allah SWT. Di post 5/bulak peperangan ini merupakan lembah sabana yang diapit oleh 2 bukit dengan pinus atau cemara gunung yang besar. Lembah ini juga merupakan jalur angin sehingga saat mendirikan tenda cukup sulit karena kami sudah kedinginan. Yeah, para sahabatku sudah mengeluh kedinginan sehingga tenda yang belum sepenuhnya berdiri kokoh mereka masuki. Yeah, karena aku masih kuat, tidak apa-apa aku berjuang seorang diri diluar melawan angin dingin untuk mengkokohkan tenda. Yang terpenting para sahabatku ini jangan terlalu terpapar angin dingin karena riskan terserang hipotermia. Cuaca kemarau di Gn. Lawu memang sangat dingin dan ekstrim saat malam hari. Setelah kokoh aku pun masuk dalam tenda. Kami masak mie dan kopi lagi untuk menghangatkan tubuh. Malam semakin larut, kami harus tidur dan baru kali ini aku tidur memakai SB pinjaman oleh seorang teman *biasanya pake sarung -_-. Yeah, malam itu memang sangat-sangat dingin. Bahkan lebih dingin daripada saat aku terkena badai di Gn. Sumbing beberapa waktu lalu dan tidur pun hanya berselimutkan sarung. Aku pun tidur sangat pulas meskipun beberapa kali harus keluar tenda untuk kencing hehehe. Saat keluar tenda itulah aku bagai di dalam kulkas besar terbuat dari alam. Dingin sekali, bahkan rerumputan terlihat butiran es kecil -_-. Gn. Lawu memang istimewa :D.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar